Kalo pengalam saya di Surabaya, biasanya kalo ada yang tidak berkenan dan
itu berkaitan dengan pasien, saya langsung nanya ke reseption, siapa
managernya (kalo itu berkaitan dengan suster/layanan rumah sakit), dan saya
datangi managernya.

Kalo dengan dokter, saat ini saya belum ada pengalaman. cuman kalo saya gak
srek dengan cara penanganannya saya gak datang lagi, kalo sampe hal
menjungkelkan, belum, moga-moga gak ya...

gimana dengan netters yang lain? selain kita saling curhat disini, hal yang
lebih penting khan solusinya, sehingga setidaknya bukan supaya tidak ke
sana, (untukyang tau, yang gak??) tapi penyelesainnya kok saya rasa itu yang
lebih penting...

Salam,
Lenny

----- Original Message -----
From: AHK / EKONID-Mei Tobing <[EMAIL PROTECTED]>
To: <[EMAIL PROTECTED]>
Sent: Wednesday, October 01, 2003 9:28 AM
Subject: RE: [balita-anda] OOT: A Hospital with Heart and Love -- True Story


Dear mams and Dads,
Saya setuju sekali dgn pendapat mbak Lenny, bahwa sudah seharusnya kita
dapat berinteraksi dgn para dokter di rumah sakit lewat email ini jadi
masing masing pihak ada saling koreksi demi kemajuan bangsa kita ini.
Dan kita juga akan mendapatkan respon dari setiap pertanyaan dan
pernyatan kita.
Tatapi bagaimana mbak Lenny kita bisa mendapatkan alamat jalur rumah
sakit rumah sakit tersebut.
Bagaimana dgn yang lainnnya apa bisa menyumbang saran.???
Salam,
Mama Jovano and Grace

-----Original Message-----
From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Wednesday, October 01, 2003 9:05 AM
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: Re: [balita-anda] OOT: A Hospital with Heart and Love -- True
Story

Mbak,
Saya baca mail ini, ada beberapa kesan, tapi disini saya ingin membahas
mengenai rumah sakit dan dokter di Indonesia.

Beberpa waktu lalu juga banyak mailist yang tumpahkan uneg-uneg mengenai
para dokter, yang ada dalam pikiran saya, selain kita saling tumpahkan
uneg-uneg, adakah jalur yang bisa mail ke rumah sakit tersebut? Sehingga
mereka akan membaca tulisan-tulisan itu, bahkan mungkin yang
bersangkutan...

Kalau budaya malu ada dalam diri mereka, ya... bisalah instropeksi dan
perbaiki sikap... kita butuh dokter khan karena mereka bekerja
dibidangnya, dan kita tidak semata-mata meminta bantuan... ada timbal
balik...(ada timbal balik aja mereka begitu ya, apalagi kalo diminta
bantuannya????)

  ----- Original Message -----
  From: surya.pratiwi
  To: [EMAIL PROTECTED]
  Sent: Tuesday, September 30, 2003 11:48 AM
  Subject: Re: [balita-anda] OOT: A Hospital with Heart and Love -- True
Story


  Sorry buat yang nggak berkenan.

  Menemani Ayah ke Madras Medical Centre, INDIA

  Saya dilahirkan dan dibesarkan dalam 2 tradisi dan kebudayaan yg
berbeda, ayah keturunan India, sedangkan Ibu keturunan Tionghoa. Cara
kedua orangtua membesarkan saya adalah dengan ajaran yang mereka pandang
paling bagus dan masuk akal. Kehidupan kami sekeluarga amatlah bahagia.

  Sewaktu saya masih kanak-kanak, belum bersekolah, Ayah mencari nafkah
dengan menjadi seorang guru Bahasa Inggris. Kemudian pada suatu ketika,
Ayah melamar kerja pada MOBIL OIL Company, bagian Accounting. Banyak
sekali fasilitas yang diperoleh dengan bekerja pada perusahaan asing
tersebut. Mulai dari tunjangan kesehatan, tunjangan hari raya, bonus,
klinik kesehatan dengan dokter perusahaan, pesawat perusahaan untuk para
karyawan, bahkan villa untuk karyawan dan keluarganya berlibur pun
disediakan.

  Ketika saya masih di Sekolah Dasar (SD), Ayah sering mengeluh terasa
nyeri pada dadanya. Hal ini sering dianggap sepele dan disangka hanya
sekedar masuk angin saja. Sementara itu, keluhan nyari dada masih terus
sering dirasakan oleh Ayah. Akhirnya Ayah melakukan check-up kesehatan.
Namun ketika itu saya lupa di RS mana beliau melakukan check-up. Hanya
seingat saya, semua test yang dilakukan diarahkan pada kondisi jantung
Ayah. Dokter menyatakan bahwa kondisi jantung beliau baik, sehat tanpa
ada tanda2 yang mengkhawatirkan.

  Menonton film, terutama film action, merupakan hobby keluarga kami.
Kecurigaan Ibu terhadap penyakit jantung Ayah mulai timbul kembali,
yaitu ketika melihat kedua betis Ayah berkeringat tidak sebagaimana
biasanya ketika Ayah menonton film action. Keadaan ini terus
berlangsung, sehingga Ibu mendesak Ayah untuk berobat kembali ke seorang
Professor ahli penyakit jantung. Setelah pemeriksaan kedua ini, Ayah
dinyatakan positif menderita kelainan pada jantung, tepatnya penyakit
jantung koroner dan harus segera dioperasi kalau tidak ingin kehilangan
nyawanya.

  Pada saat itu, perekonomian keluarga kami dapat dikatakan telah mapan.
Karenanya baik kerabat dari pihak Ayah maupun pihak Ibu mengusulkan agar
Ayah sebaiknya melakukan medical check-up di luar negeri. Lalu dipilih
lah Penang, Malaysia.

  Setelah melakukan pemeriksaan-pemeriksaan, dokter di sana mengatakan
bahwa benar Ayah mengidap penyakit jantung koroner dimana terdapat
sebagian pembuluh darah ke jantung tersumbat. Katanya, ada 3 bagian yang
tersumbat, salah satunya adalah pembuluh darah (nadi) utama. Namun
demikian, dokter tidak menyarankan untuk dilakukan tindakan operasi
mengingat usia Ayah yang relatif masih terlalu muda untuk dilakukan
operasi karena tubuhnya masih mampu bertahan sekalipun ada kelainan pada
pembuluh darah jantungnya. Sementara itu dokter tetap masih
merekomendasikan agar Ayah berobat juga pada dokter di Singapura.

  Selang beberapa bulan kemudian, Ayah baru berangkat ke Singapura untuk
melakukan konsultasi. Dokter Singapura juga mempunyai pandangan yang
sama dengan dokter Malaysia, bahwa Ayah tidak perlu dioperasi, mengingat
masih muda usia, karena amat disayangkan apabila operasi dilakukan juga,
kondisi tubuh Ayah hanya tinggal 50% saja, artinya tidak akan lagi
se-fit seperti sebelum operasi.

  Dokter menasehati Ayah agar menjaga pola makan dengan meninggalkan
kebiasaan makan yang merugikan kesehatan. Memang, Ayah mempunyai
kebiasaan makan yg boleh dikatakan berlebihan. Semua itu harus
ditinggalkan. Dokter menganjurkan Ayah hanya makan daging putih,
sedangkan minyak sayur yang biasa harus diganti dengan minyak jagung.

  Dokter mengatakan, apabila ingin dioperasi juga, sebaiknya dilakukan
oleh dokter Australia karena memang pada saat itu ada seorang dokter
ahli penyakit jantung yang terkenal di Australia.

  Keadaan ini terus berlanjut sampai bertahun-tahun. Sementara Ayah juga
menjalani kehidupannya secara normal seperti tidak mengalami sakit.
Sampai pada tahun 1996 ketika Ayah pergi ke Anyer bersama supir, dalam
perjalanan pulang, supir mengantuk lalu menabrak lampu jalan tol. Pada
saat itu Ayah terlempar keluar kaca depan. Ayah tidak mengalami luka yg
parah, hanya penyakit jantung yang semula tidak pernah kambuh, mendadak
kambuh lagi.

  Demikian sejak itu Ayah terus menderita sakit, bahkan ketika berjalan,
baru beberapa langkah harus berhenti istirahat karena merasa sesak
dadanya.

  Akhirnya, Ayah dibawa ke Rumah Sakit HARAPAN KITA, pada saat itu masih
ditangani oleh Professor ahli penyakit jantung semula yang pernah
menanganinya. Dokter menyatakan bahwa tidak ada jalan lain, kecuali
dilakukan tindakan operasi.

  Ayah menyiapkan diri menghadapi operasi. Pihak keluarga diminta untuk
menyediakan 10 donor darah dgn golongan darah yg sama dgn ayah, dan
menyiapkan 5 org donor darah yang stand-by di tempat ketika operasi
berlangsung. Sementara itu, segalanya telah disiapkan menjelang operasi.
Kami sempat merayakan Tahun Baru di RS.

  Pada sore hari sebelumnya menjelang pelaksanaan operasi pada keesokan
harinya, keluarga dan kerabat datang berkumpul menjenguk ayah; pada saat
yang bersamaan, dokter pun datang memeriksa Ayah.

  Salah seorang kerabat Ibu bertanya kepada dokter tentang kemungkinan
keberhasilan dari operasi yang akan dilaksanakan. Sangat disayangkan
sekali jawaban yang keluar dari mulut dokter tidak seperti yang kami
harapkan. Dokter tersebut menyatakan: "Kalau dilakukan operasi, begitu
masuk kamar operasi, kemungkinan berhasilnya adalah 50-50! Berarti
keluar dari kamar operasi kalau tidak hidup, berarti mati."
  Mendengar itu kami sangat terpukul sekali, terutama Ayah langsung
menemui dokter tersebut untuk meminta penjelasan kata-kata yang baru
saja ia ucapkan. Dokter tsb lalu mengulangi kata2 yg sama.

  Kakek saya (dari pihak Ayah) mengusulkan untuk membatalkan rencana
operasi dan keluar dari RS pada malam itu juga. Merespons usul kakek,
Ayah tanpa banyak komentar langsung mencabut selang infus dan
menggunting selang plastik di tangan, lalu tanpa pamit langsung pulang
ke rumah.

  Kebetulan juga, ketika kami dalam perjalanan pulang, bertemu dengan
salah seorang pasien yg terus menerus menghujat dokter2 di RS tsb,
karena ia baru saja menjalani operasi dan masih harus menjalani operasi
berikutnya lagi karena adanya KLIP yg tertinggal di dalam tubuhnya.
Mendengar hal ini, Ayah semakin bulat tekadnya untuk pulang dan
membatalkan operasi yg akan dilaksanakan dalam waktu kurang dari 12 jam
ke depan.

  Pada saat itu, keluarga berkumpul semua dan saling bertukar pikiran,
langkah apa yg harus diambil. Ayah hanya mempunyai 2 pilihan, kembali ke
Singapura atau Malaysia. Sedangkan ke Australia, dokter yg ingin ditemui
sudah meninggal karena ditembak orang tak dikenal.

  Dalam kebimbangan, kakek saya (dari pihak Ayah) mengusulkan agar Ayah
segera berangkat saja berobat ke India. Suatu ide yang secara spontan
muncul ke permukaan. Sementara itu, pihak keluarga Ibu tidak dapat
menerima ide tsb. Terus terang, saya sendiripun pada saat itu sama
sekali tidak dapat menerima ide tsb. Hati saya berontak tidak percaya
dengan ide itu, karena yg terlintas dalam benak saya adalah: India yg
miskin, kotor, mustahil dapat menyembuhkan penyakit Ayah saya. Sedangkan
yang masuk dalam pilihan kami adalah Singapura dan Australia yang jauh
di atas India dalam segala hal. Saya telah meremehkan India.

  Kakek saya seorang India asli, dan beliau adalah seorang apoteker yang
belajar ilmu farmasi di India. Pada akhirnya, beliau bersikeras untuk
menyuruh Ayah berobat saja ke India. Dalam kebimbangannya, karena
bingung tidak mengerti apa yg harus dilakukan, akhirnya Ayah menerima
baik usuk kakek tsb.

  Mengingat banyak hal2 yg harus disiapkan/diurus dalam rangka operasi
Ayah di India, dan untuk memudahkan kelancaran segala sesuatunya baik
aspek administratif maupun teknis, maka diputuskan yg menemani Ayah
berangkat ke India adalah seorang temannya. Sementara, Ibu, saya dan
adik tetap di Jakarta dengan 1000 harapan dan doa semoga ayah segera
memperoleh kesembuhan. Pada saat itu, kami benar2 tenggelam dalam
kesedihan yg mendalam.

  Setibanya di Madras, India, Ayah langsung dimasukkan ke ruang ICU
Madras Medical Centre. Dokter India meminta hasil katerisasi dari
Jakarta dalam bentuk film yang menunjukkan tempat terjadinya penyumbatan
pada pembuluh darah jantung; hal itu diminta karena kondisi Ayah yg
semakin melemah yg tidak memungkinkan lagi utk dilakukan katerisasi
ulang.

  Kami di Jakarta memohon kepada Dokter yg merawat Ayah sebelumnya untuk
memberikan film yang diminta, tetapi Dokter tidak mau memberikan. Namun
akhirnya film tersebut tetap berhasil kami dapatkan. Ibu langsung
berangkat ke India untuk mengantarkan film tersebut.

  Dokter India yang memeriksa dan merawat Ayah bernama Dr. Cherian,
berusaha menenangkan Ayah, dan melalui berbagai cara dan contoh yang dia
berikan kepada Ayah, semangat hidup Ayah bangkit kembali.

  Dr. Cherian menyatakan bahwa masalah operasi jantung tsb adalah
masalah sepele, bahkan dia dapat melakukannya dengan mata tertutup.
Karenanya, keberhasilan dari operasi yg akan dilakukan adalah 80-20. 20%
yg tidak berhasil adalah mereka yg tergolong telah berusia lanjut dgn
kondisi yg benar2 sulit. Dr. Cherian selanjutnya mengatakan bhw operasi
yg akan dilakukan sangat mudah dan tidak perlu ditakutkan. "Masalah
sepele tidak dapat menjadi besar!" tambahnya.

  Sangat berbeda dgn yang dokter Jakarta lakukan. Hal ini membuat kami
tenang. Banyak sekali perbedaan2 yg menyolok antara Dokter India dan
dokter Indonesia. Di sana Ibu tidak perlu mencari-cari darah untuk
keperluan operasi.

  Hal yg paling dipentingkan dokter sebelum operasi adalah kesiapan
mental pasien.  Di Jakarta, pembiusan baru dilakukan setelah pasien
benar2 masuk kamar operasi, jadi sebelumnya pasien telah melihat dan
merasakan dinginnya kamar operasi yg membuat pasien menjadi takut.
Sedang di India, pembiusan dilakukan pada malam hari sebelum keesokannya
dilakukan operasi, tanpa pemberitahuan lagi kepada pasien. Pembiusan yg
dilakukan ini bukan pembiusan total, hanya setengah yg membuat pasien
fly, sehingga yg ada dalam pikiran pasien adalah hal2 indah, dgn
demikian ia masuk kamar operasi tanpa rasa takut.

  Yang membuat kami salut dan kagum adalah bahwa Ayah dapat berada
kembali dalam keadaan sadar tepat setelah dokter menyatakan bahwa
operasi telah selesai. Ketepatan perhitungan kekuatan pembiusan benar2
dilakukan dgn cermat.

  Selanjutnya, setelah keluar dari kamar operasi, pasien diwajibkan
masuk ke ruang ICU selama 3 hari. Sementara itu, Ayah tetap dibuat masih
berada dlm keadaan fly oleh dokter, dgn harapan agar pasien tidak
merasakan sakit dan dapat beristirahat dengan baik sehingga lebih
menunjang keberhasilan proses pemulihan pasca operasi.

  Di ruang ICU, seorang pasien dijaga oleh 2 orang perawat khusus,
sedang seorang dokter menangani 2 orang pasien. Berbeda sekali dengan
ruang ICU di Jakarta. Di India, benar2 perawatan intensif! Setelah 3
hari dalam perawatan di ruang ICU, Ayah disuruh meniup balon sampai
besar dan diwajibkan untuk berlatih jalan serta menghisap semacam
"opium" dgn alat khusus berbentuk pipa panjang dgn tabung di pangkalnya
untuk kepentingan medis dalam rangka membantu proses penyembuhan. Yang
juga mengherankan adalah, bhw selesai operasi dokter langsung
mempersilakan pasien makan dan minum apa saja yg disukai, tidak ada
pantangan.

  Setelah 10 hari dirawat di RS, Ayah diwajibkan keluar dari RS,
sekalipun Ayah telah membayar biaya RS untuk 10 hari lagi ke depan. Jadi
pihak RS tidak mengijinkan Ayah tinggal lebih lama dari 10 hari di RS.
Berbeda sekali dengan perawatan di RS Jakarta yg memungkinkan pasien
untuk tinggal di RS paling sedikit satu bulan setelah operasi by pass
dilakukan.

  Kami bersyukur kepada Tuhan bhw akhirnya Ayah dapat kembali ke Jakarta
dengan selamat dan dalam keadaan sehat.

  Ternyata, Dr. Cherian adalah Ketua Perhimpunan Dokter Ahli Bedah
Jantung se-Asia. Hal ini kami ketahui beberapa bulan setelah Ayah
pulang, yaitu ketika Dr. Cherian menyurati Ayah untuk datang ke Bali,
karena ia akan mengadakan seminar di sana. Pada saat itu lah kami baru
mengetahui, rupanya ia adalah seorang ketua perhimpunan dokter ahli
bedah jantung se-Asia.

  Satu tahun telah berlalu, telah tiba waktunya Ayah melakukan medical
check-up ulangan. Lalu, kami sekeluarga berangkat ke Madras, India,
menemai Ayah check up.

  Disana, saya baru melihat dgn mata kepala sendiri, betapa bagus
RS-nya, bukan seperti RS buruk yg ada dalam bayangan saya. Di samping
dekorasi interior yg bagus dan fasilitas yg lengkap, terdapat kuil,
gereja dan mesjid di komplek RS tersebut.

  Fasilitas2 ibadah tsb sengaja disediakan agar keluarga2 pasien yg
berobat, dapat berdoa sesuai agama dan kepercayaannya. Pada saat itu yg
saya masuki adalah Gereja yg dibangun dgn bentuk langit2 setengah
lingkaran model kubah, dgn hiasan langit biru beserta awan, dan tepat di
tengah ruangan terpasang sebuah salib kayu yg besar dgn patung Yesus
tersalib dgn ukuran yg hampir sama dgn ukuran manusia sebenarnya. Benar2
sebuah ruangan doa yg bagus.

  Di RS itu saya dapat melihat berbagai bangsa: ada orang Korea, Afrika,
China, Filipina, Nepal, Thailand, mulai dari orang dewasa sampai anak2.
Semua bangsa dapat ditemui di sana. Menakjubkan! Benar2 di luar dugaan
saya, sangat lain sekali dgn India dan RS-nya dalam bayangan saya
sebelumnya. Bahkan mereka benar2 menghormati dgn memprioritaskan org2
luar yg datang berobat kesana.

  India, suatu negara yg sebelumnya saya bayangkan sbg kumuh, kotor,
seperti yg nampak dalam film2 India yg biasa saya tonton, ternyata lain
sekali dalam kenyataannya! Sama seperti Indonesia, yg dalam pandangan
negara2 lain adalah negara miskin, tetapi kenyataannya Indonesia
tidaklah semiskin yg mereka bayangkan. Begitu juga India, tidak semiskin
dalam bayangin kita pada umumnya. Bahkan India jauh lebih maju daripada
Indonesia.

  Hal tersebut, berkat pengaruh Mahatma Gandhi dgn ajaran Swadesi
(menolong diri sendiri). Pengaruh kuat ajaran/prinsip hidup ini terasa
dan dapat dilihat dimana bangsa India sangat menghargai dan bangga dgn
produk dalam negeri sendiri. Mereka membuat, memproduksi sendiri semua
kebutuhan mereka, bahkan sepatu Hush Puppies pun adalah made in India.

  Sejauh pengelihatan saya, hal yang paling lucu adalah dimana para
pengemis di India tangan2nya penuh dgn perhiasan emas, dan kain sari
mereka yg paling murah pun apabila dirupiahkan masih bernilai sekitar Rp
300.000,- ke atas.

  Madras Medical Centre, sebuah RS di India dgn dokter2 terbaik yg
sempat saya pandang remeh, ternyata telah memberikan suatu mujizat
kesembuhan bagi Ayah saya tercinta. Beribu-ribu ucapan terima kasih saya
sampaikan atas pengobatan dan perawatan yg telah diberikan kepada Ayah
saya.

  Semoga tulisan saya ini dapat membantu memberikan informasi bagi siapa
saja yg memerlukan, yg mungkin menderita penyakit serupa dgn yg Ayah
saya derita, sekaligus memperkenalkan Madras Medical Centre, India, yg
tak berlebihan kalau dikatakan: "Sebuah Rumah Sakit dengan Hati dan
Cinta Kasih", "A Hospital with Heart and Love!". Sungguh!!


  Penulis: Sherlin
  MSD Property Management
  SimasRed


------------------------------------------------------------------------
------


  ---------------------------------------------------------------------
  >> Mau kirim bunga hari ini ? Klik, http://www.indokado.com/
  >> Info balita, http://www.balita-anda.com
  >> Stop berlangganan, e-mail ke:
[EMAIL PROTECTED]

---------------------------------------------------------------------
>> Mau kirim bunga hari ini ? Klik, http://www.indokado.com/
>> Info balita, http://www.balita-anda.com
>> Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]


---------------------------------------------------------------------
>> Mau kirim bunga hari ini ? Klik, http://www.indokado.com/
>> Info balita, http://www.balita-anda.com
>> Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]

Kirim email ke