Fyi yak, jadi inget lebaran tahun kemaren ogut ketahan di merak 12 jam.
rgrd Awas, Merak Lumpuh! Jumat 21 September 2007, Jam: 10:55:00 MERAK (Pos Kota) - Pelabuhan Penyeberangan Merak (Banten) - Bakauheuni (Lampung) menempati posisi yang strategis dan vital bagi transportasi orang dan barang antara Pulau Jawa - Sumatera. Apalagi menjelang Lebaran, bila tidak diantisipasi dengan baik, bisa-bisa berakibat fatal. 'Awas, Merak Lumpuh!' Itu kekhawatiran berbagai pihak, terutama calon pemudik. Karena posisi geografis Merak yang masuk Propinsi Banten hanya berjarak 120 km dari sebelah barat DKI Jakarta, tak heran penyeberangan di Selat Sunda ini dikenal sebagai gerbang Ibukota RI di sebelah barat. Namun sayangnya, saat ini pelayaran penyeberangan ini cuma mengandalkan kapal-kapal tua yang rawan kerusakan. Selain itu, suasana pelabuhan mulai terlihat sumpek dan semrawut. Para calon penumpang yang akan menyeberang diharapkan waspada selama perjalanan penyeberangan dalam arus mudik Lebaran tahun 2007. Pasalnya, 27 kapal roro yang melayani Selat Sunda itu berusia tua, antara 10 hingga 36 tahun. Kondisi ini menyebabkan kapal sering mengalami gangguan yang pada akhirnya mengancam keselamatan penumpang dan kendaraan. Keterangan yang dihimpun Pos Kota, Kamis (20/9), menyebutkan, kapal roro yang paling tua adalah KMP BSP II milik PT BSP yang memiliki kapasitas muat 1.900 penumpang dan 200 kendaraan. Kapal ini dibuat pada tahun 1971 di Jepang dengan berat 5.226 GRT dan kecepatan 10 knot per jam. Ini berarti KMP BSP II telah berusia 36 tahun. Sedangkan kapal roro yang paling muda usianya adalah KMP Mitra NS milik PT Jembatan Madura. Kapal roro yang diproduksi tahun 1994 atau berusia 13 tahun ini memiliki kapasitas muat 800 penumpang dan 150 kendaraan. Dengan berat lebih 5.000 GRT, kapal ini mampu menyeberangan Selat Sunda dengan kecepatan 15 knot per jam. Dengan kapal-kapal yang sudah tua itu, tidak heran para penumpang dan kendaraan yang telah letih antre di pelabuhan mengalami peristiwa yang menjengkelkan saat menyeberang dengan kapal roro. Misalnya sebuah kapal roro pernah terdampar di pulau kecil dekat Pelabuhan Penyeberangan Bakauheuni. Penyebabnya, kapal roro tiba-tiba kehilangan kendali, sehingga menabrak karang dan terdampar. Para penumpang bisa dievakuasi dengan cepat, menggunakan kapal roro lainnya. Sebelum tahun 1990-an, arus kendaraan ini sering mengalami stagnasi atau penumpukan akibat daya muat kapal-kapal penyeberangan yang tidak sebanding dengan lonjakan arus kendaraan truk dan pribadi. Namun setelah tahun 1990-an, seusai penambahan kapal roro dan pembangunan 4 dermaga, soal penumpukan truk mulai jarang terjadi. Arus penumpang dan barang melalui Merak-Bakauheuni cukup lancar. Bahkan, kapasitas muat kapal roro yang berjumlah 24 unit melebihi jumlah kendaraan dan penumpang yang menyeberang. TIAP AKHIR PEKAN Tapi lihatlah sekarang, aneh memang, sejak Juli 2007, setiap akhir pekan selalu terjadi penumpukan kendaraan truk dan kemacetan parah. Kondisi tersebut semakin parah pada 24 Agustus 2007 lalu, menyusul beberapa minggu kemudian. Kalau hal seperti ini terjadi lagi menjelang Lebaran, bisa dibayangkan bagaimana gawatnya arus transportasi arus mudik dan arus balik Lebaran tahun ini. Selain itu, di pelabuhan ini banyak kerawanan yang mengancam, selain penumpukan kendaraan dan macet panjang, juga rawan pemalakan, pungutan liar (pungli), serta kondisi laut. Bila tiba-tiba cuaca buruk, muncul gelombang tinggi. Akibatnya 11 Kapal Cepat yang biasanya berlayar setiap hari, praktis tak bisa dioperasikan. Ingat, pada Lebaran 7 tahun yang lalu, ketika jumlah penumpang kapal feri dikurangi kapasitasnya, karena takut karam, penumpang di pelabuhan membludak, antrean panjang mencapai Cilegon. Seorang pemudik untuk bisa sampai masuk kapal, butuh perjuangan 14 jam. "Kalau bisa balik kanan, saya sudah gak jadi mudik. Tapi udah terlanjur dan terjepit sih," kata Ny. Lena, pemudik menceritakan pengalamannya. Di luar Lebaran, pada pekan-pekan terakhir, kendaraan truk terpaksa mengantre hingga 15 Km atau masuk ke jalur jalan tol Jakarta-Merak hingga di Km 90, tepatnya di dekat gerbang Cilegon Timur. Kendaraan bergerak dengan cara "beringsut-insut" dan hanya bergerak sejauh 100 meter dalam satu jam. Tak heran, sopir truk harus menempuh jarak 15 Km dengan waktu 3 hari 3 malam untuk bisa masuk ke dalam kapal roro dan menyeberang ke Bakauheuni, Lampung. Keletihan dan kejengkelan pengemudi pun menjadi pemandangan sehari-hari. Pengemudi terpaksa tidur di atap-atap kendaraan untuk menghindari udara panas dalam kendaraan. Maklum, mesin truk-truk tersebut harus tetap menyala selama mengantre dan tidak memiliki AC. KEHABISAN BEKAL Kisah pengemudi kehabisan bekal pun segera mencuat. Sejumlah pengemudi terpaksa meminjam uang ke warung-warung di sekitar Merak yang sudah menjadi langganannya. Besarnya pinjaman berkisar Rp 500.000 - Rp 1 juta. "Kami hitung-hitung bekal kami tidak cukup hingga ke Padang," kata H Muhammad Asron Nasution, 55, pengemudi truk yang membawa tembakau ke Padang, Sumatera Barat. Pinjaman itu akan dikembalikan ketika mereka pulang ke Jawa, sambil membawa barang angkutan yang lainnya. Asron mengaku dibekali uang Rp 3,5 juta dari perusahaan tembakau di Bandung, Jawa Barat. Tapi dalam antrean, uang tersebut mulai menipis yang digunakan untuk membeli solar, makanan dan minuman. Harga kebutuhan yang ditawarkan memang melonjak tinggi dibandingkan harga biasa. Misalnya untuk air minum dalam kemasan semula Rp 3.000 per botol menjadi Rp 6.000. Ironisnya lagi, di saat para pengemudi truk kelelahan dan kehabisan bekal, rupanya kondisi antrean tersebut memunculkan oknum-oknum berpakaian preman yang memanfaatkan situasi untuk keuntungan pribadinya. JALUR TEMBAK Dengan menggunakan sepeda motor, oknum itu menawarkan jasa jalur tembak yang besarnya Rp 300.000/truk. Mereka menjamin kendaraan muat ke kapal dalam waktu 10 jam. Sedangkan truk yang antre paling cepat 2 hari 2 malam baru muat ke kapal. Umumnya, oknum berpakaian preman ini menawarkan jasa jalur tembak ke truk-truk yang mengangkut sembilan bahan pokok (sembako) atau barang yang mudah busuk atau rusak. Truk pengangkut barang ini memang diprioritaskan ASDP Ferry Indonesia untuk didahulukan naik ke kapal roro karena khawatir muatannya busuk atau rusak dalam perjalanan. Pihak pelabuhan tidak memungut bayaran apapun atau gratis dalam prioritas tersebut. Ironisnya, pengemudi truk pengangkut sembako lebih baik mengeluarkan uang Rp 300.000 daripada harus menanggung resiko kerugian dari pemilik barang. Dalam prakteknya, oknum berpakaian preman ini bertindak seperti orang yang punya kewenangan penuh. Begitu kesepakatan harga jalur tembak, oknum itu mengeluarkan kendaraan truk dari antrean melalui jalur bis dan kendaraan pribadi atau menyusuri bahu jalan tol. Oknum tersebut mengawal langsung di depan truk. Setiap pos, oknum tersebut memberikan tanda agar pengemudi memberikan uang ke orang-orang tertentu yang besarannya berkisar Rp 20.000-Rp 50.000 per pos. "Di depan dermaga, kami ditempatkan paling depan dan parkir khusus, sehingga mudah naik bridge atau jembatan untuk masuk ke kapal. Ada kali Pak, 5-10 truk pengangkut sembako yang sudah siap naik ke kapal," kata seorang sopir truk yang tidak mau disebutkan namanya. Mendapatkan laporan soal oknum tersebut, Polres Cilegon pun tak tinggal diam. Polres mengerahkan anggotanya untuk melacak keberadaan oknum berpakaian preman tersebut. Terbukti, Polres Cilegon menahan dua oknum preman itu masing-masing Yoyo, 45, dan Samidi,50. Kedua oknum yang tercatat sebagai warga Kecamatan Pulo Merak itu diperiksa secara intensif dengan tuduhan telah melakukan pemerasan terhadap awak truk yang tengah antre. Tidak hanya petugas ASDP maupun jajaran Polres Cilegon yang dibuat pening dengan kondisi pelabuhan yang semrawut, Polisi Jalan Raya (PJR) Induk Serang Timur dan PT Marga Mandala Sakti (MMS) pun ikut sibuk mengatur antrean truk yang masuk ke jalan tol, terutama mengatur jalur bis dan kendaraan pribadi agar tidak terganggu dengan antrean tersebut. Khusus kendaran bis dan pribadi, PJR bersama pengelola jalan tol memutuskan untuk mengeluarkan arus bis dan pribadi di pintu Tol Cilegon Barat. Selebihnya, kendaraan jenis ini menyusuri jalan arteri hingga ke pelabuhan. "Jika tidak diatur demikian, kendaraan bis dan pribadi dipastikan akan terjebak dalam antrean truk yang panjang tersebut. Kondisi jalan pun dipastikan akan bertambah parah karena tercampurnya dua jenis kendaraan tersebut," kata AKP Supardi, Kepala Induk PJR Serang Timur yang bersama anggotanya terpaksa berkerja keras mengatur arus tersebut selama sebelas hari terakhir ini. KAPAL BANTUAN Untuk mengatasi penumpukan truk, ASDP Indonesia Ferry meminta bantuan 4 kapal yang terdiri dari dua kapal milik Armada Barat (Armabar) TNI AL dan dua kapal milik PT Pelni. Ke-4 kapal tersebut dioperasi dari Pelabuhan Pelindo II Ciwandan menuju Pelabuhan Panjang, Bandar Lampung yang memakan waktu 5 jam perjalanan. Selain itu, ASDP juga mendatangkan kapal yang baru rampung docking, yaitu KMP Tribuana, KMP Tri Star dan KMP Egon. Kini ada 23 kapal yang melayani penyeberangan di Selat Sunda. Ke-23 kapal itu mampu memuat 2.600 kendaraan per hari, sehingga seluruh antrean truk bisa kembali normal, dalam pengertian tidak terjadi penumpukan yang panjang. Dengan adanya peristiwa di atas, ASDP Indonesian Ferry Merak sudah seharusnya belajar dari pegalaman agar kejadian serupa tidak terjadi lagi. Di antaranya mepersiapkan kapal-kapal siap berlayar dan membersihkan aksi premanisme yang marak di sekitar pelabuhan. BUKAN WEWENANG ASDP Manajer Operasional ASDP Indonesia Ferry Pelabuhan Merak, Endin Juhaendi menyatakan, peristiwa penumpukan truk tersebut lebih disebabkan kondisi kapal tidak laik untuk melakukan penyeberangan. Dari 25 kapal yang terdaftar beroperasi di Merak, teranyata 8 kapal yang kondisinya sering mengalami kerusakan. "Sehingga kapal yang beroperasi secara riil hanya 17 kapal. Nah, dari 17 kapal itu, 5 kapal roro menjalani perawatan atau docking yang biasa dilakukan setiap tahun. Kebetulan, ke-5 kapal ini memiliki kapasitas angkut yang cukup besar, rata-rata di atas 100 kendaraan. Sisanya, kapal yang berkapasitas kecil kurang dari 50 kendaraan. Kondisi ini sangat berpengaruh pada daya angkut kendaraan secara keseluruhan," kata Endin Juhendi. "Kalau jumlah kapal normal dan semua laik layer, pada lebaran tahun lalu tidak ada masalah. Pelabuhan Merak lancer-lancar saja," katanya. Ironisnya, sejak puasa dan jelang Lebaran, truk pengangkut barang mengalami kenaikan yang signifikan. Biasanya, kendaraan truk yang menyeberang dari Merak ke Bakauheuni tercata rata-rata 2.000 truk per hari. Namun sejak Juli lalu, naik sekitar 30-40 persen atau rata-rata 3.000 truk per hari. "Antara kapasitas dengan truk yang akan menyeberang menjadi tidak seimbang. Sementara kapal-kapal dengan kapasitas besarpun menjalani perawatan secara bersamaan. Penumpukan truk pun tidak bisa dihindari," katanya. Menyinggung kebanyakan kapal-kapal tua yang dioperasikan di Pelabuhan Merak, Endin, menjelaskan, persoalan itu bukan kewenangan ASDP tapi tanggungjawabnya berada pada Administratur Pelabuhan (Adpel) Banten. "Selama ini masyarakat selalu menilai persoalan kapal berada di bawah tanggungjawab kami (ASDP). Itu salah ! Yang berwenang menentukan layak tidaknya kapal itu beroperasi adalah Adpel. Soal perizinan, tanggungjawabnya ada pada Departemen Perhubungan. Kami sih hanya menerima dan mengoperasikan saja," jelas Endin. ENAM KAPAL PARAH Sedangkan Dalle Efendi, Kepala Administratur Pelabuhan (Adpel) Banten menyebutkan, hasil evaluasi selama Januari-Juli 2007 ada enam kapal yang kondisinya sangat parah dan tidak mampu melakukan pelayaran, akibat kondisi mesin kapal sering mengalami kerusakan. Sehingga, kapal-kapal itu tidak bisa berlayar sebanyak 72 trip setiap bulannya seperti jadwal yang sudah ditentukan ASDP. Dari catatan itu, enam kapal hanya mampu melakukan pelayaran di bawah 50 persen dari 432 trip selama enam bulan. Untuk itu, Adpel Banten telah melayangkan permohonan kepada Dirjen Perhubungan Laut, Dirjen Perhubungan Darat, Direktur Utama ASDP dan ASDP Merak, agar tidak mengoperasikan kapal-kapal yang kondisinya rusak. Sementara Kabid Kelaikan Laut Kapal Adpel Banten, Adang Rodiana mengemukakan, dari jumlah kapal tersebut, ada 6 kapal yang sering mengalami kerusakan mesin. "Tapi untuk, perlengkapan keselamatan penumpang, kami menilai sudah cukup," kata dia. Karena itu, Adpel Banten akan menanyakan langsung kesiapan kondisi kapal yang dimilik para pengusaha kapal itu. (h. rahmat haryono)