http://lita.inirumahku.com/health/lita/menjawab-masalah-mmr/
    Menjawab Masalah MMR                             Published by Lita November 
13th, 2006              in Health.                                       
                  Mari,  kita bahas tuntas saja supaya saya bisa tidur nyenyak. 
Setidaknya (saya  harap) saya tidak lagi tersiksa karena bangun tidur dalam 
keadaan sakit  kepala akibat tidur sambil mikir. (Ini bisa disimak dulu, jika 
anda tidak mengikuti sejak awal).
  Thimerosal  Penggunaan thimerosal, yang berbasis mercury. Thimerosal adalah  
zat pengawet vaksin. Namun karena mengandung mercury (logam berat),  maka 
banyak memicu protes. Diduga sebagai salah satu pemicu autisme /  masalah2 
lainnya.
  Betul. Thimerosal memiliki kandungan merkuri. Tepatnya adalah etil merkuri. 
Yang jadi masalah, dasar dugaan bahwa thimerosal berbahaya mengacu pada sifat 
yang dibawa oleh metil merkuri. Kedua organomerkuri ini berbeda dalam sifat. 
    
Berikut adalah cuplikan tulisan dr. Tonang Ardyanto, Keamanan Thimerosal dalam 
Vaksin.
  Analisis efek toksik thimerosal selama ini didasarkan pada efek metil 
merkuri, sementara yang terkandung adalah etil merkuri. 
  — 
  Jurnal Toxicological Sciences [[4]] melaporkan konsentrasi  thimerosal untuk 
menimbulkan efek toksik adalah antara 405 µg/l - 101  mg/l atau setara dengan 
kadar merkuri 201 µg/l - 50 mg/l. Sedang bila  dihitung rata-rata, bayi berumur 
6 bulan mendapat akumulasi paparan  merkuri maksimal dari vaksinasi sebesar 32 
- 52 µg/kg berat badan. Pada  perhitungan lebih rinci, angka ini hampir 4 kali 
lipat lebih rendah dari batas minimal tersebut. Tetapi masih belum jelas apakah 
paparan dosis rendah dalam jangka panjang akan mempengaruhi tingkat 
toksisitasnya.
  —
  Hal ini memperkuat dugaan Magos bahwa etil klorida mulai menimbulkan  risiko 
bila kadar dalam darahnya 1 µg/ml (1000 µg/l)[[13]]. Metil  merkuri lebih cepat 
menimbulkan risiko karena ada mekanisme transmisi  aktif difasilitasi oleh 
suatu asam amino sehingga cepat menembus sawar  darah otak (blood bran 
barrier). Sementara etil merkuri, di samping  tidak memiliki mekanisme 
transmisi aktif tersebut, juga berukuran  molekul lebih besar dan didekomposisi 
lebih cepat daripada metil  merkuri [[14]]
  —
  Pengembangan vaksin baru tanpa thimerosal mengharuskan penelitian  ulang 
untuk mencari bahan pengganti dengan biaya sekitar 200 - 400 juta  dollar. 
Memang sudah ada pilihan lain seperti 2-phenoxy ethanol, etilen  glikol atau 
formaldehida tetapi efektivitasnya di bawah thimerosal.  Sementara kendala lain 
adalah variasi kemampuan produsen lokal, karena  saat ini sudah banyak 
persentase persediaan vaksin merupakan produk  lokal. 
  Kenyataan bahwa negara seperti Amerika atau Perancis menurunkan  bahkan 
berusaha menghilangkan penggunaan thimerosal, tentu erat terkait  dengan 
kemampuan sistem kesehatan nasional  masing-masing untuk melaksanakan program 
tersebut. Sementara kalau  kebijaksanaan ini dipaksakan ke seluruh negara, bisa 
mengancam  kelangsungan program vaksinasi dengan risiko re-epidemi 
penyakit-penyakit infeksi.
  —
  Di Indonesia sendiri, masih mengijinkan peredaran vaksin dengan  kadar 
thimerosal 0,005 - 0,01% karena masih dibawah ambang batas  menurut WHO. Juga 
oleh rekomendasi Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak  Indonesia yang belum 
mendapatkan bukti-bukti kuat efek merugikan  thimerosal dalam vaksin. Hasil 
inipun diperkuat oleh laporan Clements  [[5]] dan Verstraeten et al. [[17]], 
yang tidak mendapatkan hubungan  konsisten antara paparan thimerosal pada 
vaksin dengan gangguan  perkembangan neurologis anak.
    Dari Thimerosal in Vaccines (pembaruan tertanggal 25 September 2006).
  Thimerosal terurai dalam tubuh menjadi etil merkuri dan tiosalisilat. Mengapa 
hasil urai ini penting? Karena beberapa sebab berikut (sumber: NIAID (National 
Institute of Allergy and Infectious Disease) Research on Thimerosal, April 
2005):
  
   Merkuri, dalam bentuk metil merkuri (oral, bentuk tetes) dan  thimerosal 
(suntikan, bersama vaksin) langsung diserap dan dihantarkan  masuk ke darah dan 
otak.
   Total merkuri (organik dan anorganik) dikeluarkan dari darah dan otak lebih 
cepat setelah paparan thimerosal ketimbang metil merkuri. 
   Tingkat merkuri total terukur dalam darah dan otak lebih rendah setelah 
paparan thimerosal ketimbang metil merkuri.            
  Merkuri hadir secara alami di lingkungan hidup manusia dalam tiga  bentuk: 
logam murni (seperti yang terdapat di termometer raksa), garam  anorganik, dan 
sebagai senyawa organik turunan (derivat). Sebagian  besar merkuri alami berada 
dalam bentuk logam dan anorganik. Karena  merkuri ada di mana-mana, tidaklah 
mungkin untuk mencegah SEMUA paparan  terhadap senyawa ini.
  Jadi, di vaksin benar ada thimerosal? Benar. 
  Lalu tentang ketidakjelasan toksisitas apabila terpapar dalam jangka  waktu 
panjang? Vaksinasi tidak dilakukan setiap hari (bahkan setiap  pekan atau 
setiap bulan) dalam kehidupan manusia sejak bayi hingga  dewasa. Benar, vaksin 
yang mengandung thimerosal kebanyakan adalah  jenis multi-dosis. 
  Lalu kenapa multi-dosis?
  Selama ini kemasan multi-dosis lebih disukai karena biaya produksi lebih 
rendah dan memudahkan manajemen rantai beku (cold-chain management)  dalam 
pelayanan vaksinasi. Hal ini sangat berpengaruh untuk program  vaksinasi masal 
di negara-negara berkembang, dengan cakupan wilayah  luas dan tenaga pelaksana 
beragam.
    Yang menarik: Measles,                    mumps, and rubella (MMR) vaccine 
have                    never contained thimerosal ! 
  Multiple vaccination  MMR, sebagai triple vaccination, diduga membebani 
sistim pertahanan tubuh dengan terlalu berlebihan.
  Anak-anak terpapar pada banyak antigen (suatu zat yang  dapat merangsang 
reaksi kekebalan) asing setiap harinya. Makanan dapat  membawa bakteri baru. 
Banyak sekali bakteri hidup dalam mulut dan  hidung, 'membuka' sistem kekebalan 
tubuh terhadap antigen yang lebih  banyak lagi.
  Infeksi pernafasan atas akibat virus dapat membuat anak terpapar  pada 4-10 
antigen, dan radang tenggorokan pada 25-50 antigen. Menurut  Adverse Events 
Associated with Childhood Vaccines, sebuah laporan pada  tahun 1994 dari 
Institute of Medicine, "Pada keadaan normal ini, kecil  kemungkinannya sejumlah 
antigen terpisah yang terkandung dalam vaksin…  dapat memperlihatkan beban 
tambahan yang signifikan terhadap sistem  kekebalan yang berakibat pada 
tertekannya sistem kekebalan." Nyatanya,  data ilmiah yang ada memperlihatkan 
bahwa vaksinasi simultan dengan  vaksin kombo (yang berisi beberapa jenis 
virus/bakteri) TIDAK memberi  efek samping pada sistem kekebalan tubuh anak 
dalam kondisi normal.
  Vaksin kombo tidak akan direkomendasikan oleh berbagai komite/satuan  tugas 
jika tidak terbukti aman DAN efektif. Vaksin kombo tidak kalah  efektif 
dibandingkan dengan vaksin satuan/terpisah dan tidak membawa  risiko efek 
samping yang lebih tinggi.
  Bahkan, American Academy of Pediatrics (AAP) merekomendasikan  vaksinasi 
simultan terhadap keseluruhan vaksin bagi anak apabila  memungkinkan. 
Penelitian masih terus berlanjut untuk menemukan cara  mengombinasikan lebih 
banyak antigen dalam satu suntikan saja (misalnya  MMR dan varicella, DTaP dan 
HIB). Ini akan memberi segala keuntungan  vaksin terpisah, namun memerlukan 
jumlah suntikan yang lebih sedikit.
  Setidaknya ada dua keuntungan dalam memberikan beberapa vaksin  sekaligus 
pada satu kali imunisasi. Pertama, mengimunisasi anak sedini  mungkin dapat 
melindungi bulan-bulan awal kehidupannya yang sangat  rentan. Ini berarti 
memberikan vaksin non-aktif mulai usia 2 bulan dan  vaksin hidup pada usia 12 
bulan. Dengan begitu beberapa macam vaksin  (terutama yang memerlukan 
pengulangan, seperti DTaP dan polio) memiliki  jangka waktu (pemberian) yang 
sama.
  Kedua, memberikan beberapa vaksin pada satu waktu berarti kunjungan  
imunisasi yang lebih sedikit. Hal ini dapat sangat membantu orangtua  karena 
menghemat waktu dan uang, juga lebih kurang-traumatis terhadap  anak.
  Sumber: Misconception about Immunization, More than one vaccine at a time can 
overload immune system.
    Sekadar mengingatkan, vaksin kombo sudah dikenal di Indonesia sejak  lama. 
Misalnya DTaP (Diphtheria, Tetanus toxoid, acellular Pertussis; FAQ about 
DTaP).  Bahkan pemberian DTaP dan polio secara bersamaan sudah lama  
dipraktikkan oleh bidan. Jadi kekhawatiran bahwa 3 vaksin dalam MMR  dapat 
membebani berlebihan dapat disingkirkan, jika dibandingkan dengan  4 vaksin 
dalam DTaP + polio. Setidaknya menurut statistik.
  Selain itu, imunisasi simultan juga sudah banyak dipraktikkan di  sini. 
Misalnya anak saya, Daud, mendapat DTaP, polio, dan HiB  (Haemophilus 
influenzae type B) sekaligus. Jumlahnya jadi 5 vaksin  
  Ya. Tentu saja apabila anak saya tidak apa-apa bukan jaminan 100%  bahwa anak 
lain PASTI juga akan baik-baik saja. Tergantung kondisi  kesehatan dan banyak 
faktor lain. 
  Inflammatory bowel disease (IBD)  Makin jelas potensi keterkaitan antara 
inflammatory bowel disease (IBD) dengan autisme. MMR diduga bisa memicu 
terjadinya IBD.
  "A general term for any disease characterized by inflammation  of the bowel. 
Examples include colitis and Crohn's disease. Symptoms  include abdominal pain, 
diarrhea, fever, loss of appetite and weight  loss". Istilah umum bagi penyakit 
yang memiliki kekhasan berupa  peradangan usus. Misalnya colitis dan penyakit 
Crohn. Gejala meliputi sakit perut, diare, demam, kehilangan nafsu makan, dan 
penurunan berat badan (perbendaharaan istilah, National Immunization 
Program/NIP). 
  Dalam artikel Vaccines causes Autism yang telah disebutkan  sebelumnya, 
dinyatakan bahwa masalah autisme diangkat bersamaan dengan  IBD. Dan jawabannya 
sama: tidak terbukti adanya hubungan sebab-akibat  secara langsung.
  Jumlah penyandang autis  Walaupun tidak semua penerima vaksinasi MMR menjadi 
penderita  autisme, tentu saja tidak berarti bahwa tidak ada masalah. Jika ada  
sekian persen saja yang tiba-tiba menjadi penderita autis, maka ini  perlu 
diteliti lebih lanjut. 
  Pada kasus di Inggris, ada peningkatan penderita autis 10 kali lipat setelah 
diperkenalkannya imunisasi MMR.
  'Setelah' dalam kalimat tersebut benar jika dilihat dalam kerangka  waktu 
kejadian, tapi belum tentu menggambarkan hubungan sebab-akibat.  Jika ini 
masalah timeline, maka yang berkait tidak hanya  vaksin MMR, tapi juga kemajuan 
teknologi. Tentu tidak pada tempatnya  jika kita menempatkan kemajuan teknologi 
sebagai penyebab autisme.
  Bisa saja autisme telah hadir sejak lama, jauh sebelum pemberian  vaksin MMR 
dimasukkan ke jadwal imunisasi. Kenapa tidak muncul berita  sejak dulu? Bisa 
jadi karena perangkat diagnosanya belum ada, jadi  masih dikenal sebagai 
gangguan perkembangan (developmental disorder), belum dengan label autisme.
  Lho itu kan baru bisa jadi? Lha iya. Sama kan dengan kasus MMR? Bisa  jadi 
ada hubungannya. Bisa jadi tidak. Kalau baru sebatas 'bisa jadi',  semua bisa 
'ditembak' sebagai penyebab. Toh belum terbukti jelas, ya  atau tidaknya. 
  Ya atau tidak. Ya pun bisa berbentuk persen, tak harus semua. Ruwet? Begini. 
KALAU. MISALNYA.  (jangan bilang saya menawari anda ide begini lho ya!) Benar 
terbukti  MMR menyebabkan autisme, berdasarkan penelitian anu dan penelitian  
tersebut sah secara ilmiah. Pada kenyataannya, tidak semua anak yang  diberi 
vaksin MMR menjadi autis. Ini adalah contoh 'ya', yang punya  dasar bukti, yang 
berbentuk persen.
  Penjelasan ini mungkin lebih membantu (masih dari artikel Vaccines causes 
Autism):
  Tanda-tanda autisme pertama kali dapat diamati oleh  orangtua pada saat anak 
mengalami keterlambatan bicara setelah umur  satu tahun. Vaksin MMR pertama 
diberikan pada saat anak berusia antara  12-15 bulan. Karena rentang usia ini 
JUGA adalah usia saat autisme  mulai dapat diamati, TIDAK MENGHERANKAN jika 
imunisasi MMR berbuntut  autisme. Bagaimanapun, sejauh penjelasan logisnya 
hanyalah KEBETULAN,  bukan sebab-akibat.
    Vaksin terpisah  Bagaimana solusinya untuk saat ini? Saya kira kita juga 
tidak ingin anak-anak kita menjadi korban MMR.
  Pada saat ini sepertinya yang bisa kita lakukan adalah memvaksinasi  secara 
terpisah 3 kali (bukan digabung), dan memastikan bahwa  vaksin-vaksin tersebut 
tidak menggunakan mercury / zat pengawet  berbahaya lainnya.

  Ya, vaksin terpisah lebih kecil kemungkinannya memakai pengawet thimerosal.
  Bagi yang memang mempertimbangkan dengan serius risiko autisme,  vaksinasi 
terpisah dan/atau di atas usia tertentu bisa jadi pilihan.  Sedangkan bila 
tidak, faktor berikut ini dapat menjadi bahan  pertimbangan untuk memilih 
vaksin kombo dan/atau imunisasi simultan:
  
   Mempersingkat rentang jadwal imunisasi. Dalam waktu 9 bulan,  imunisasi yang 
tergolong wajib dan dianjurkan (hingga anak berusia 1  tahun) dapat sudah 
selesai. Dilanjutkan umur 15 dan 18 bulan, lalu 3  tahun (merujuk ke Jadwal 
Imunisasi rekomendasi IDAI 2004)
   Lebih sedikit suntikan, mengurangi trauma.
   Meminimalkan kunjungan ke dokter.
   Total biaya (di luar biaya konsultasi dengan dokter) lebih murah. 
   Lebih awal terlindungi, lebih baik.
  Vaksin halal  Bagi yang muslim, saya kira kita juga perlu mulai  
mempertimbangkan kehalalan vaksin. Saat ini sepertinya hal ini belum  banyak 
disadari.
  Baiklah. Saya akui kita memang sangat kekurangan informasi mengenai  hal ini. 
Semoga dalam waktu dekat seluruh vaksin yang dianjurkan (tidak  hanya yang 
diwajibkan) di Indonesia (dan di negara lain) dapat  memperoleh sertifikasi 
halal.
  Tentang imunisasi halal ini, suatu kali ada yang melontarkan alamat  satu 
laman imunisasi halal. Sungguh saya berharap. Ternyata isinya…  Sebuah rahasia 
sehat tanpa vaksin (!!!). Menggunakan ekstra nutrisi dan  herbal khusus yang 
memaksimalkan sistem imun. Oh. Baiklah. 
  Saya menyerah. Karena ternyata Linus Pauling disebut-sebut. Saya sudah pernah 
membahasnya.  Bukan, bukan saya menentang pentingnya kehalalan vaksin. Tapi 
kehalalan  suplemen herba ini dimanfaatkan dalam satu sisi untuk pemelintiran  
informasi.
  Betul. Sistem kekebalan tubuh yang baik akan memastikan kita tidak  rentan 
terinfeksi bakteri, virus, jamur, atau lainnya. Yang harus kita  ingat, peran 
makanan (herbanya dimakan kan?) dan vaksin berbeda. 
  Makanan memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh. Dan nutrisi yang tercukupi  dengan 
baik (jumlah dan variannya tercukupi) akan membantu memelihara  kesehatan 
tubuh. Mempertahankan kondisi kesehatan tubuh dalam keadaan baik. 
  Sedangkan vaksin bekerja dengan memberi sepasukan 'prajurit musuh'  untuk 
diinterogasi, dikumpulkan informasinya, dibuatkan kumpulan  datanya, dan 
dibangun proyek perlawanannya, berupa  pasukan antibodi yang siap mengenali dan 
melawan prajurit serupa  apabila kelak datang menyerang. Kalau tidak datang? 
Data tetap  tersimpan. Tidak rugi.
  Maksud saya, kita bicara dua hal yang berbeda! Duh. Lamannya? Cari sendiri 
saja. Jelas sekali nampak histeria gerakan anti imunisasi.
  Sumber (selain yang telah diberikan): 
  
   Frequently Asked Questions; Thimerosal in Vaccines.
   FAQs dari CDC; Mercury      and thimerosal, Thimerosal      and vaccines, 
Availability      of thimerosal-free vaccines, References 
   Daftar vaksin yang mengandung thimerosal (tanggal pembaruan: 16 Oktober 
2006).
   Rekomendasi berkaitan dengan penggunaan thimerosal dalam vaksin
   NIAID supported studies on mercury, thimerosal, and vaccine safety.
   Critical review on published data
   Autism    Information Center (CDC)
   Autism and mercury.
   MMR and autism. Dari Sp!ked-online. Atau hasil pencariannya di sini.
   How harmful are additives and preservatives in childhood vaccines?
           
  

Regards,
Uci mamaKavin+Ija
http://oetjipop.multiply.com
       
---------------------------------
Bergabunglah dengan orang-orang yang berwawasan, di bidang Anda di Yahoo! 
Answers

Kirim email ke