Bila Sikecil banyak Bertanya
Bina Anak Shalih – Vol. 5, No. 10

Pet! Listrik tiba-tiba padam, malam itu. Dengan sigap, abi segera menyalakan
lampu minyak. Si kecil Asma(3) mengamati lampu minyak itu dengan penuh rasa
ingin tahu. Tak lama kemudian, muncullah beberapa pertanyaan dari bibir
mungilnya.
"Itu apa Bi?"
"Itu lampu minyak,Sayang."
"Kok pakai lampu minyak kenapa Bi?"
"Karena listrik mati"
"Listriknya kok mati kenapa toh Bi?"
"Ya, mungkin karena tadi ada hujan deras."
"Kok tadi ada hujan deras kenapa Bi?"
"Tadi di langit kan ada awan hitam, awan itu sekumpulan air,kalau turun jadi
hujan."
Bla..bla..bla. .
Demikianlah pertanyaan si kecil bagai tak ada habisnya. Abinya pun dengan
sabar menjawab pertanyaan putri sulungnya.

*Rasa Ingin Tahu,*
Jangan Dimatikan Anak-anak berusia 2-5 tahun memang seringkali mengajukan
banyak pertanyaan kepada orangtua atau pengasuhnya. Pertanyaan mereka
biasanya tidak jauh dari apa yang mereka temui, amati atau rasakan. Yang
mendorong mereka mengajukan pertanyaan adalah besarnya rasa ingin tahu
mereka terhadap segala sesuatu. Sebenarnya, kita semua memiliki bekal rasa
ingin tahu ini semenjak lahir. Kehebatan rasa ingin tahu inilah yang membuat
bayi bisa merangkak, berjalan, dan bicara. Selanjutnya, rasa ingin tahu ini
akan menentukan kualitas perkembangan otak mereka.

Sayangnya, orangtua banyak melakukan intervensi negatif sehingga naluri
penting ini terkubur dalam-dalam Seringkali orangtua tak mau menjawab
pertanyaan anak-anaknya yang menurut mereka terdengar konyol, lugu, dan
seperti dibuat-buat. Seakan tak ada gunanya kalaupun orangtua mau
repot-repot menjawabnya. Hal ini menjadikan anak belajar untuk mematikan
rasa ingin tahunya. Setelah pertanyaan-pertanyaannya tak pernah dijawab,
anak pun jadi malas untuk bertanya lagi, dan jadi tak peduli pada segala
sesuatu yang ada di sekelilingnya. Tindakan orangtua yang mematikan rasa
ingin tahu anak itu sungguh tidak mendidik dan berpengaruh buruk terhadap
perkembangan otak anak.

Sebagian kecil orangtua memang ada yang sangat mendukung perkembangan
intelektual anaknya. Mereka bukan hanya menjawab pertanyaan anak, tetapi
juga berusaha melakukansesuatu untuk semakin menumbuhkan rasa ingin tahu
sang anak. Mereka mendorong anak untuk bertanya dan terus bertanya, hingga
anak sendiri yang kehabisan pertanyaan. Untuk itu, para orangtua ini
menyediakan waktu sebanyak mungkin, karena mereka tahu, sepatah kata jawaban
bisa menjadi sangat berarti bagi perkembangan sel saraf otak
anak.

*Perlu Kesabaran*
Orangtua yang tidak sabaran, mungkin cuma diam atau menjawab "tidak tahu"
saat ditanya sang anak. Kadang, pertanyaan anak malah dijawab dengan
bentakan, "Sudah diam! Jangan tanya-tanya terus. Ibu capek" Memang untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan anak itu diperlukan kesabaran, disamping
perhatian dan kepandaian dalam menjawab. Seorang ibu yang sudah disibukkan
dengan berbagai pekerjaan rumah, mungkin akan lelah menghadapi seribu satu
macam pertanyaan anaknya. Demikian juga dengan sang ayah yang sudah bekerja
seharian mencari nafkah. Rasa lelah itu bisa menghilangkan mood untuk
sekadar menjawab sang anak. Bukankah jika kita menyatakan siap punya anak,
secara otomatis kita juga harus siap "direpoti".

Adalah salah besar jika hanya karena alasan sibuk atau capek, lalu orangtua
mematikan rasa ingin tahu sang anak.Sebisa mungkin, walau sedang sibuk
bekerja, kita tetap berusaha memberi perhatian pada anak. Sambil memasak,
seorang ibu bisa menjawab pertanyaan anak. Sambil membersihkan rumah pun
bisa terus mengobrol dengan mereka.Sekali lagi, dalam hal ini memang
dibutuhkan kesabaran tinggi. Dalam menjawab pun kita harus menunjukkan
perhatian, yang bisa ditampakkan lewat mimik muka dan cara menjawab dengan
nada bersungguh-sungguh.

*Jawablah dengan Benar*
Orangtua tak perlu memberikan jawaban panjang atau berbelit-belit, sehingga
malah sulit dimengerti anak.Cukuplah menjawab pertanyaan anak dengan jawaban
pendek dengan bahasa yang disesuaikan dengan pemahaman anak. Jangan pernah
menjawab pertanyaan anak dengan sembarangan. Jika menjawab, jawablah dengan
benar. Jika orang tua tidak tahu jawaban yang benar, tak usah mencoba
berbohong. Lebih baik katakan tidak tahu, dan cobalah menerangkan di lain
waktu bila jawabannya sudah didapat. Sebagaimana contoh kasus di awal
tulisan ini, Abu Asma - berusaha menjawab pertanyaan putrinya dengan
jawaban-jawaban pendek yang mudah dipahami.

Beruntunglah anak bila orangtuanya selalu berusaha menjawab pertanyaannya
dengan benar. Selain bisa memuaskan hatinya, jawaban itu juga akan menambah
pengetahuan dan wawasannya.

Sayangnya, tak sedikit orangtua yang suka memberikan jawaban tidak benar
pada anak. Misalnya saat Hasan (5) bertanya pada ibunya tentang gempa yang
menyebabkan genting-genting di rumahnya melorot ke bawah.
"Kok terjadi gempa kenapa Bu?"
"Karena ada raksasa besar yang mengamuk di dalam laut, jadi bumi
bergoncang."
Mungkin jawaban tersebut bisa diterima oleh daya imajinasinya, akan tetapi
jawaban itu tidak menambah perbendaharaan pengetahuannya. Jawaban semacam
ini sangat tidak bermanfaat, dan harus dijauhi oleh para orangtua.
Seharusnya pertanyaan Hasan bisa dijawab
"Gempa itu penyebabnya bisa bermacam-macam. Salah satunya karena ada gunung
meletus di daratan atau lautan, jadi bumi bergoncang."
Jika Hasan masih penasaran dengan sebabsebab gempa lainnya, ibu bisa
mencarikan referensi, misalnya buku atau majalah yang membahas tentang
gempa, untuk dibacakan atau dibaca sendiri oleh Hasan.

*Kemampuan Otak Balita*
Mungkin kita mengira, anak-anak balita itu selain lugu juga tak tahu apa-apa
tentang alam semesta kehidupannya. Tapi adalah kesalahan besar jika kita
menganggap mereka bodoh, karena mereka mempunyai daya tangkap dan daya ingat
yang jauh lebih hebat dari yang kita pikirkan. Dari sekian banyak
pertanyaannya yang dia ajukan dalam sehari, pasti ada yang masuk dan direkam
baik-baik dalam otaknya.

Ya, balita memang memiliki kemampuan menangkap pengetahuan dengan hebat,
karena otak mereka belum dipengaruhi untuk memikirkan hal-hal lain. Sebuah
pertanyaan saja, bagi anak ibarat mempelajarisebuah bab pelajaran di sekolah
sebagaimana yang dipelajari kakak-kakaknya. Maka jawabannya akan sangat
berarti untuk mengasah ketajaman otaknya. Yang perlu dikhawatirkan justru
kalau anak terlalu pendiam, dan tidak ingin tahu banyak tentang segala
sesuatu. Ia tidak pernah bertanya, dan tidak tertarik dengan adanya benda
baru. Anak seperti ini harus "dipancing" untuk membangkitkan rasa ingin
tahunya. Orangtua bisa memulai dengan mengajukan pertanyaan,
"Azmi, mengapa kalau siang tampak terang dan malam tampak gelap?" Atau,
"Kamu dan ayam sama-sama punya kaki. Mengapa kamu bisa menendang bola, ayam
tidak?"

Dengan pertanyaan menarik diharapkan anak akan terangsang, kemudian
menanyakan segala sesuatu. Makin sering orangtua memancing dengan berbagai
pertanyaan menarik, tentu anak akan meniru tindakan orangtua.

Untuk mengembangkan kemampuan anak bertanya, bimbinglah anak untuk
mempraktikkan kunci utama pertanyaan, yaitu 5W+1H. Yang dimaksud 5W+1H
adalah what (apa), when (kapan), where (di mana), who (siapa), why (mengapa)
dan how (bagaimana) Selain itu orang tua juga bisa menyediakan buku bacaan
atau majalah islami untuk anak-anak. Melihat gambar-gambarnya yang menarik
dan berwarna-warni, bisanya anak-anak akan tertarik untuk mempertanyakan apa
yang ia lihat.

Jika anak tetap belum banyak bertanya seperti yang kita harapkan, maka
orangtua yang harus aktif menyakan segala sesuatu tentang gambar-gambar atau
kisah di buku tersebut. Yang mesti disadari, proses ini membutuhkan waktu
dan memerlukan kesabaran.

Semoga kita memiliki putra-putri yang shalih dan pintar.

Maraji:

Mendidik dengan Cinta, Irawati Istadi. Pustaka Inti.

Majalah Nikah Online





-- 
"Orang yang meninggalkan sholat dengan sengaja dan tanpa
menyesal. Orang itu dosanya lebih besar dari pada seribu kali berzina"

=============================
++ Doa, Usaha, Ikhtiar dan Tawakal ++
=============================

Kirim email ke