Info dari Milis Sebelah:
------------------------------ 

 Ketika saya lulus menjadi seorang dokter, terus terang saya bagaikan
orang
 buta yang baru pernah melihat merasa senang kegirangan karena status 
 dokter
 yang saya sandang, tetapi masih meraba raba juga karena belum tahu apa 
 yang
 harus saya lakukan.

 Menangani pasien pertama kalinya (sebagai seorang dokter tentunya) 
 merupakan
 suatu kebanggaan tersendiri. Pasien datang, mendengarkan keluhannya,
 memeriksa, dan memberikan obat.
 Puas? Tentu saja puas rasanya. Pasien puas, karena keluhan berkurang 
 bahkan
 menghilang. Dan bulan berikutnya pasien ada keluhan mereka kembali
kepada
 saya karena merasa cocok dengan obat yang saya berikan.

 Sebagai catatan ketika saya bilang pasien, termasuk orang tua pasien
untuk
 pasien saya yang tergolong anak anak. Anggap saja saya sedang
membicarakan
 pasien anak anak.

 Tapi apakah saya sudah menangani pasien tersebut dengan baik? Tentu
saja
 TIDAK jawabannya.
 Mengurangi keluhan pasien bukan berarti menyembuhkan, bahkan tanpa 
 disadari
 bisa membahayakan pasien.

 Ada satu titik balik dimana saya menyadari terdapat kesalahan dalam
 penanganan pasien saya selama ini, dan di kemudian hari saya bertemu 
 dengan
 komunitas yang membuat saya semakin belajar dan belajar setiap harinya.

 Sebelumnya puyer menjadi andalan saya, pasien (orang tua pasien) puas, 
 waktu
 yang dibutuhkan untuk menangani pasien jauh lebih singkat. Cukup
berkata: 
 oh
 ini batuk pilek, obatnya cukup minum, 3 hari tidak sembuh balik
kembali.
 Rutinitas yang saya lakukan selama sekitar 6 bulan pertama saya menjadi
 dokter.

 Sampai suatu saat saya menemukan suatu kejadian yang begitu menampar
saya.
 Datanglah seorang pasien berumur 5 bulan, datang dengan keluhan mencret
 mencret. Seperti biasa, meresepkan puyer sepertinya sudah ada cetakan
 tersendiri di otak saya. Lalu saya berikan resep puyer yang kurang
lebih
 fungsinya menghentikan kerja usus, sehingga keluhan mencret mencret
 berkurang.
 Apa yang terjadi. Apakah puyer yang saya berikan menjadi solusi atas
kasus
 pasien saya? Ternyata tidak. Pasien saya tidak mencret lagi, tetapi
jatuh 
 ke
 dalam kondisi dehidrasi sedang. Karena apa? Sudah merasa yakin dengan 
 puyer
 yang saya berikan, sehingga lupa dengan tata laksana diare akut yang
 seharusnya, pemberian larutan rehidrasi oral.

 Sejak saat itu saya menyesal, bukan hanya menyesali perbuatan saya yang
 melupakan guideline, tetapi penyesalan itu dilanjutkan dengan
penyesalan
 dengan entah berapa resep puyer yang saya berikan.

 Terkadang saya merasa, Tuhan sangat baik terhadap saya. Masih menuntun 
 saya,
 meskipun dengan tamparan, ke jalan yang seharusnya.

 Ketika saya masih merasa tidak ada yang salah dengan puyer, tapi di
 komunitas itu memperdebatkan penggunaan puyer. Lalu saya bertanya pada 
 diri
 saya sendiri. Saya yang salah atau mereka yang menentang puyer yang
tidak
 mengerti.

 Lalu pertanyaan pertanyaan yang mengalir di komunitas itu membuat saya 
 lebih
 membuka mata saya, memanfaatkan teknologi canggih untuk memperbaharui
 keilmuan saya. Dan ternyata sebenarnya itu bukan ilmu baru, hanya saja 
 saya
 yang terlalu malas dan bodoh untuk mengamalkan pelajaran saya yang
 semestinya.

 Mengapa saya harus memberikan puyer? Saya tidak hidup di daerah yang
 terpencil. Dimana akses untuk obat obatan dosis anak mungkin sulit
sekali.
 Dan kalaupun membutuhkan obat hanya satu jenis saja, tapi rasanya
 parasetamol sirup bisa diusahakan, hanya kalau terdesak baru
menggunakan
 parasetamol tablet yang dihancurkan (note hanya parasetamol tablet)

 Ya... saya telah bermain main dengan 3 hal. Puyer, polifarmasi, dan
 pengobatan yang tidak rasional.

 Lalu kemanakah ilmu farmakologi saya. Menguapkah seiring dengan
kenaikan
 tingkat saya. Lupakah saya bahwa setiap obat dikemas sedemikan rupa
sesuai
 dengan cara penggunaannya. Lupakah saya dengan interaksi obat. Dua obat

 yang
 dicampur saja risiko interaksi obat cukup berat, apalagi tiga atau
empat
 macam obat. Mungkin saya tidak lupa dengan interaksi obat, tetapi saya 
 tidak
 paham betul dengan interaksi obat.

 Lalu dimana ilmu klinis saya. Apa iya setiap pasien dengan keluhannya, 
 yang
 diterapi adalah keluhannya bukan diagnosis atau penyakit itu sendiri.

 Apa iya saya harus memberikan puyer hanya karena pasien saya (orang tua
 pasien) merasa hanya puyer yang manjur untuk keluhan anaknya.
 Apa iya saya harus memberikan puyer hanya untuk mempersingkat waktu
 kunjungan dibanding saya harus menjelaskan panjang lebar mengenai 
 diagnosis
 penyakitnya.
 Apa iya demi semua kenyamanan orang tua, maka anak kecil harus menerima
 risiko yang ditimbulkan oleh puyer.
 Apa iya memberikan puyer supaya harga obat yang harus ditebus bisa
lebih
 murah? Lalu bagaimana dengan risiko penyakit yang ditimbulkan dari
puyer,
 apa bisa tergantikan dengan harga obat yang murah.

 Saya tidak bisa membayangkan ketika parasetamol berinteraksi dengan 
 diazepam
 atau berinteraksi dengan luminal, akan menghasilkan metabolit yang
justru
 membahayakan hati anak tersebut yang nota bene belum berfungsi dengan 
 baik.
 Baru parasetamol saja, belum obat obatan yang lainnya.

 Saya belajar dan belajar lagi. Sekali lagi Tuhan sayang sekali kepada 
 saya.
 Masih diberikannya kesempatan saya untuk memperbaiki diri saya.

 Mengapa harus puyer? Jikalau keluhan yang disebabkan oleh virus sembuh
 sendiri dan tidak membutuhkan terapi apapun. Mengapa harus puyer, jika
 parasetamol sangat terjangkau dan dapat didapatkan di puskesmas dengan
 gratis. Kalaupun tidak ada dosis yang sesuai, mengapa tidak sertakan
 pemberian pipet atau spuit tanpa jarum untuk membantu pemberian obat.
Atau
 parasetamol tablet pediatrik pun bisa digunakan.
 Apa tidak tahu bahwa anak batuk tidak boleh diberi obat batuk?
 Apa tidak tahu bahwa diare tidak boleh diberi obat diare?
 Apa tidak tahu bahwa muntah tidak boleh diberi obat muntah?
 Lalu apa gunanya diagnosis? Terapi sesuai dengan diagnosis bukan "a
pill 
 for
 an ill". Obat obatan simtomatik yang terkandung di puyer, tidak
 menyelesaikan permasalahan, justru menimbun penyakit diam diam, efeknya
 tidak hari ini tapi di masa depan.

 Mengapa harus puyer, jikalau saya yang tidak paham mengenai
farmakodinamis
 dan farmakokinetik obat ini tidak berpikir secara higinis. Bersihkah 
 mortar
 tempat membuat puyer, dapat menjamin tidak tercampur dengan bahan bahan

 lain
 atau tidak?

 Mengapa harus puyer, jikalau saya yang harus menguasai keluhan umum,
harus
 membabi buta dengan memberikan puyer pada setiap keluhan pasien tetapi 
 tidak
 mengindahkan kaidah "good manufacturing practice", dan apakah saya bisa
 menjamin bahwa campuran itu homogen dan pembagian dosisnya sudah sesuai
 ditiap-tiap bungkus puyer itu.

 Apa saya bisa menjamin semuanya. Menjamin bebas dari interaksi obat,
 menjamin kebersihannya, menjamin bahwa obat itu fungsinya tidak berubah
 ketika bentuknya tidak sesuai dengan yang seharusnya?

 Apa disekitar saya begitu terbatasnya sehingga saya tidak bisa
memberikan
 obat yang berbentuk sirup?

 Apa saya tidak bisa meyakinkan kepada pasien bahwa, yang diterapi
adalah
 penyakit/diagnosis bukan keluhannya?

 Apakah dektsrometorfan, luminal, efedrin, diazepam, kodein, ambroksol,
 bromheksin, papaverin, teofilin, antibiotik, dan beberapa jenis obat 
 lainnya
 yang sering diresepkan pada puyer anak sebegitu mendesaknya untuk 
 diberikan
 kepada anak sehingga melupakan kaidah pengobatan yang seharusnya?
 Apakah itu menjadi nilai ekonomis?

 Jika puyer membantu, maka mengapa tidak ada standar dalam pembuatan
puyer?
 Apakah setiap dokter sama seperti rumah makan memiliki resep tersendiri
 dalam pemberian obatnya? Lalu apa bedanya ilmu yang dipelajari? Apa 
 gunanya
 Guideline, apa gunanya text book?

 Sampai saat ini saya tetap berkata tidak kepada puyer untuk menghindari

 diri
 dari kesalahan-kesalahan yang pernah saya lakukan sebelumnya, Karena 
 menjadi
 dokter adalah amanah yang cukup berat. Memegang janji antara saya
dengan
 Tuhan saya Allah SWT. Jika saya tidak menggunakan puyer semata mata
saya
 takut dengan sang Khalik. Takut tidak menjalankan amanah dengan sebaik
 baiknya.


--------------------------------------------------------------
Info tanaman hias: http://www.toekangkeboen.com
Info balita: http://www.balita-anda.com
Peraturan milis, email ke: peraturan_mi...@balita-anda.com
menghubungi admin, email ke: balita-anda-ow...@balita-anda.com

Kirim email ke