Asuransi
Syariah adalah sebuah solusi
Ketika
Pak Rachman meninggal dunia karena mobil yang baru dibelinya
bertabrakan, maka yang ‘tertinggal’ bukan hanya sebuah mobil baru
yang rusak berat, melainkan juga seorang janda beranak yatim 2 orang.
Selain itu 60 bulan beban angsuran rumah bertipe 36 masih tersisa.
Tak terbayangkan betapa besar beban keuangan (resiko finansial) yang
harus ditanggung oleh janda muda yang selama ini mengandalkan
pendapatnnya hanya dari penghasilan suami yang pegawai swasta itu.
Bagaimana pula dengan masa depan kedua anak balitanya? Mungkinkah ia
tumbuh sehat dan terdidik sebagaimana halnya anak-anak lainnya?

Ia
memang bukan kisah nyata, tetapi tidak mustahil bisa dialami oleh
siapa saja. Jika demikian halnya, maka bagaimana antisipasinya?

Dari
sudut pandang Islam, membantu dan menyantuni mereka yang mengalami
musibah merupakan kewajiban. Berbagai ayat Al-Quran mengisyaratkan
hal itu, antara lain dalam surat Al-Baqarah ayat 177 dan surat
Al-Maa’un ayat 1-7. Semua ini merupakan wujud kepedulian terhadap
sesama, sekaligus indikasi ketakwaan kepada Allah SWT. Bukankah
Rasulullah SAW telah menyatakan bahwa orang-orang beriman antara satu
dengan yang lain adalah bagaikan bangunan yang saling menguatkan,
sehingga apabila satu bagian menderita sakit, maka bagian tubuh yang
lain akan turut merasakannya.

Selain itu, Allah SWT juga
meminta perhatian kita yang sungguh-sungguh untuk tidak meninggalkan
generasi yang lemah (QS. An-Nisa: 9), baik akidah, intelektualitas,
ekonomi maupun fisiknya.

Persoalannya, bagaimana tuntunan
luhur ini dilaksanakan dan dilembagakan, sehingga dapat mencakup
khalayak yang lebih banyak, di samping bantuan atau santunan yang
diberikan cukup berarti untuk memberdayakan atau memulihkan kondisi
keuangan mereka yang ditimpa musibah.

Ada hadits yang
bermakna: "Kebenaran yang tidak bersistem akan dikalahkan oleh
kebatilan yang sistematis.

Asuransi

Solusi
preventif yang lazim ditawarkan dalam menghadapi persoalan serupa
adalah asuransi, yang terdiri dari:

        Asuransi Umum, yaitu jenis
        perlindungan yang dikaitkan denga kerugian atau kerusakan/kehilangan
        harta benda yang dimiliki seseorang 
        

Asuransi
        Jiwa, yaitu jenis perlindungan yang dikaitkan dengan hidup matinya
        seseorang. Tiga tipe dasar produk asuransi jiwa, yaitu: term
        insuransce
        (asuransi berjangka, manfaat dibayarkan jika mengalami musibah
        meninggal dalam masa perjanjian), whole
        life insuranceendowment insurance
        (asuransi dwiguna, manfaat asuransi dibayarkan jika peserta
        meninggal dalam masa perjanjian atau hidup sampai akhir perjanjian).
        (asuransi seumur hidup, manfaat asuransi dibayarkan jika peserta
        meninggal), dan 
        

Jenis
dan tipe asuransi manapun, pada dasarnya bertolak dari asas kerjasama
(cooperation)
dan saling membantu (mutuality),
yang sesungguhnya sejalan dengan prinsip-prinsip Islam. Asas
kerjasama dan saling membantu dalam asuransi secara operasional
diterjemahkan sebagai perjanjian
di antara penanggung (perusahaan asuransi) dan tertanggung (peserta
asuransi) dengan penanggung menerima premi dari tertanggung untuk
mendapatkan pertanggungan manakal tertanggung mengalami kerugian,
kerusakan atau kehilangan disebabkan oleh peristiwa yan tidak pasti
dan tanpa kesengajaan; atau penanggung memberikan suatu pembayaran
yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang.

Asuransi
menurut pola operasional demikian, berdasarkan akadnya dapat
dikategorikan sebagai pertukaran (raqad
mu’awadhah),
layaknya jual beli. Penanggung (perusahaan asuransi) memberikan
jaminan atau pertanggungan kepada tertanggung dan untuk itu
tertanggung (peserta asuransi) membayar premi. Besar pertangungan dan
premi serta masa perjanjian disepakati oleh kedua belah
pihak.

Pertukaran dengan cara seperti ini dalam pandangan
Islam mengandung cacat berupa ketidakpastian atau gharar,
karena disandarkan pada peristiwa yang tidak pasti. Produk dwiguna
misalnya, peserta berkewajiban membayar (mengangsur) premi jika
peserta hidup selama masa perjanjian untuk mendapatkan uang
pertanggungan yang jumlahnya sudah ditentukan. Ketidakpastian dalam
contoh ini adalah besarnya premi yang dibayarkan, karena pembayaran
premi ini disandarkan pada hidup atau matinya peserta dalam masa
perjanjian. Sebaliknya untuk produk asuransi berjangka,
ketidakpastian terletak di dalam besarnya pertanggungan yang akan
diterima oleh tertanggung.

Selanjutnya, transaksi yang
mengandung ketidakpastian semacam ini dapat merugikan salah satu
pihak, dimana pada umumnya pihak pesertalah yang paling dirugikan.
Pihak peserta atau ahli warisnya dapat menerima uang pertanggungan
lebih besar atau lebih kecil dari premi yang dibayarkan atau tidak
menerima uang pertanggungan sama sekali. Dengan kata lain berasuransi
identik dengan untung-untungan, yang dalam terminologi fikih Islam
disebut maysir. Dalam kasus lain, jika peserta berhenti sebelum masa
perjanjian berakhir, terutama pada awal periode perjanjian, pada
umumnya peserta tidak mendapatkan pengembalian premi yang telah
dibayarnya (hangus), atau mendapatkan pengembalian dalam jumlah yag
sangat kecil dibandingkan dengan premi yang telah dibayarnya.
Sebagian besar dana premi yang diterima perusahaan kemudian
diinvestasikan. Dalam kaitan ini, akad pertukaran tidak mensyaratkan
kejelasan dalam alokasi dana premi, karena dana premi yang telah
dibayarkan oleh pesera, berstatus milik perusahaan.

Dengan
demikian perusahaan dapat menginvestasikan dana premi itu kemana saja
dan dengan cara apapun, termasuk di bidang-bidang usaha yang
mengandung unsur maksiat atau dilarang oleh syariat (riba, minuman
keras, pornografi, dll). Jika dana premi dan hasil investasinya
menjadi sumber uang pertanggungan, maka peserta yang menerima uang
pertanggungan itu tidak bisa menghindarkan diri dari mengkomsumsi
dana ribawi ataupun dana yang bersumber dari usaha maksiat
lainnya.

Asuransi
Syariah

Ajaran
Islam yang mulia memerintahkan kita untuk menyantuni orang yang
kehilangan harta benda, kematian kerabat, maupun musibah lainnya.
Tindakan tersebut merupakan wujud kepedulian dan solidaritas (itsar),
serta tolong-menolong (ta’awun) antar warga masyarakat, baik muslim
maupun non-muslim. Dengan cara demikian rasa persaudaraan (ukhuwah)
akan semakin kokoh. Mereka yang ditimpa musibah tidak dirundung
kesedihan yang berlarut-larut dan tidak terjerembab dalam
keputusasaan, bahkan terhindar dari kemungkinan terpuruk dalam
kemiskinan atau kehilangan masa depan. Akan tetapi cara-cara
penyantunan itupun harus sejalan dengan syariat (QS 42: 13). Tidak
boleh mengandung unsur gharar (ketidakpastian), maysir
(untung-untungan), riba, dan hal-hal lain yang bersifat maksiat.
Denga kata lain, ta’awun harus diletakkan di atas nilai-nilai
ketakwaan untuk kebajikan, dan bukan pelanggaran hukum syariah yang
dapat menimbulkan pertentangan atau permusuhan. Hal ini sebagaimana
perintah Allah dalam surat Al-Maidah:2 : ” Saling tolong
menolonglah kalian dalam kebajikan dan takwa, dan jangan kalian
saling tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan”

Asuransi
syariah merupakan sistem alternatif, tepatnya pengganti, atas pola
asuransi konvensional yang menerapkan sistem atau akad pertukaran
yang tidak sejalan dengan syariat Islam. Pada sistem asuransi
syariah, setiap peserta bermaksud tolong-menolong satu sama lain
dengan menyisihkan sebagian dananya sebagai iuran kebajikan
(tabarru’). Dana inilah yang digunakan untuk menyantuni siapapun
diantara peserta asuransi yang mengalami musibah. Jadi bukan dalam
bentuk akad pertukaran dianatara dua pihak, melainkan akad untuk
saling tolong-menolong (takaafuli) di antara semua peserta.

Seluruh
dana premi yang terhimpun dikelola oleh perusahaan untuk investasi,
re-asuransi, penyaluran manfaat asuransi, dan distribusi surplus
operasi. Untuk semua jasa pengelolaan ini, perusahaan meminta
kontribusi peserta yang jumlahnya pasti dan disetujui oleh peserta,
serta bagian dari surplus operasi sesuai kesepakatan perusahaan
dengan peserta yang prosentase nisbahnya ditetapkan sejak
awal.

Solidaritas,
Transparansi, dan Konsistensi

Fenomena
asuransi syariah adalah fenomena yang unik (al-ghuraba) di tengah
arus ekonomi yang kapitalistik dan individualistik. Secara finansial,
sistem asuransi syariah memungkinkan perolehan (manfaat) yang lebih
baik. Bersamaan dengan itu, semangat solidaritas pun dipupuk melalui
iuran kebajikan (tabarru’) peserta asuransi.

Sistem tabarru’
dan bagi hasil (mudharabah) yang ditetapkan dalam pola operasional
asuransi syariah mengharuskan adanya transparansi di dalam status
dana dan pengelolaannya. Demikian pula dalam hal kontribusi biaya
pengelolaan, yang disisihkan sedikit dari premi tahun pertama saja,
ditetapkan dengan jelas dan menjadi bagian dari kesepakatan peserta.
Oleh karena itu sejak awal peserta mengetahui dengan jelas komponen
premi yang disetorkannya, yaitu tabarru’ (iuran kabajikan),
tabungan (hak mutlak peserta), dan kontribusi biaya pengelolaan (30%
premi tahun pertama). Selain itu, peserta dapat melihat perkembangan
dari waktu ke waktu perkembangan nilai tunai polisnya, yakni
akumulasi tabungan dan bagi hasilnya. Oleh karenanya ketika peserta
bermaksud mengundurkan diri dalam masa perjanjian karena sesuatu hal,
nilai tunai yang dapat diterimanya dapat dihitung nilainya dan jelas
sumbernya (berasal dari tabungan dan bagi hasilnya). Demikian pula
halnya klaim meninggal yang diterima oleh ahli waris peserta, terdiri
dari manfaat asuransi atau santunan kebajikan (bersumber dari
tabarru- tabarru’ peserta), tabungan yang sudah disetorkan dan bagi
hasil tabungannya itu.

Dalam hal investasi, selain
pertimbangan profitabilitas, kesesuaian usaha dengan ketentuan
syariah merupakan faktor penentu keputusan investasi. Oleh karena itu
peran Dewan Pengawas Syariah menjadi sangat penting di dalam dinamika
pengembangan usaha asuransi syariah, hal yang tidak ditemukan di
dalam asuransi konvensional.

Akhirnya, tidak keliru jika
dikatakan bahwa operasionalisasi asuransi syariah seperti diuraikan
di atas dan keterlibatan Dewan Pengawas Syariah di dalam keseluruhan
mata rantai aktivitas dan produk asuransi syariah menggambarkan
konsistensi asuransi syariah sebagai sebuah sistem ta’awun
(kerjasama tolong-menolong) yang berpijak pada nilai-nilai syariah
Islam.

(Sumber: "Takaful Asuransi Islam" oleh Tim
Takaful) 





Jadi
tunggu apa lagi, Sekaranglah saatnya berhijrah ke TAKAFUL, asuransi
syariah yang Amanah, LEBIH Berpengalaman dan Professional.
copy and paste dari
http://www.takaful99.blogspot.com
Rusni, financial planner PT Asuransi
Takaful Kelaurga
asuransi pertama dan terbaik syariah, 
ph: 0813.15.256839/021 98615909
rusni_taka...@yahoo.com



      

Kirim email ke