Belajar atau Bermain?
 

Kata "belajar" pada umumnya adalah kata yang mengerikan buat sebagian anak. 
Belajar identik dengan sesuatu yang susah, tidak menyenangkan, membosankan, dll.
Sebaliknya, "bermain" lebih menjadi pilihan kegiatan anak. Kalo disuruh 
memilih, anak akan memilih bermain daripada belajar.
 
Padahal, belajar dan bermain itu adalah kegiatan yang tidak berlawanan. Belajar 
dan bermain adalah kegiatan yang berdiri sendiri. "Tools"nya saja berbeda, 
belajar secara umum menggunakan buku dan alat tulis, sementara bermain ya 
menggunakan permainan.
 
Bagaimana kalo dibalik, belajar menggunakan permainan atau alat-alat lain 
selain buku? Bermain menggunakan buku dan alat tulis? Di sinilah dibutuhkan 
kreatifitas orang tua untuk mengajak anak bagaimana melakukan aktivitas belajar 
dan bermain secara bersamaan.
 
Misalnya, kegiatan belajar matematika menggunakan robot-robotan. Misalnya saja 
anak kita punya mainan berupa robot. Kita ajak dia main perang antar dua kubu 
robot. Nah.. tiap robot diberi "label power" dengan angka yang beda-beda. 
Misalnya robot-1 powernya 5 (skala 10), robot-2 powernya 8, dst. Kemudian bikin 
dua grup robot secara acak. Kemudian dua grup robot itu diadu, grup mana yang 
total powernya lebih besar itu yang menang. Di sini, anak bisa belajar 
penjumlahan bilangan bulat.
Nah, skenarionya bisa diubah-ubah.. misalnya disebuah pertempuran, ada satu 
robot yang mati (hancur), jadi sisa power grup robot itu tinggal berapa? (di 
sini si anak bisa belajar pengurangan).
Kalau mau belajar perkalian, kita bikin saja semua robot mempunyai power yang 
sama. Dst..
 
Bagaimana halnya dengan bermain menggunakan alat tulis? Kegiatan "bermain" yang 
menggunakan alat tulis yang paling banyak digemari adalah menggambar, melipat, 
atau permainan gunting tempel. 
Pelajaran IPS dan Sejarah misalnya, bisa kita combine melalui permainan gunting 
tempel. Kita bisa siapkan sebuah peta negara Indonesia yang agak besar. 
Kemudian kita cari gambar-gambar foto pahlawan nasional (bisa dicari 
diinternet), dan kita ajak si anak menempelkan foto pahlawan sesuai dengan 
daerahnya masing-masing. Dari "peta" itu si anak bisa melihat kalo "ooo.. 
ternyata Sultan Hasanuddin rumahnya berjauhan ya sama Teuku Umar".. atau.. kalo 
si anak kritis, bisa saja dia bertanya, "Ma.. kok di sini nggak ada 
pahlawannya?" :)
 
Atau.. bisa juga dengan permainan "timeline". Di permainan ini, anak bisa lebih 
kritis melihat kronologis kejadian sejarah. Misalnya kita menggambar garis atau 
menggantung tali yang panjang yang melambangkan riwayat waktu. Kemudian si anak 
menempelkan atau menggantungkan potongan informasi sejarah yang dia peroleh 
dari sekolahnya, misalnya tahun berapa terjadi perang Diponegoro. Tahun berapa 
Thomas Alva Edison menemukan bola lampu pijar. Jadi dia bisa bandingkan, waktu 
perang Diponegoro terjadi, bola lampu pijar sudah ditemukan atau belum? :) 
Semakin banyak kejadian yang disimpan, semakin luas wawasan si anak tersebut.
Terus terang, ide permainan ini muncul waktu saya membaca sejarah kekalahan 
Napoleon Bonaparte dan sejarah meletusnya Gunung Tambora.. ternyata kedua 
kejadian tersebut saling berhubungan. Seandainya Gunung Tambora tidak meletus, 
bisa saja Napoleon memenangi pertarungan Waterloo, Belgia. Padahal dua kejadian 
tersebut (Gunung Tambora dan Napoleon) berada dalam topik kajian berbeda.
 
 
Anyway..
Bagaimana dengan jaman yang serba canggih sekarang ini dimana hampir semua 
permainan anak didominasi oleh perangkat elektronik dan digital? Untuk digital 
games (PC Games, PS, dsj) memang tidak direkomendasikan. Sebenarnya, games 
tersebut cukup bagus untuk melatih kecepatan berpikir anak, cuma yang 
disayangkan adalah efek "kecanduan" yang ditimbulkan dan kurangnya rangsangan 
motorik. Kalopun "terpaksa" harus bermain game jenis ini, maka game tipe puzzle 
adalah yang direkomendasikan. Game ini melatih kemampuan anak dalam memecahkan 
permasalahan. Kalau kita amati, anak yang gemar bermain game puzzle rata-rata 
kemampuan (IQ)-nya berada di atas rata-rata. Lagipula, efek kecanduan yang 
ditimbulkan oleh game jenis ini relatif lebih sedikit daripada game tipe yang 
lain.
 

Intinya, bagaimana membuat kegiatan belajar si anak menjadi menyenangkan, dan 
bagaimana membuat kegiatan bermain anak menjadi lebih bermanfaat.
Bukan tidak mungkin suatu saat anak anda akan datang menghampiri anda dengan 
semangat dan mengajak anda, "Ma.. kita belajar lagi yuk..!"
 
 
(cmiiw)
Wassalam,
iw al
(disadur dari diskusi di milih sekolah-rumah)

Kirim email ke