Mendidik Calon Jenderal

Kisah ini saya peroleh dari Mbak Neno Warisman, ketika beberapa tahun yang
lalu berceramah di kantor saya. Sangat berkesan, sehingga sampai sekarang
saya masih ingat. Mudah-mudahan Mbak Neno Warisman (di manapun berada)
berkenan kisah ini saya share, dan semoga banyak yang dapat memperoleh
manfaatnya.

Beberapa puluh tahun yang lalu, di sebuah desa di Jawa Tengah, tinggal
seorang Ibu dengan seorang anak laki-lakinya, yang bernama Joko (saya
lupa-lupa ingat nama sebenarnya).
Sebagaimana pada umumnya rumah di desa, di belakang rumah itu terdapat
kandang ayam peliharaan keluarga. Maka di halaman belakang itu
berkeliaranlah ayam-ayam, termasuk kotorannya yang menghiasi seluruh penjuru
halaman.

Siang itu Joko sedang bermain di halaman belakang, ketika tiba-tiba seekor
ayam hinggap dan membuang kotorannya tepat di paha Joko.

Sontak Joko pun menangis, memanggil ibunya yang saat itu sedang memasak di
dapur. "Ibuuuu", begitu teriak Joko berulang-ulang sambil menangis merengek,
sampai ibunya datang menghampirinya.
"Ada apa Nak? Ibu kan sedang memasak di dapur untuk kita makan siang nanti.
Kamu kenapa Nak?", tanya sang Ibu dengan sabar.
"Iniiiiii", kata Joko, masih menangis merengek, sambil menunjuk ke kotoran
ayam yang ada pahanya.
"Ooo, ada kotoran ayam ya? Nih, Ibu bersihkan ya", kata sang Ibu sambil
menyingkirkan kotoran ayam itu ke tanah halaman.
"Tuh, sudah bersih, menangisnya berhenti ya", kata sang Ibu.

Sang Ibu pun kembali ke dapur, mencuci tangan, untuk kemudian melanjutkan
memasak.
Belum selesai Ibu Joko mencuci tangan, terdengar lagi suara Joko.
"Ibuuuuu", teriak Joko lagi, berulang-ulang, sambil menangis merengek lagi.
Sang Ibu pun kembali menghampiri Joko.
"Ada apa lagi Nak? Ada kotoran ayam lagi?" tanya Ibu Joko sambil
mencari-cari di mana kotoran ayam itu hinggap kali ini.
"Bukaaan, kembalikan lagi kotoran ayamnyaaa", teriak Joko, sambil menangis
merengek.
Ibu normal pasti naik pitam dan langsung menolak permintaan aneh seperti
itu. Tapi tidak dengan Ibu Joko. Dengan sabar dia ikuti kemauan anaknya.
"O ya? Mau dikembalikan lagi? Ya sudah, nih, Ibu kembalikan lagi ya." kata
Ibu Joko sambil mengambil kembali kotoran ayam tadi dari tanah halaman, dan
meletakkannya di paha Joko.
"Sudah ya, sekarang Ibu mau masak lagi." Ibu Joko pun kembali ke dapur,
mengulang mencuci tangan, dan bersiap-siap kembali memasak.

Belum sempat Ibu Joko mulai memasak, terdengar lagi suara Joko.
"Ibuuuuu", untuk ketiga kalinya Joko berteriak, berulang-ulang, sambil
menangis merengek.
Ibu normal biasanya sudah akan ada dalam posisi sangat naik pitam, meracau
sana-sini, kesal, karena berkali-kali dipanggil untuk hal yang tidak
penting, di tengah kesibukan yang sedang dilakukan.
Tapi apa yang dilakukan Ibu Joko? Dia tetap sabar, dan kembali menghampiri
Joko, sama seperti reaksinya ketika mendengar teriakan Joko yang pertama.
"Lho, ada apa lagi Joko?" tanya sang Ibu dengan tetap tenang.
"Bentuknya kotoran ayamnya kok beda dengan yang tadiiiiii" teriak Joko,
sambil menangis merengek.

Wah, sungguh hal yang mustahil. Bagaimana mungkin mengembalikan kotoran ayam
seperti bentuknya semula?
Ibu normal biasanya akan marah besar, dan mulai memberikan ceramah tentang
kemustahilan itu.
Apa yang dilakukan Ibu Joko?
Ibu Joko hanya berkata, "Joko, Joko, mudah-mudahan kamu kalau besar nanti
jadi Jenderal ya. Dari kecil sudah pintar sekali memberi perintah".

Dan Anda tahu apa yang terjadi pada Joko? Ketika Pak Joko menceritakan kisah
ini pada Mbak Neno, beliau sudah menjadi Jenderal bintang tiga. Betapa
kekuatan kesabaran dan doa seorang Ibu, akan membuahkan hasil yang sangat
gemilang di masa depan.

Beberapa hal yang bisa kita petik untuk kita teladani dari Ibu Joko adalah :
1. Sabar, sabar, sabar. Pada dasarnya kita pasti, sekali lagi pasti, bisa
untuk tetap bersabar.
2. Cari sisi positif dari hal yang dilakukan anak. Menyalahkan anak
seringkali justru menjadi kontra produktif, membuat anak menjadi kurang
berani. Hargai semua yang anak lakukan dan inginkan.
3. Berdoa, berdoa, berdoa. Doa adalah harapan. Doa bisa membantu terwujudnya
kenyataan. Hati-hati dengan ucapan negatif, karena juga bisa menjadi doa
yang buruk.

Semoga kita semua dapat meneladani kesabaran Ibu Joko, dan mendidik
anak-anak kita menjadi pemimpin bangsa. Amin :-)

-- 
Meutia

http://untaian-makna.blogspot.com - lintasan pikiran menebar manfaat
http://naturafia.blogspot.com - hidup sehat alami, baik untuk kita, baik
untuk alam

Kirim email ke