Maaf, mungkin untuk masalah kehamilan akan lebih banyak info yang
bisa didapat dari mailist Berbadan Dua..untuk masalah ACA, berikut salah
satu file yang saya punya...
Regards,
-------Original Message-------
Date: Wednesday,
February 19, 2003 11:51:15 AM
Subject: RE:
[berbadan-dua] ACA
Rini.... ini aku masih nyimpen file artikel ACA (soalnya
aku juga kena ACA) Setau ku info dr dok kalo ACA itu belum diketahui
penyebabnya ....
> DUA KEHAMILAN KULALUI DENGAN KELAINAN
DARAH > <<OLE Object: Picture (Metafile)>> Punggungku
sampai memar-memar karena > suntikan. Bahkan, pernah darah mengucur
deras akibat salah suntik. Enam > bulan setelah menikah, aku
dinyatakan hamil. Kabar tersebut tentu saja > membawa kebahagiaan
bagi kami karena akan segera memperoleh anak pertama. > Sayangnya,
di usia kehamilan yang ke-3 bulan, aku mengalami perdarahan. >
Awalnya kupikir karena kecapekan. Setelah 2 bulan ternyata aku
hamil > kembali. Namun, tak berbeda dengan sebelumnya, kehamilanku
ini pun > mengalami perdarahan di saat usia kehamilan yang ke-3
bulan sehingga aku > harus bed rest. Itu pun ternyata tak membantu
karena aku tetap harus > kehilangan janinku untuk kedua kalinya.
Dokter tak bisa mengatakan > penyebabnya, karena dari pemeriksaan
TORCH, aku bersih dari semua virus. > TERKENA ACA Dua kali keguguran
membuat hatiku hancur. Apalagi pada > kehamilan kedua, aku sempat
melihat calon anakku lewat pemeriksaan USG. > Hanya saja, dokter
menyatakan bahwa detak jantungnya sudah tak ada. Ya, > Allah, kenapa
aku bisa keguguran kembali padahal aku sudah menjaga > kehamilanku
semaksimal mungkin. Dokter kandunganku waktu itu menyarankan > agar
aku memeriksakan diri pada dokter spesialis darah. Setelah menemui >
dr. Djumhana, ternyata aku mengalami dua kasus. Pertama, golongan
darahku > berbeda dari golongan darah suami. Golongan darahku yang O
memiliki zat > anti A dan zat anti B. Nah, kebetulan golongan darah
suamiku adalah B. > Untunglah, perbedaan itu bukan merupakan kartu
mati, karena menurut > dokter, golongan darah B punya kemungkinan
memiliki unsur O. Jadi kans > kehamilanku 50:50. Bila yang masuk ke
tubuhku adalah faktor O maka akan > bisa memiliki anak, tapi bila
faktor B maka akan hancur sendiri. Yang > kedua, hasil laboratorium
mengatakan aku terkena ACA (anticardiolipin/ > kelainan kekentalan
darah). Setelah memperoleh perawatan selama satu tahun > dengan
mengonsumsi obat pengencer darah, aku hamil kembali. Waktu itu, >
kasus ACA masih jarang sehingga kedua dokter, baik dr. Julianto >
Witjaksono, Md, MGO dan dr. Djumhana, menanganiku dengan serius.
Aku > sendiri buta sama sekali tentang penyakit ini. Ketika dr.
Djumhana > mengatakan aku harus mendapatkan suntikan Fraxiparine
untuk mengencerkan > darah, kupikir hanya untuk hari itu saja.
Namun, betapa terkejutnya aku > ketika dokter menyatakan aku harus
mendapat suntikan itu setiap hari > selama 9 bulan. Badanku terasa
lemas, aku sempat "menawar" bagaimana bila > suntikan diganti dengan
obat. Namun dokter menjelaskan obat bisa > membahayakan janin.
Akhirnya, untuk 3 bulan pertama kehamilan, aku > terpaksa
mendapatkan dua suntikan setiap hari. Yang pertama, suntikan > untuk
menguatkan rahim dan satunya suntikan untuk mengencerkan darah. >
Bagian tubuh yang kupilih untuk disuntik adalah paha dan punggung.
Aku > tidak memilih perut karena khawatir dapat mengenai janin.
BELAJAR BERSAMA > Karena semua itu merupakan pengalaman pertama, aku
dan suami perlu belajar > bersama. Di awal kehamilan, suamiku sama
sekali tak berani ikut membantu > menyuntik. Mungkin karena enggak
tega. Aku sendiri merasa nyaman bila > tidak menyuntik sendiri.
Jadi, setiap hari aku pergi ke klinik dekat > kantor untuk meminta
bantuan suster menyuntikan Fraxiparine. > Lama-kelamaan, suamiku
akhirnya merasa siap, tapi karena takut aku > kesakitan, suamiku
menyuntik dengan perlahan-lahan. Padahal cara itu malah >
menyiksaku. Pernah juga ketika disuntik suami, darahku mengucur
deras > sekali sampai aku harus ganti baju beberapa kali. Hal itu
bisa terjadi > karena suntikannya ternyata pas menembus pembuluh
darah. Gara-gara > keseringan disuntik, punggungku sering
memar-memar bahkan beberapa kali > bengkak. Untuk mengatasi itu,
dokter memberi gel antimemar. Toh, kata > dokter, semua itu wajar
dan tak berbahaya karena suntikan yang kami > lakukan adalah
suntikan sub-kutan atau suntikan di bawah kulit. Jika arah >
suntikannya tidak tegak lurus, maka timbullah bengkak atau memar.
Terus > terang, aku menjalani kehamilanku dengan perasaan stres
karena aku > mengkhawatirkan dampak negatif suntikan yang aku jalani
selama kehamilan. > Jangan-jangan, nanti terjadi apa-apa dengan
calon anakku? Namun, tak ada > yang bisa kulakukan selain berdoa
memohon kesehatan untukku dan calon > anakku. Selain itu aku
berusaha berpikir positif, bahwa suntikan yang aku > jalani adalah
untuk kebaikan janinku. Bukankah ACA dapat menghambat > penyaluran
makanan dari ibu ke anak? Jadi, apa pun mesti kulakukan agar > calon
anakku ini sehat. Alhamdulillah, menurut pantauan dokter, janinku >
berkembang sehat. KONTRASEPSI DILARANG Di usia kehamilan yang
ke-37 > minggu, aku mengalami mulas dan kontraksinya yang cepat.
Dokter terpaksa > memberi suntikan antimulas agar aku sempat
menjalani beberapa prosedur > khusus penderita ACA sebelum
melahirkan. Esoknya, baru aku menjalani > operasi. Pada 21 Maret
2000, <B>Shafa Radita Setyoputri</B>, lahir dalam >
keadaan sehat, dengan BB 3 kg dan panjang 49 cm. Perkembangannya
hingga > sekarang pun bagus. Setelah kelahiran Shafa, dokter tak
menyarankan aku > menggunakan kontrasepsi karena dikhawatirkan akan
terjadi kontradiksi > dengan kasus darah yang aku alami. Setahun
kemudian, aku hamil kembali. > Sempat timbul pertanyaan dalam diriku
apakah kehamilanku kali ini akan > sama seperti kehamilan
sebelumnya. Padahal, sepertinya memar-memar sekitar > punggungku
akibat suntikan masih terasa nyeri. Namun, dokter menghibur > karena
belum tentu kehamilan kali ini akan terkena ACA. Syukurlah, >
setelah dilakukan pemeriksaan darah, ternyata ACA-ku normal sehingga
aku > hanya diharuskan minum obat-obatan pengencer darah. Hingga
usia 5 bulan, > kehamilan kujalani tanpa suntikan. Memasuki bulan
ke-6 ternyata dokter > mencurigai dalam diriku terjadi pengentalan
darah yang bukan karena ACA. > Jadi, pada waktu pemeriksaan darah
tidak terdeteksi. Menurutnya, ada > beberapa cara mengetahui
kekentalan darah selain dengan pemeriksaan ACA, > salah satunya
dengan D-dimer (salah satu parameter pemeriksaan > laboratorium yang
menunjukan adanya gangguan pembekuan darah, Red.). > Ternyata dugaan
dokter benar, hasil lab. D-dimer-ku tinggi sehingga untuk > amannya,
aku dianjurkan melakukan suntik Fraxiparine kembali. Namun untuk >
kehamilanku kali ini, suntikan hanya kujalani seminggu tiga kali.
Ini > berlangsung sejak usia kehamilan yang ke-6 bulan hingga 9
bulan. > Untungnya, mungkin karena semua ini bukan pengalaman baru,
aku bisa > menjalani proses itu dengan lebih ringan. Alhamdulillah,
anak kedua pun > lahir dengan selamat pada 11 November 2001. Kami
memberi nama Marsa Dwi > Setyoandita. Namun ketika lahir, BB-nya
hanya 2,5 kg sehingga sampai > sekarang pertumbuhan badannya tak
sepesat anak-anak lain. Dokter > mengatakan, hal tersebut mungkin
dikarenakan ACA. Faras Handayani > (seperti diceritakan Wieta
Virgiantiny, ibunda Shafa Radita Setyoputra dan > Marsa Dwi
Setyoandita) KAMI MENANTIKAN KIRIMAN PENGALAMAN IBU DAN BAPAK >
DALAM MEMBESARKAN SI KECIL YANG BERMASALAH MAUPUN PERJUANGAN DALAM >
MEMPEROLEH KEHADIRAN SANG BUAH HATI UNTUK DIMUAT DI RUBRIK INI.
PANJANG > NASKAH 4-5 HALAMAN FOLIO KETIK 2 SPASI. SERTAKAN FOTO ANAK
DAN ORANG TUA. > > > Thanks in advance >
-Rina- > Ada rekan/kerabat yang masih merindukan momongan
? Silahkan bergabung > dengan milis ingin-timang, kirim e-mail
ke > [EMAIL PROTECTED] >
-------------------------- > > Nomail : [EMAIL PROTECTED] >
Normal : [EMAIL PROTECTED] >
Unsubscribe : [EMAIL PROTECTED] . |