Ini ada sedikit informasi yang saya ambil dari tabloid
nakita, mungkin membantu ....

RUMAHKU SEKOLAHKU
Haruskah si batita "disekolahkan" di taman bermain dua
atau tiga kali dalam seminggu? Bagaimana kalau tidak?

Saat ini, sekolah seakan tak mengenal batasan umur.
Tak sedikit bayi usia 6-8 bulan yang baru belajar
merangkak pun sudah disekolahkan orang tuanya.
Motivasinya macam-macam, tapi yang paling sering, ya
daripada si kecil bengong di rumah cuma ditemani
pembantu atau babysitter selagi kedua orang tua
bekerja. 

Di sisi lain bukan perkara gampang menyekolahkan
batita. Maklum, kemampuan bocah usia ini untuk
bersosialisasi masih amat terbatas. Kendala lainnya
adalah mahalnya biaya sekolah di taman bermain atau
sejenisnya sehingga sebagian orang tua memilih tidak
berpartisipasi. Namun, konsekuensinya banyak orang tua
cemas bahwa kecerdasan buah hatinya bakal tertinggal
dibanding anak sebaya yang sudah "disekolahkan".
Benarkah demikian?

SEBATAS ALTERNATIF

Jangan khawatir. "Rumah merupakan sekolah yang terbaik
buat anak. Dengan kemauan keras orang tua untuk
menjadi pendidik yang baik, rumah pun bisa disulap
menjadi sekolah plus bagi anak," tepis DR. Seto
Mulyadi, M.Si., yang akrab dipanggil Kak Seto. 

Masih menurutnya, kemunculan taman bermain tak lain
adalah tuntutan zaman. Kemajuan industri dan banyaknya
wanita yang meniti karier di dunia kerja membuat orang
tua "cari aman" dengan mempercayakan pendidikan anak
mereka ke lembaga pendidikan. Lain halnya jika orang
tua memiliki kesempatan menghabiskan waktunya bersama
si kecil di rumah. 

Sebagai gambaran, Kak Seto lantas memberi contoh
konkret. Kendati saat ini ia mengelola 30.000 TK di
seluruh Indonesia, "Empat anak saya tidak ada satu pun
yang ikut playgroup atau TK, semua langsung masuk SD.
Bukan apa-apa, karena saya memang pengangguran,"
ungkapnya berseloroh. Maksudnya, Kak Seto selalu
berusaha meluangkan waktunya untuk memberi stimulasi
anak-anaknya. Apalagi berdasarkan pengalamannya
mendidik anak selama belasan tahun, "Mendidik anak itu
menyenangkan kok. Jadi, masalahnya bukan bisa atau
tidak si orang tua mendidik anaknya. Melainkan apakah
ada kemauan dari orang tua untuk belajar bagaimana
mendidik anak." 

Lalu bagaimana caranya mengoptimalkan kemampuan fisik
dan kognitif anak di rumah? "Hal terpenting, berikan
stimulasi mental dan sosial kepada anak-anak,"
tandasnya.

ANAK SEBAGAI SAHABAT

Namun, sebelum itu bisa dilakukan, pandanglah anak
sebagai sahabat dan bukan sebagai anak didik yang bisa
disuruh-suruh semaunya. Agar tercipta komunikasi yang
harmonis, orang tua mesti menyejajarkan posisinya
dengan anak. Hormatilah anak dan haknya karena dengan
menaruh hormat pada anak, anak pun akan terpanggil
untuk menghormati orang tuanya. 

Kak Seto tak memungkiri bahwa sekolah merupakan ajang
untuk bersosialisasi karena disini anak akan bertemu
dengan teman-teman sebayanya. Tapi bukankah di rumah
pun orang tua bisa mengajarkan anaknya bersosialisasi?
Caranya? Ajak anak-anak tetangga yang sebaya untuk
berkumpul di rumah atau ke tempat bermain. Tentu hal
semacam ini tidak jadi masalah bagi mereka yang
tinggal di daerah pemukiman yang satu sama lain saling
mengenal dan rata-rata memiliki anak sebaya. Kalaupun
cara ini tidak memungkinkan untuk ditempuh, toh orang
tua bisa mengajak anaknya berkunjung ke rumah kerabat
atau teman yang memiliki anak usia sebaya. 

Sebetulnya, konsep bermain antartetangga inilah yang
menjadi pemikiran awal dibentuknya lembaga pendidikan
bernama playgroup maupun TK. Itulah mengapa, Kak Seto
menyarankan agar orang tua yang tidak memasukkan
anaknya ke kelompok bermain hendaknya mengupayakan
kelompok bermain sendiri di daerahnya. Gampangnya, 3-4
keluarga yang tinggal berdekatan sering-seringlah
mengajak anak mereka bermain bersama. Tempat
bermainnya bisa berpindah-pindah dari rumah yang satu
ke rumah yang lain. Pengasuhnya juga bisa bergantian.
Hari ini orang tua si A, esok giliran orang tua si B,
lusa orang tua si C dan seterusnya.

OPTIMALKAN FASILITAS

Kalaupun hal itu tidak memungkinkan juga, bukan
masalah kok jika orang tua mendidik anaknya sendiri di
rumah. Hal terpenting yang mesti diperhatikan adalah
bagaimana agar proses belajar mengajar itu berlangsung
efektif. Artinya, meskipun suasananya santai dan tidak
formal, orang tua tidak boleh asal-asalan. "Jadi,
tetap harus memiliki program yang jelas dan terarah.
Orang tua harus tahu hal-hal apa saja yang harus
distimulasi dalam diri anaknya. Tak hanya kognitifnya,
tapi juga bagaimana mengasah motorik halus dan
kasarnya," terang Kak Seto pula. 

Tentu saja, untuk mengoptimalkan semua fasilitas yang
ada di rumah, hingga bisa lebih berdaya guna, dituntut
kreativitas tinggi. Sementara mereka yang tak memiliki
banyak fasilitas atau bahkan serbaminim, tak perlu
berkecil hati. Orang tua tetap bisa menstimulasi
anak-anaknya secara optimal. Kalau ada kardus kosong,
contohnya, orang tua bisa memanfaatkannya untuk
melatih motorik kasar anak dengan mendorong-dorong
kardus tersebut. 

Agar menjadi seorang pendidik yang baik, tandas Kak
Seto, orang tua maupun orang yang dekat dengan anak
harus memperkaya wawasannya. Banyaklah membaca
buku-buku dan media cetak yang berkaitan dengan dunia
pendidikan anak. Jangan sungkan pula untuk sering
bertanya pada para pakar pendidikan maupun psikolog
perkembangan anak. Dari sini orang tua bisa tahu,
kemampuan dan keterampilan apa saja yang harus
dimiliki anak batita sesuai tahap perkembangan
anaknya. 

Yang penting diperhatikan, fokus hasil belajar pada
tahapan usia 1­3 tahun meliputi seluruh aspek
perkembangan anak, yaitu perkembangan fisik, bahasa
dan komunikasi, daya pikir, dan perilaku. Dengan
pemberian rangsangan, diharapkan stimulasi dan
bimbingan akan meningkatkan perkembangan perilaku,
motorik, berpikir fantasi, maupun kemampuan mengatasi
frustrasi. Manfaatkan kelebihan anak usia ini yang
sudah bisa berjalan dan berlari, disamping senang
mencoba ini-itu dan menjelajahi ruangan.

Saeful Imam. Foto: Iman/nakita

PERKEMBANGAN DAN KEMAMPUAN ANAK KELOMPOK USIA 1-3
TAHUN 

HASIL BELAJAR 

Perkembangan Fisik: 

Anak dapat menggerakkan anggota tubuh untuk kelenturan
otot dan latihan keseimbangan badan. 

INDIKATOR 

Kemampuan Motorik Kasar: 

* Berdiri tanpa bantuan dan tahan agak lama

* Berjalan bila tangannya dipegangi

* Membungkuk tanpa berpegangan 

* Mencoba mendaki ketinggian (meja, kursi, atau
tangga)

Kemampuan Motorik Halus: 

* Mengambil benda dengan jarinya dengan sempurna 

* Memindahkan benda dari tangan yang satu ke tangan
lain 

* Memasukkan dan mengeluarkan benda dari wadah 

* Memukul gendang dengan alat pemukul 

* Memegang cangkir dan mencoba makan sendiri 

* Melakukan kegiatan dengan satu tangan seperti
mencoret-coret dengan alat tulis dan menggambar
bentuk-bentuk sederhana (garis dan "lingkaran" tak
beraturan)

* Memegang pensil/krayon 

* Mengaduk dengan sendok ke dalam cangkir 

* Bermain dengan balok (membuat menara, rumah-rumahan,
dan jembatan) 

* Membuka kancing baju tanpa bantuan 

* Mulai belajar memakai dan membuka kaos kaki 

HASIL BELAJAR 

Perkembangan Bahasa: 

Anak menunjukkan kemampuan bereaksi terhadap suara
atau bunyi yang didengarnya, mengerti isyarat dan
perkataan orang lain serta mengucapkan keinginannya
dalam bentuk tingkah laku dan ucapan sederhana. 

INDIKATOR 

* Mengucapkan kalimat yang terdiri dari dua kata 

* Menggunakan bahasa isyarat 

* Mengerti perintah sederhana 

* Berani mengeluarkan pendapat

* Menyebut tiga benda lengkap dengan kegunaannya 

* Menggunakan kalimat tanya dan kalimat sangkal
(ya/tidak) 

* Menyebut nama diri dan jenis kelaminnya 

* Menyatakan hak milik

* Mampu merangkai dua kata seperti "apa ini?" 

* Menyebut dirinya dengan kata "aku" 

* Bertanya dan mengerti kata-kata yang ditujukan
kepadanya 

* Menceritakan suatu kejadian sederhana

* Mengerti larangan "jangan", "tidak" dan lain lain

HASIL BELAJAR 

Perkembangan Kognitif: 

Anak menunjukkan kemampuan mengenal dan memahami
berbagai konsep sederhana dalam kehidupan sehari-hari.


INDIKATOR 

* Mulai mengenal benda milik sendiri 

* Mulai mengenal konsep warna dan bentuk

* Memecahkan masalah melalui kegiatan eksplorasi
(percobaan sederhana, sebab/akibat)

* Meniru perbuatan orang lain

* Mengumpulkan atau memasangkan dua benda sejenis 

* Mengenal posisi suatu benda (atas/bawah) 

* Menunjukkan rasa ingin tahu yang besar dengan banyak
bertanya 

* Mengenal makhluk hidup dan tak hidup dan melakukan
pengamatan, menandai dan menanggapi perubahan yang ada


HASIL BELAJAR 

Perkembangan Sosial-Emosional: 

Anak menunjukkan kemampuan menolong dan dapat
berhubungan dengan orang lain, 

Mengenal peraturan, terbiasa menerapkan disiplin,
menanamkan kebiasaan baik dan sopan santun dalam
kehidupan sehari-hari. 

INDIKATOR 

* Tolong menolong sesama teman 

* Tersenyum secara spontan 

* Menaruh minat pada hal-hal yang dikerjakan oleh
orang yang lebih besar 

* Mampu mengenal emosi orang lain 

* Mencari tempat bergantung untuk mencari rasa aman
dengan orang lain atau pengasuh. 

* Berani 

* Menunjukkan reaksi emosi yang wajar karena marah,
senang, sakit, takut 

* Mampu meniru kegiatan orang dewasa 

* Menjadi ekstrem dan keras kepala (egosentris) 

* Interaksi sosial cenderung kepada anggota
keluarganya 

* Mulai mengenal dirinya sendiri 

* Mulai berkomunikasi dengan orang-orang yang sudah
dikenal

HASIL BELAJAR 

Perkembangan Moral dan Nilai-nilai Agama: 

Anak dapat mengucapkan doa pendek dan meniru tingkah
laku orang dewasa dalam beribadah. 

INDIKATOR 

* Mengucapkan doa-doa pendek 

* Menyayangi dan memelihara semua makhluk ciptaan
Tuhan 

* Mulai menirukan gerakan-gerakan doa/salat yang
dilaksanakan orang dewasa

HASIL BELAJAR 

Perkembangan Seni: 

Anak dapat menggerakkan tubuhnya untuk melakukan
gerakan otot besar dan otot-otot kecil dalam rangka
pengembangan seni dan musik atau gerak. 

INDIKATOR

* Bertepuk tangan 

* Bergerak bebas sesuai irama musik 

* Bernyanyi dengan bimbingan orang tua atau guru 

Sumber: Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas 
 
    

--- sethiadi <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> Dear moms n dads,
> 
> Saat ini anak saya berusia 14 bulan. Dari dulu kalau
> dia melihat anak kecil lainnya dia girang sekali
> (kayaknya memang semua anak kecil gitu yah :).
> Melebihi kegirangannya bermain dengan orang dewasa.
> Tapi lingkungan kami jarang anak kecil. Apakah
> menurut moms n dads lebih baik diikutkan preschool
> saja dengan pertimbangan supaya ia bisa melihat
> teman sebayanya? Tapi apa efek negatif/positif
> sekolah dini tersebut? Mohon sharingnya dan info
> preschool di jakarta pusat yang menurut moms n dads
> para gurunya benar-benar mengerti perkembangan anak.
> 
>  
> Salam,
> Maminya Ivan
> 


__________________________________
Do you Yahoo!?
Yahoo! Search - Find what you’re looking for faster
http://search.yahoo.com

---------------------------------------------------------------------
>> Kirim bunga, buket balon atau cake, klik,http://www.indokado.com/
>> Info balita, http://www.balita-anda.com
>> Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]

Kirim email ke