(Diambil dari Koran Tempo, 6 Maret 2004)
-----------------------------------------------
Bila Anak Diplomat Jadi Tukang Parkir

Jika Anda melewati Jalan Imam Bonjol, Menteng, Jakarta Pusat, mungkin
Anda akan
sedikit heran melihat sosok seorang tukang parkir di depan Kedutaan
Besar Bulgaria
di seberang kantor Komisi Pemilihan Umum. Remaja tampan berkulit putih
itu asli
bule. Gayanya tak beda dengan tukang parkir Melayu. "Terus, terus!"
teriaknya
dengan bahasa Indonesia yang fasih seraya meniup peluit ketika memandu
sebuah
sedan hijau yang hendak parkir. Yang lebih menarik, tukang parkir ini
adalah putra
kedua Kuasa Usaha Kedutaan Bulgaria di Indonesia. Joss Rosenov namanya.
Usianya
baru 13 tahun. Jabatan orangtuanya maupun warna kulitnya tak membuat
Joss
sungkan melakukan kerja sebagai tukang parkir --satu hal yang patut
ditiru anak
Indonesia. Sambil menunggu mobil yang keluar-masuk, ia mengelap sejumlah
mobil
yang diparkir di depan kantor yang sekaligus kediaman kedua orangtuanya
sendiri.

Tak ada yang mencolok pada siswa kelas I SMP di Pakistan Embassy School
itu.
Berkaus lengan pendek dan celana panjang krem, kakinya beralas sandal
jepit. Joss
mengaku sudah setahun menjadi tukang parkir. Sebelumnya, dia pernah
menjadi
tukang ojek selama sebulan. Namun, dia kesulitan mendapatkan penumpang.
Tak
ada yang mengajaknya menjadi tukang parkir. "Saya lihat orang lain
dulu," ujarnya
seraya menunjuk tukang parkir di depan kantor Komisi Pemilihan Umum.
Joss
berterus terang, ia menjadi tukang parkir buat cari duit. Uang saku yang
diperolehnya
tidak cukup. "Cuma tiga ribu (rupiah), kalau minta lagi tak dikasih,"
katanya. Joss
ingat, mobil yang pertama kali diparkirnya setahun yang lalu adalah
Kijang. "Saya
merasa senang," kata dia seraya menambahkan, uang parkir yang diterima
untuk
pertama kalinya sebesar seribu rupiah.

Pada awalnya, Joss tidak memberitahukan orangtuanya. Dia baru bilang
setelah dua
hari menjadi tukang parkir. "Saya bilang sama Ibu dan Bapak, saya mau
cari  uang jadi
tukang parkir," ujarnya. Orangtuanya tidak melarang. Joss juga tak
menghadapi
hambatan dari tukang parkir lain. Pada saat liburan sekolah, kata dia,
pekerjaan ini
dilakoninya setiap hari dari pagi sampai malam, kecuali Minggu. Namun
hari hari
sekolah, pekerjaan itu dilakukannya sepulang sekolah.

Selain menjadi tukang parkir, Joss juga jadi joki three in one, setiap
pagi dan sore
hari. "Paginya saya jadi joki sampai jam 08.00," katanya. Dia juga tidak
malu pada
teman-teman sekolahnya. "Saya pernah ngajak teman saya markir," katanya.
Rata-
rata penghasilan sebagai joki dan tukang parkir sekitar Rp 60-70 ribu
per hari. "Buat
jajan, mau beli ikan louhan dan burung," kata dia. Ketika ditanya
cita-citanya, Joss
menjawab, "Saya ingin jadi sopir." Dia juga ingin terus tinggal di
Jakarta. "Di sini enak,
bisa cari duit sendiri."

Joss lalu kembali ke kursi di depan pos jaga kedutaan, duduk menanti
mobil-mobil
yang hendak parkir.
============
(Faisal, Koran Tempo)


---------------------------------------------------------------------
Kirim bunga, buket balon atau cake, klik,http://www.indokado.com/
Info balita, http://www.balita-anda.com
Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]



Kirim email ke