Dear mama fathir,

Thanks kiriman artikelnya ya,...
Saya jadi merasa terdukung oleh tulisan itu. Masalah dari dulu saya udah
merasa terbelenggu dengan pandangan2 masyarakat (keluarga) kalo bayi
sehat adalah bayi yang gemuk. Padahal anak saya susah banget gemuknya,
standar2 aja. Dia susah makan dan gak terlalu doyan minum susu.
Hasilnya,... Saya sendiri yang stres gimana caranya bikin gemuk anak
saya. Saya jadi mengabaikan sisi positif anak saya yang lain, seperti
kepribadian dia yang gampang adaptasi, ramah, gak suka nangis, dsb.

Dan salah satu cara yang saya pake untuk membentengi supaya saya gak
terpengaruh sama pendapat yang 'menyesatkan' atau merendahkan anak saya,
saya yakinin aja kalo saya udah lakukan yang terbaik untuk anak saya.
Susu pun saya gak ikut2an yang mahal dan penuh dengan formula canggih,
orang dia juga gak doyan. Sekarang dia saya kasih dancow instant coklat
dan dia suka tuh,... Milih vitamin juga saya lihat kandungannya, bukan
karena iklan. Yang penting ada vit C, vit B kompleks, besi, dan mineral
lain yang mendukung. 

Tapi kadang kalo kita selalu dikelilingi dan dibombardir sama anggapan
dan pendapat umum yang seolah2 menjadi ukuran, suka pusing dan goyah
juga ya,...

Rgds
Yanesthi - mama bhumi

-----Original Message-----
From: gita anggeraini [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: 02 April 2004 13:42
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: [balita-anda] FW: kompas



Dear all,

Ada artikel yang di kirim dari teman saya yang lumayan menarik. Maaf
kalau ada yang kurang berkenan delete saja yaaa..

Cheers,
Mamanya fathir

========================================================================
=


IBU Berusaha, IKLAN Menentukan?

Oleh: Ike Janita Dewi Ibu Seorang Balita Putri, Tinggal di Yogyakarta

SEORANG ibu niscaya akan bangga jika mendengar komentar positif atas
anaknya, entah komentar yang menyatakan anaknya sehat, pintar, atau
rupawan. Sebaliknya, seorang ibu akan terluka jika orang lain mencela si
buah hatinya.

SAYA mempunyai anak terlahir dengan berat badan rendah. Saya cukup
sensitif mendengar komentar bahwa anak saya kurus. Komentar semacam ini
sering muncul dari tetangga, terutama saat mengikuti posyandu. Padahal,
grafik pertumbuhan anak saya termasuk cukup pesat.

Dia sehat, aktif, dan responsif. Tentu saja badannya kecil (walaupun
tingginya di atas rata-rata) dibandingkan dengan balita sebayanya yang
bermodal berat badan lahir lebih besar. Memang berat badan bukanlah
satu-satunya kriteria bayi sehat, tetapi saya terkadang terpengaruh
pendapat umum bahwa bayi gemuk identik dengan bayi sehat.

Hal ini sering membuat saya merasa belum berprestasi sebagai ibu. Akan
tetapi, mengapa banyak orang memaksakan berat badan sebagai kriteria
utama bayi sehat?

Sebagaimana dapat kita amati, sebagian besar iklan susu dan makanan bayi
di televisi menampilkan bayi gemuk sebagai model. Di situ digambarkan
bagaimana setelah mengonsumsi produk yang diiklankan, seorang bayi
menjadi sehat dan gemuk.

Sebuah iklan makanan bayi merek tertentu malah menampilkan bayi menjadi
sangat gemuk berkat mengonsumsi bubur khusus yang berkhasiat
meningkatkan berat badan bayi. Di situ juga digambarkan bagaimana sang
ibu dengan mimik wajah bahagia dan bangga tengah menggendong bayinya
yang gemuk.

Sebagai ibu yang mempunyai bayi berperawakan kecil, saya terkadang
merasa berkecil hati melihat iklan seperti itu. Saya tidak tahu apakah
pengidentikan bayi sehat sama dengan bayi gemuk seperti dicitrakan dalam
banyak iklan mencerminkan pendapat masyarakat, ataukah pendapat
masyarakat yang dibentuk oleh iklan. Yang jelas, walaupun saya tahu
bahwa bayi sehat tidak harus gemuk, iklan semacam itu terkadang
menggoyahkan keyakinan saya.

Saya yakin para perancang iklan tahu bahwa kebanggaan diri seorang ibu
banyak bersumber dari "prestasi" anak-anaknya. Persis pada simpul inilah
mereka membangun citra-citra sedemikian rupa sehingga orang akan merasa
terus terusik dan sedang "dinilai" apakah ia memenuhi standar yang
diterapkan dalam iklan.

Jika di bawah standar, ia merasa wajib membeli produk yang diiklankan.
Apalagi jika standar itu kemudian diadopsi dan diyakini masyarakat luas
dan menjadi kriteria yang sekan-akan alami, sorot mata atau komentar
masyarakat akan menjadikan kita obyek yang dinilai berdasarkan standar
tersebut.

Standar ini dibuat semakin tinggi sehingga pada suatu titik tertentu
setiap orang merasa "gagal". Misalnya, dahulu orangtua saya sudah merasa
senang bila mampu memberi saya susu kaleng, apa pun mereknya. Ini sudah
merupakan peningkatan dibandingkan dengan minuman pengganti susu yang
terbuat dari rebusan beras.

Perkembangan selanjutnya, susu formula ditambah zat-zat lain seperti
vitamin A, D, dan K. Dengan penambahan berbagai zat ini, maka
mengonsumsi susu biasa dianggap tidak lagi memadai sehingga orang
terdorong membeli susu formula baru. Lama-kelamaan susu formula
mengandung puluhan zat tambahan.

Dari zat yang memaksimalkan penyerapan makanan sampai yang menambah daya
tahan tubuh terhadap penyakit. Zat tambahan yang lebih mutakhir adalah
DHA (asam dokosaheksaenoat). Iklan susu jenis ini menyebutkan bahwa masa
balita adalah masa emas pertumbuhan otak.

Pada masa ini, kata iklan tersebut, anak harus mengonsumsi DHA supaya
pertumbuhan otaknya optimal. Periode emas ini hanya terjadi satu kali
selama hidup anak.

Daya bujuk iklan itu sedemikian dahsyatnya sehingga seorang ibu
kemungkinan besar akan merasa bersalah jika mengabaikan "fakta" (periode
emas) ini dengan tidak membelikan susu itu untuk anaknya. Padahal, susu
jenis ini sama
  sekali tidak murah. Akan tetapi, sebagai (atau supaya dianggap?) ibu
yang "baik", saya membeli susu tersebut. Kalau tidak, saya khawatir
putri saya tidak akan secerdas anak-anak lain.

Saya amati ibu-ibu lain yang sudah menyapih anaknya juga berusaha
memberi susu formula terbaik untuk anak mereka. Ibu-ibu di posyandu atau
forum kumpul-kumpul lainnya sering kali bertukar informasi tentang merek
susu yang dikonsumsi anak-anak mereka. Tampak bahwa beberapa merek susu
menimbulkan perasaan bangga. Terkadang seorang ibu menyebutkan harga
mahal sekaleng susu dengan nada setengah mengeluh, tetapi sebenarnya
berniat pamer.

Saya termasuk yang memendam perasaan bangga karena anak saya juga minum
susu terbaik (baca: termasuk yang termahal). Akan tetapi, ternyata
kenyamanan saya karena berhasil memberikan susu yang terbaik kepada anak
terusik ketika tidak lama kemudian ada iklan susu baru yang menyebutkan
bahwa DHA saja tidak cukup, harus ada tambahan zat lain. Susu yang
katanya lebih bisa mengoptimalkan pertumbuhan otak ini sangat mahal
harganya.

Akhirnya, saya menyerah. Saya gagal mengejar standar. Ibarat orang
menempuh ujian, saya tidak lulus. Akan tetapi, justru pada titik inilah
akal sehat saya mulai mengatakan ada sesuatu yang janggal dalam
pandangan saya selama ini. Mengapa iklan menjadi penentu standar yang
mengevaluasi dan menilai diri saya? Bukankah saya yang seharusnya
mengevaluasi suatu produk, menentukan apakah produk tersebut berkualitas
dan cocok untuk saya beli berdasarkan kriteria saya?

SUNGGUH berat menjadi "obyek" yang dievaluasi dan dinilai. Konstruksi
iklan (yang celakanya diadopsi masyarakat luas) tentang kriteria ibu
ideal ternyata tidak berhenti sampai di sini. "Prestasi" ibu selain
dilihat dari postur tubuh dan susu yang diminum balitanya, daftar
kriteria penilaian juga masih panjang.

Ibu yang patut dibanggakan adalah ibu yang cantik (dengan rambut panjang
dan lurus dan selalu ber-make-up sempurna), kreatif memasak,
menghasilkan cucian bersih cemerlang, dan seterusnya.

Ruang dan waktu seorang ibu seakan dipenuhi urusan perburuan
standar-standar ini sehingga melupakan banyak hal penting yang
memerlukan partisipasi dan sumbangan pemikirannya.

Perempuan yang berjumlah hampir 103 juta (sensus tahun 2000) jelas mampu
berbuat hal-hal besar. Perempuan mungkin bisa lebih peka dengan isu
perlindungan anak, perlindungan tenaga kerja wanita (TKW), dan kekerasan
yang dialami siapa saja. Sepak terjang para anggota legislatif perempuan
hasil pemilihan umum (pemilu) mendatang sungguh ditunggu-tunggu banyak
orang.

Jika tak ada kiprah nyata dari mereka, berarti mereka sama saja dengan
para ibu yang terbelenggu iklan berbagai produk kebutuhan bayi dan
perempuan.*





---------------------------------------------------------------------
>> Kirim bunga, buket balon atau cake, klik,http://www.indokado.com/ 
>> Info balita, http://www.balita-anda.com Stop berlangganan, e-mail ke:

>> [EMAIL PROTECTED]


---
Incoming mail is certified Virus Free.
Checked by AVG anti-virus system (http://www.grisoft.com).
Version: 6.0.516 / Virus Database: 313 - Release Date: 01/09/2003
 

---
Outgoing mail is certified Virus Free.
Checked by AVG anti-virus system (http://www.grisoft.com).
Version: 6.0.516 / Virus Database: 313 - Release Date: 01/09/2003
 


---------------------------------------------------------------------
>> Kirim bunga, buket balon atau cake, klik,http://www.indokado.com/
>> Info balita, http://www.balita-anda.com
>> Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]

Kirim email ke