buat para guru, mungkin bisa juga dipratekkan para orang tua dalam mendidik
anak tersayang sehari-hari.
 
salam
papanya Rahma
= = = = = = = = = = =
 
Belajar Konsep Gaya dengan Bermain 
Laporan : bur 


Konsep pendidikan saat ini banyak membuat anak-anak tergantung, bahkan asing
dari lingkungannya sendiri. Dengan kegiatan konveksi, anak-anak dapat diajak
untuk mengadakan perjalanan mental dengan melakukan berfikir reflektif,
mengembangkan imajinasi, dan mempertajam kemampuan sintesis. Selain itu,
mendemonstrasikan daya berlakunya tranfer of learning, tranfer of principles
yang kemudian menuangkannya ke dalam karya-karya kreatif menggunakan daya
dukung lingkungan hidup sehari-hari.
 
Dalam tiga dekade terakhir ini, pendidikan kita selalu mengagungkan otak
sebelah kiri. Indikasinya, nilai ebtanas murni (NEM) sebagai target
pendidikan di semua jenjang pendidikan dan tingkat persekolahan. Akibatnya,
anak didik tidak mampu berpikir dan berbuat kreatif dan inovatif.
 
Atas kesadaran itulah, Arsyad SPd mencoba menerapkan konsep pakem di dalam
proses pembelajaran kepada anak didiknya di SDN 2 Tente Woha, Bima, Nusa
Tenggara Barat (NTB). Yakni, pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan
menyenangkan dengan cara bermain. Dia mengajar materi tentang konsep gaya
yang terdapat dalam Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) kelas V.
 
 
Arsyad berpandangan, banyak kegiatan berkaitan dengan gaya yang dapat
dilakukan atau diamati dalam kejadian sehari-hari. Misalnya, untuk
memindahkan buku, kita perlu mengangkatnya; untuk menggeser letak lemari,
kita perlu mendorongnya; untuk membuka atau menutup pintu, kita perlu
mendorong atau menariknya.
 
Jika diperhatikan, kata dia, semua kegiatan itu dapat terjadi karena adanya
gaya tarikan atau dorongan dari manusia, hewan, atau benda terhadap benda
lain. Mengangkat benda berarti melakukan gaya tarik ke arah atas. Dalam IPA,
tarikan atau dorongan itulah yang dinamakan gaya.
 
Untuk memberikan pemahaman pengaruh kecepatan gaya tarik terhadap suatu
benda, Arsyad membuat alat sederhana dari sepotong balok kayu yang diikatkan
pada benang di bagian tengahnya. Alat itu kemudian digantung. Setelah itu,
balok diikat dengan benang yang lain. Benang ini dibiarkan tergantung ke
bawah.
 
Dia lalu bertanya kepada anak didiknya, ''Jika benang bawah ditarik ke
bawah, tali mana yang akan putus?'' Arsyad kemudian menjelaskan, jika kita
menarik dengan perlahan, tali di atas balok kayu dibebani dua gaya: gaya
tarikan dan berat balok, sehingga tali atas yang putus. Tapi bila benang
yang di bawah ditarik dengan sentakan yang kuat dan cepat, tali bawah yang
akan putus. Itu terjadi karena gaya tarikan tidak seluruhnya tersalurkan ke
tali atas.
 
Permainan ini, menurut dia, menanamkan konsep logika yang mendalam sehingga
anak didik akan terbiasa dengan hal-hal yang memerlukan logika pada setiap
tindakan atau dalam kegiatan sehari-hari. Dari sini diharapkan siswa
bersikap hati-hati di dalam mengambil suatu keputusan, misalnya. Jadi,
pembelajaran konsep gaya tarik ini melatih siswa untuk berbuat dengan
menggunakan logika. Siswa dilatih berpikir kritis, kreatif, dan inovatif.
 
Dalam memberikan pemahaman tentang timbulnya gerak akibat adanya gaya gesek,
Arsyad melakukannya dengan permainan yang lain. Dia mengambil gelas yang
diletakkan di atas meja bertaplak. Dua uang logam diletakkan di kedua sisi
gelas sehingga bibir gelas tidak bersentuhan dengan taplak. Sebuah uang
logam lainnya diletakkan di dalam gelas. Siswa kemudian diminta mengambil
uang yang ada di dalam gelas tanpa menyentuh gelas atau mendorongnya dengan
alat. 
 
Setelah memberikan tugas kepada siswanya, dia lalu menjelaskan cara
mengambil uang logam itu. Yakni, dengan menggaruk-garuk taplak meja pada
tepi gelas di antara kedua mata uang yang ditumpangi gelas. Karena
garuk-garukan itu, uang yang ada di dalam gelas akan bergerak ke luar
melalui kedua uang logam yang digunakan sebagai ganjal. Permainan ini, kata
dia, bertujuan untuk mengetahui terjadinya gerak akibat adanya gaya gesek.
 
Saat mengajarkan manfaat bidang tegak lurus terhadap tekanan dan tarikan,
dia membuat permainan yang menguji bagaimana kekuatan selembar kertas yang
dilipat-lipat menjadi kekuatan yang sangat menakjubkan. Caranya, dengan
menggunting kertas karton ukuran 15 x 20 cm dan diletakkan di atas dua gelas
sebagai tumpuan sehingga tampak seperti jembatan dari kertas. Apa yang
terjadi kalau di atas jembatan kertas itu diletakkan gelas?
 
Ternyata, gelas jatuh karena kertas tidak mampu menahan berat gelas. Ini
akan lain bila kertas dilipat-lipat kemudian diletakkan di atas kedua gelas.
Itu karena beban gelas menyebar pada beberapa dinding kertas miring karena
dilipat-lipat. Permainan seperti ini, kata dia, membuat pola pikir siswa
dapat terbuka untuk terus ingin mencoba atau bermain sehingga dengan
sendirinya akan merangsang siswa untuk berbuat dan bersikap pada hal-hal
yang berbau ilmiah.
 
Setelah melakukan pembelajaran dengan cara bermain itu, dia menemukan
perubahan pada anak didiknya. Perhatian tentang pengajaran konsep gaya,
misalnya, berjalan dengan menarik dan sangat berkesan. Siswa terlibat aktif
dan terus ingin mencoba, tumbuh sikap ingin tahu. Daya ingat siswa lebih
kuat dan tahan lama. Daya serap siswa terhadap materi ini pun menjadi 93
persen, meningkat 32 persen dari sebelumnya dengan jumlah siswa yang sama:
42 orang.
 
Model pembelajaran yang dilakukan Arsyad berbuah penghargaan. Dia dinyatakan
pemenang pertama Lomba Kreativitas Guru Tingkat Nasional 2002 untuk tingkat
SD yang diselenggarakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). 
 

Kirim email ke