Disiplin
(Taken from www.e-psikologi.com)
Oleh: Zainun Mu'tadin, SPsi., MSi..

Pendidikan disiplin merupakan suatu proses bimbingan yang bertujuan
menanamkan pola perilaku tertentu, kebiasaan-kebiasaan tertentu, atau
membentuk manusia dengan ciri-ciri tertentu, terutama untuk meningkatkan
kualitas mental dan moral (Sukadji, 1988). Di dalam keluarga pendidikan
disiplin dapat diartikan sebagai metode bimbingan orang tua agar anaknya
mematuhi bimbingan tersebut.

Setiap orangtua pasti berusaha untuk mengajarkan disiplin kepada
anak-anaknya, dengan menanamkan perilaku yang dianggap baik dan
menghindari perilaku yang dianggap tidak baik. Hal ini memang akan lebih
mudah dilakukan jika anak sebagai seorang individu mematuhi kemauan orang
tuanya. Namun demikian, tujuan utama dari disiplin bukanlah  hanya sekedar
menuruti perintah atau aturan saja. Patuh terhadap perintah dan aturan
merupakan bentuk disiplin jangka pendek. Sedangkan tujuan pendidikan
disiplin adalah agar setiap individu memiliki disiplin jangka panjang,
yaitu disiplin yang tidak hanya didasarkan pada kepatuhan terhadap aturan
atau otoritas, tetapi lebih kepada pengembangan kemampuan untuk
mendisiplinkan diri sendiri sebagai salah satu ciri kedewasaan individu.
Kemampuan untuk mendisiplinkan diri sendiri terwujud dalam bentuk
pengakuan terhadap hak dan keingian orang lain, dan mau mengambil bagian
dalam memikul tanggung jawab sosial secara manusiawi. Hal inilah yang
sesunguhnya menjadi hakekat dari disiplin.

Hukuman

   Pembentukan disiplin diri merupakan suatu proses yang harus dimulai
sejak masa kanak-kanak. Oleh karena itu pendidikan disiplin
pertama-tama sudah dimulai dari keluarga (orangtua). Dalam kehidupan
masyarakat secara umum, metode yang paling sering digunakan untuk
mendisiplinkan warganya adalah dengan pemberian hukuman. Hal yang sama
dilakukan juga oleh sebagian besar orangtua atau pun guru dalam
mendidik anak-anak atau murid-murid. Kerugiannya adalah disiplin yang
tercipta merupakan disiplin jangka pendek, artinya anak hanya
menurutinya sebagai tuntutan sesaat, sehingga seringkali tidak tercipta
disiplin diri pada mereka. Hal tersebut disebabkan karena dengan
hukuman anak lebih banyak mengingat hal-hal negatif  yang tidak boleh
dilakukan, daripada hal-hal positif yang seharusnya dilakukan.

Dampak lain dari penggunaan hukuman adalah perasaan tidak nyaman pada anak
karena harus menanggung hukuman yang diberikan orangtuanya jika ia
melanggar batasan yang ditetapkan. Tidak mengherankan jika banyak anak
memiliki persepsi bahwa disiplin itu adalah identik dengan penderitaan.
Persepsi tersebut bukan hanya terjadi pada anak-anak tetapi juga
seringkali dialami oleh orangtua mereka. Akibatnya tidak sedikit orangtua
membiarkan anak-anak "bahagia" tanpa disiplin. Tentu saja hal ini
merupakan suatu kekeliruan besar, karena di masa-masa perkembangan
berikutnya maka individu tersebut akan mengalami berbagai masalah dan
kebingungan karena tidak mengenal aturan bagi dirinya sendiri.

Beberapa Saran

   Walaupun dalam merespon perilaku setiap individu akan memiliki
cara-cara berbeda antara satu dengan yang lainnya. Ada beberapa hal
pokok yang dapat diacu sebagai dasar merespon setiap perilaku dalam
rangka pendidikan disiplin, diantaranya adalah sebagai berikut.

 a. Berkelanjutan

 Pendidikan merupakan suatu proses berkelanjutan, artinya disiplin tidak
hanya diberikan setelah anak masuk sekolah atau setelah masa remaja,
tetapi harus sudah dilatih sejak anak baru dilahirkan ke dunia ini. Sejak
anak membutuhkan kedekatan dengan orang dewasa, membutuhkan kasih sayang
orang dewasa. Orang tua dapat memulai mendidik disiplin dengan menunjukan
mana yang boleh dan mana yang tidak boleh, mana yang baik dan mana yang
jelek. Sebagai contoh agar anak dapat disiplin dalam buang air, maka
orang tua harus secara berkelanjutan dan konsisten dalam membersihkan dan
mengganti pakaian sang bayi, ia di kenalkan pada situasi yang
menyenangkan dan tahu apa yang harus dilakukan dengan semestinya sejak
dini. Dengan perlakuan orang tua yang demikian akan meringankan tugas
pada masa berikutnya karena anaknya tidak akan mengenal ngompol.

Selain itu pendidikan disiplin tidak hanya ditekankan pada waktu anak
membuat perilaku yang tidak diinginkan atau pada waktu anak gagal mencapai
harapan orang tua. Perilaku-perilaku yang diinginkanpun perlu (meski tidak
harus terus-menerus), mendapatkan pengakuan, persetujuan atau penghargaan.
Jika anak sejak bayi telah dilatih untuk berdisiplin maka pada masa remaja
ia akan memiliki disiplin diri yang cukup sehigga akan mampu menahan
segala godaan yang datang dari teman maupun lingkungan sekitarnya.

  b. Autoritatif

 Pendidikan disiplin sebaiknya tidak dilakukan dengan cara yang terlalu
otoriter, tetapi juga tidak terlalu memperbolehkan semuanya (permisif).
Cara yang tepat dalam pendidikan disiplin bagi remaja disebut dengan
istilah moderatnya autoritatif : fleksibel, tetapi bila perlu tegas.
Dalam menerapkan cara disiplin yang permisif (dapat dikatakan sebagai
mendidik tanpa disiplin) cenderung menghasilkan anak remaja yang manja,
semena-mena, anti sosial dan cenderung agresif. Sebaliknya, disiplin yang
keras yang terutama dilakukan dengan memberikan hukuman fisik, dapat
menimbulkan berbagai pengaruh yang buruk bagi remaja. Hal ini dapat
membuat remaja menjadi seorang penakut,  tidak ramah dengan orang lain, 
dan membenci orang yang memberi hukuman, kehilangan spontanitas serta
inisiatif bahkan ada pula yang pada akhirnya melampiaskan kemarahannya
pada orang lain. Hubungan dengan lingkungan sosial akan lebih
berorientasi kepada kekuasaan dan ketakutam. Siapa yang lebih berkuasa
dapat berbuat sekehendak hatinya. Sedangkan yang tidak berkuasa menjadi
tunduk. Ada pula yang menimbulkan pembelotan, hal ini terjadi terutama
bila larangan-larangan yang bersangsi hukuman tidak diimbangi dengan
alternatif (cara) lain untuk memenuhi kebutuhan yang mendasar. Cotoh:
remaja dilarang untuk keluar bermain, tetapi di dalam rumah ia tidak
melakukan apa-apa dan tidak diperhatikan oleh kedua orang tuanya karena
kesibukan mereka.

   c. Beri Batas-Batas yang Jelas


 Batas-batas tentang boleh atau tidak boleh haruslah jelas,  misalnya
kapan anak boleh bermain, dimana dan dengan siapa sehingga anak tidak
menganggu orang lain dan menghindarkan anak dari kecelakaan. Sejak masa
kanak-kanak orangtua harus sudah memberikan batasan-batasan tersebut.
Misalnya: anak boleh mengambarkan dengan pensil warna dikertas-kertas,
dipapan yang telah ditentukan, tetapi tidak boleh di buku pelajaran
kakaknya, buku ayah atau ibu, dan tidak boleh menggambar di tembok.

Penting bagi orangtua untuk mengingat bahwa batasan dan fasilitas yang
diberikan oleh orang tua, hendaknya memenuhi kriteria tertentu:
diperlukan, masuk akal, diberikan dengan penuh ketulusan dan kebaikan
hati, dan secara konsisten sesuai kematangan anak. Fasilitas dianggap
diperlukan bila anak dapat mencapai kemajuan yang lebih baik jika adanya
fasilitas tersebut. Batas dan fasilitas dianggap masuk akal bila memenuhi
pertimbangan kesehatan dan keadilan. Kebaikan hati adalah keinginan dalam
memenuhi kebutuhan anak untuk berkembang seoptimal mungkin tanpa melampaui
kemampuan anak mengontrol diri. Fasilitas yang konsisten dengan kematangan
umum anak berarti tergantung pada perkembangan kecerdasan dan kematangan
anak. Makin berkembang kematangan anak akan makin dapat diperluas
batas-batas dan fasilitas. Dengan kata lain pada remaja luasnya batas
tersebut sangatlah ditentukan kematangan yang telah dicapai oleh remaja
tersebut.


 d. Konsisten & Fleksibel

 Setelah batas-batas ditentukan, maka orangtua harus mengupaya kesepakatan
dengan anaknya untuk saling mematuhi apa yang telah ditentukan. Walau
demikian, batas-batas yang ditentukan ini harus terus direvisi sesuai
dengan perkembangan anak dan anak telah mencapai remaja maka penentuannya
harus mengikut sertakan masukan dari remaja. Dengan cara tersebut
diharapkan dapat membantu remaja untuk lebih cepat mengembangkan tanggung
jawab atas disiplin diri.

Meski batas-batas telah ditetukan ada kalanya keadaan memaksa dan batas
tersebut terpaksa dilanggar. Dalam kondisi ini orangtua perlu segera
memberitahu dan menjelaskan pada remaja  bahwa keadaan tersebut dapat
dipahami dan diterima oleh orangtua namun bukan berarti bahwa batasan yang
telah ditentukan tidak berlaku lagi. Sikap dan komunikasi orangtua semacam
ini akan dapat mengurangi rasa berdosa, penyesalan bahkan rasa sakit hati
yang tidak diperlukan.

   e. Menjelaskan Secara Lengkap


 Terkadang seorang anak berbuat sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginan
orangtua dengan alasan karena ia tidak tahu. Untuk mengatasi hal tersebut
maka orangtua sangat perlu untuk mengupgrade diri sehingga mampu
menjelaskan secara lengkap apa yang boleh dilakukan atau tidak boleh
dilakukan, mengapa hal itu boleh/tidak, apa dampaknya jika
dilakukan/tidak dilakukan, dsb. Jangan lah menganggap bahwa anak selalu
mempunyai pertimbangan sematang orangtua (meski harus diakui ada remaja
yang jauh lebih matang cara pandang/pikir dari orangtuanya). Kesalahan
yang seringkali dilakukan orangtua adalah terlalu menganggap anaknya
sudah mampu untuk mempertimbangkan segala sesuatu. Apalagi pada masa
remaja, sang anak cenderung terlihat sangat mandiri. Banyak orangtua yang
lupa bahwa anak remajanya masih membutuhkan penjelasan dan bimbingan dari
orangtua, meski mereka terlihat enggan untuk mengakuinya. Dalam hal ini,
justru orangtua lah  yang seharusnya segera sadar dan mempertimbangkan
bahwa anaknya masih belum tahu dan sesegera mungkin mengajarkan hal-hal
tersebut kepada remaja tersebut. Bukankah orangtua yang seharusnya lebih
memahami anak-anaknya secara rinci.

   f. Berlatih

 Orangtua hendaknya mengarahkan anak untuk  mengembangkan pola-pola
kebiasaan yang baik. Kebiasaan-kebiasaan baik tersebut harus sudah
dilatih terus-menerus sejak usia dini, misalnya anak dibiasakan mencuci
tangan sebelum dan sesudah makan, mematuhi jadwal belajar dan bermain,
tidur dan bangun pagi secara teratur, dsb.   Hal ini perlu, sebab setiap
kebiasaan dan pola perilaku yang terbentuk pada masa kanak-kanak akan
banyak mempengaruhi kebiasaannya kelak ketika dia dewasa.

   g. Hukuman

 Hukuman yang mendidik adalah hukuman yang menyadarkan pihak yang bersalah
dalam hal ini remaja, bahwa hal yang baru saja terjadi hendaknya tidak
diulangi karena hal tersebut tidak disetujui orang tua. Hukuman haruslah
dipandang sebagai bentuk pertanggungjawaban atas perbuatan yang melanggar
batasan-batasan yang ditetapkan. Hukuman tidak harus selalu menyakitkan,
dan jangan dijadikan sebagai luapan kemarahan atau penyakuran emosi dari
si penghukum (orangtua). Jika harus memberikan hukuman, hukumlah anak
sesuai dengan tingkat pemahaman anak tentang hukuman tersebut. Hukuman
yang terlalu berat akan mengakibatkan anak mendendam, dan bila ia tidak
dapat membalaskan dendamnya akan terjadi pengalihan dalam bentuk
kekerasan terhadap orang lain (tawuran) dan vandalism (mis. Coret-coret,
merusak properti orang lain). Penting diperhatikan dalam pemberian
hukuman adalah penjelasan mengapa anak terpaksa dihukum, hukuman harus
dilakukan segera setelah perilaku terjadi, dan jangan melakukan hukuman
fisik, seperti memukul atau menampar,dsb,  terhadap anak-anak.

   h. Komunikasi

 Dalam kenyataan sehari-hari, banyak masalah yang berhubungan dengan
disiplin sebenarnya dapat diselesaikan dengan menggunakan komunikasi
timbal balik yang efektif  antara anak dan orangtua.  Dalam hal ini
cara-cara berkomunikasi akan memegang peranan penting dalam pembentukan
disiplin. Komunikasi dalam bentuk sindiran, hinaan, merendahkan harga
diri orang lain hendaknya digunakan seminimal mungkin, bahkan harus
dihindari sama sekali. Anak dan remaja sangatlah peka terhadap hal ini,
dan dapat sakit hati karenannya. Jika cara-cara tersebut yang digunakan
untuk mendisiplinkan anak, cara-cara demikian akan cenderung ditiru dalam
hubungan interpersonal dengan orang-orang lain yang akibatnya dapat
merugikan diri sang anak maupun orang lain. (jp)



---------------------------------------------------------------------
>> Kirim bunga, buket balon atau cake, klik,http://www.indokado.com/
>> Info balita, http://www.balita-anda.com
>> Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]

Kirim email ke