--- Begin Message ---
----- Original Message -----
From: Hbl
Sent: Friday, June 11, 2004 1:19 PM
sekedar informasi,
saya coba tlp ke 4894745 tdk ada jawaban, kemudian saya tanya ke penerangan
telkom (108) bahwa jl.Kayu Putih 4 No.5 nomor teleponnya adalah 4894754 dan
47867686, saya bell no.4894754 ternyata nomor fax dan yg nomor 47867686
benar no.tlp rumah Bp. Patoppoi. nomor tlp.yg beredar di email sebelumnya 2
digit terakhir terbalik. jadi kalau mau telepon ke nomor (021)47867686.
demikian sedikit sharing, tks.
----- Original Message -----
From: "Veronica Wulan Dwi Astuti"
Sent: Friday, June 11, 2004 8:07 AM
Dear all,
Saya ingin sedikit sharing dengan rekan-rekan. September 2003 Ibu saya
dinyatakan ada kanker ganas salah satu payudaranya dimana akhirnya salah
satunya tersebut harus diangkat. Setelah operasi pengangkatan payudara, Ibu
saya harus menjalani perawatan kemoterapi dan radiasi sesuai dengan anjuran
dokter. Pada saat itu saya mendapatkan email ttg keladi tikus seperti di
bawah ini dan saya juga mencari tau ttg keladi tikus lewat situs2 yang ada
di internet. Dikatakan bahwa keladi tikus bisa membantu orang yang sedang
dalam perawatan kemoterapi. Saya kemudian mencoba menghubungi Bp. Patoppoi
di nomor telepon tersebut di bawah dan saya BERHASIL menghubungi beliau.
Saya ceritakan keadaan yang ada kemudian beliau meminta saya datang ke
rumahnya di alamat yang tertera di bawah (Jl. Kayu Putih) dengan membawa
hasil rontgen & hasil dari dokter yang ada pada kami. Kemudian beliau
menyarankan ibu saya untuk mengkonsumsi keladi tikus dalam bentuk pil &
jamu, dimana dikatakan bahwa keladi tikus tersebut untuk daya kekebalan
tubuh ibu saya semasa kemoterapi & radiasi. Karena masa2 kemoterapi
dirasakan para pasien adalah masa yang painful oleh karena efek dari
kemoterapi seperti mual-mual, sariawan, pusing, rambut rontok dlsb.
Pada kemoterapi pertama, Ibu saya mengkonsumsi keladi tikus seperti yang
dianjurkan. Efeknya terlihat bahwa gejala mual dan muntah tidak sehebat
orang2 yang ceritakan pada saya.
Kemoterapi kedua, persediaan keladi tikus kami mulai habis dan kami
menghubungi Bp. Patoppoi utk membelinya. Namun ternyata beliau pun kehabisan
stock dan baru memesan ke Malaysia. Ternyata obat tersebut diracik di
Malaysia. Jadi terpaksa Ibu saya tidak mengkonsumsi keladi tikus sewaktu
kemoterapi kedua. Efeknya, Ibu saya menderita muntah2 yang hebat, mual,
lemas, hingga saya tidak tega untuk melihatnya.
Kemoterapi ketiga, kami sudah mempunyai persediaan keladi tikus dan ibu saya
sudah mengkonsumsinya kembali. Kali ini gejala mual tidak sehebat sewaktu
kemoterapi kedua. Tidak muntah2, walopun gejala mau muntah itu ada tapi
tidak sampai keluar. Saya mulai lega karena makanan yang dikonsumsi beliau
tidak sampai keluar lagi. Rambut mulai rontok tapi sedikit demi sedikit
(tidak langsung habis)
Kemoterapi keempat - keenam (selesai), ibu saya selalu minum keladi tikus
dan beliau tidak memuntahkan makanan dibanding ketika tidak mengkonsumsi
keladi tikus tersebut. Sampai tahap akhir kemoterapi, rambut ibu saya masih
tersisa sedikit (belum rontok seluruhnya) tapi akhirnya ibu saya meminta
untuk digundulin sekalian.
Setelah kemoterapi berakhir, dilanjutkan tahap radiasi yang harus dijalani
selama 25 kali setiap hari berturut-turut. Dan tetap mengkonsumsi keladi
tikus. Sekarang proses kemoterapi & radiasi sudah selesai, ibu saya
dinyatakan dalam kondisi baik dan disarankan utk tetap melakukan check up ke
dokter. Ibu saya sekarang sudah dapat beraktivitas seperti sedia kala
sepertia pergi ke kantor lagi, menyetir mobil sendiri, dinas keluar kota,
layaknya seperti sebelum dinyatakan menderita breast cancer.
Kesimpulan saya, Keladi Tikus bisa membantu penderita cancer dalam proses
penyembuhan yang boleh dikatakan cukup menderita. Walaupun saya kurang yakin
apakah semua cancer dapat dibantu oleh keladi tikus, namun salah satunya
adalah breast cancer yang bisa dibantu oleh keladi tikus. Alamat Bp.
Pattopoi yang tertera di email sebelumnya bisa dihubungi baik nomor telepon
maupun rumahnya (memang kita harus sabar dan rajin untuk menghubunginya).
Memang 2 hari yang lalu saya coba telpon Bp. Patoppoi dan tidak ada yang
mengangkat. Mungkin beliau sedang tidak ada di rumah atau apa, tapi memang
kejadiannya sering demikian. Jadi kita musti sabar dan rajin menghubungi
beliau, atau kalau perlu ke rumah beliau langsung :-) Oya, saya tuliskan No.
telp dan alamat Bp. Patoppoi : Jl. Kayu Putih 4 No.5, Telp. 4894754.
Demikian sharing dari saya, semoga dapat membantu rekan-rekan sekalian.
Salam, Veronica Wulan
-------
"Arsendany H. W" wrote:
Dokter, apakah kiranya obat ini memang benar-benar dapat menyembuhkan
kanker??
regards, -Arsendannie-
--------
OBAT CANCER Date: Tue, 6 Apr 2004 17:36:26 +0700
Tolong di forward untuk yang membutuhkan
Kanker tidak lagi mematikan. Para penderita kanker di Indonesia dapat
memiliki harapan hidup yang lebih lama dengan ditemukannya tanaman "keladi
tikus" (Typhonium Flagelliforme/Rodent Tuber) sebagai tanaman obat yang
dapat menghentikan dan mengobati berbagai penyakit kanker dan berbagai
penyakit berat lain.
Tanaman sejenis talas dengan tinggi maksimal 25 sampai 30 sentimeter ini
hanya tumbuh di semak yang tidak terkena sinar matahari langsung. "Tanaman
ini sangat banyak ditemukan di Pulau Jawa," kata Drs.Patoppoi Pasau, orang
pertama yang menemukan tanaman itu di Indonesia.
Tanaman obat ini telah diteliti sejak tahun 1995 oleh Prof Dr Chris
K.H.Teo,Dip Agric (M), BSc Agric (Hons)(M), MS, PhD dari Universiti Sains
Malaysia dan juga pendiri Cancer Care Penang, Malaysia. Lembaga perawatan
kanker yang didirikan tahun 1995 itu telah membantu ribuan pasien dari
Malaysia, Amerika, Inggris, Australia, Selandia Baru, Singapura, dan
berbagai negara di dunia.
Di Indonesia, tanaman ini pertama ditemukan oleh Patoppoi di Pekalongan,
Jawa Tengah. Ketika itu, istri Patoppoi mengidap kanker payudara stadium III
dan harus dioperasi 14 Januari 1998. Setelah kanker ganas tersebut diangkat
melalui operasi, istri Patoppoi harus menjalani kemoterapi (suntikan kimia
untuk membunuh sel, Red) untuk menghentikan penyebaran sel-sel kanker
tersebut. "Sebelum menjalani kemoterapi,dokter mengatakan agar kami
menyiapkan wig (rambut palsu) karena kemoterapi akan mengakibatkan
kerontokan rambut, selain kerusakan kulit dan hilangnya nafsu makan," jelas
Patoppoi.
Selama mendampingi istrinya menjalani kemoterapi, Patoppoi terus berusaha
mencari pengobatan alternatif sampai akhirnya dia mendapatkan informasi
mengenai penggunaan teh Lin Qi di Malaysia untuk mengobati kanker. "Saat itu
juga saya langsung terbang ke Malaysia untuk membeli teh tersebut," ujar
Patoppoi yang juga ahli biologi. Ketika sedang berada di sebuah toko obat di
Malaysia, secara tidak sengaja dia melihat dan membaca buku mengenai
pengobatan kanker yang berjudul Cancer, Yet They Live karangan Dr Chris K.H.
Teo terbitan 1996.
"Setelah saya baca sekilas, langsung saja saya beli buku tersebut. Begitu
menemukan buku itu, saya malah tidak Jadi membeli teh Lin Qi, tapi langsung
pulang ke Indonesia," kenang Patoppoi sambil tersenyum.
Di buku itulah Patoppoi membaca khasiat typhonium flagelliforme itu.
Berdasarkan pengetahuannya di bidang biologi, pensiunan pejabat Departemen
Pertanian ini langsung menyelidiki dan mencari tanaman tersebut. Setelah
menghubungi beberapa koleganya di berbagai tempat, familinya di Pekalongan
Jawa Tengah, balas menghubunginya. Ternyata, mereka menemukan tanaman itu di
sana. Setelah mendapatkan tanaman tersebut dan mempelajarinya lagi, Patoppoi
menghubungi Dr. Teo di Malaysia untuk menanyakan kebenaran tanaman yang
ditemukannya itu.
Selang beberapa hari, Dr Teo menghubungi Patoppoi dan menjelaskan bahwa
tanaman tersebut memang benar Rodent Tuber. "Dr Teo mengatakan agar tidak
ragu lagi untuk menggunakannya sebagai obat," lanjut Patoppoi.
Akhirnya, dengan tekad bulat dan do'a untuk kesembuhan, Patoppoi mulai
memproses tanaman tersebut sesuai dengan langkah-langkah pada buku tersebut
untuk diminum sebagai obat. Kemudian Patoppoi menghubungi putranya, Boni
Patoppoi di Buduran, Sidoarjo untuk ikut mencarikan tanaman tersebut.
"Setelah melihat ciri-ciri tanaman tersebut, saya mulai mencari di pinggir
sungai depan rumah dan langsung saya dapatkan tanaman tersebut tumbuh liar
di pinggir sungai," kata Boni yang mendampingi ayahnya saat itu. Selama
mengkonsumsi sari tanaman tersebut, isteri Patoppoi mengalami penurunan efek
samping kemoterapi yang dijalaninya. Rambutnya berhenti rontok, kulitnya
tidak rusak dan mual-mual hilang. "Bahkan nafsu makan ibu saya pun kembali
normal," lanjut Boni.
Setelah tiga bulan meminum obat tersebut, isteri Patoppoi menjalani
pemeriksaan kankernya. "Hasil pemeriksaan negatif, dan itu sungguh
mengejutkan kami dan dokter-dokter di Jakarta," kata Patoppoi. Para dokter
itu kemudian menanyakan kepada Patoppoi, apa yang diberikan pada isterinya.
"Malah mereka ragu, apakah mereka telah salah memberikan dosis kemoterapi
kepada kami," lanjut Patoppoi.
Setelah diterangkan mengenai kisah tanaman Rodent Tuber, para dokter pun
mendukung Pengobatan tersebut dan menyarankan agar mengembangkannya.
Apalagi melihat keadaan isterinya yang tidak mengalami efek samping
kemoterapi yang sangat keras tersebut. Dan pemeriksaan yang seharusnya tiga
bulan sekali diundur menjadi enam bulan sekali. "Tetapi karena sesuatu hal,
para dokter tersebut tidak mau mendukung secara terang-terangan penggunaan
tanaman sebagai pengobatan alternatif," sambung Boni sambil tertawa.
Setelah beberapa lama tidak berhubungan, berdasarkan peningkatan keadaan
isterinya, pada bulan April 1998, Patoppoi kemudian menghubungi Dr.Teo
melalui fax untuk menginformasikan bahwa tanaman tersebut banyak terdapat di
Jawa dan mengajak Dr. Teo untuk menyebarkan penggunaan tanaman ini di
Indonesia. Kemudian Dr. Teo langsung membalas fax kami, tetapi mereka tidak
tahu apa yang harus mereka perbuat, karena jarak yang jauh," sambung
Patoppoi. Meskipun Patoppoi mengusulkan agar buku mereka diterjemahkan dalam
bahasa Indonesia dan disebar-luaskan di Indonesia, Dr. Teo menganjurkan agar
kedua belah pihak bekerja sama dan berkonsentrasi dalam usaha nyata membantu
penderita kanker di Indonesia.
Kemudian, pada akhir Januari 2000 saat Jawa Pos mengulas habis mengenai
meninggalnya Wing Wiryanto, salah satu wartawan handal Jawa Pos,
Patoppoi sempat tercengang. Data-data rinci mengenai gejala, penderitaan,
pengobatan yang diulas di Jawa Pos, ternyata sama dengan salah satu
pengalaman pengobatan penderita kanker usus yang dijelaskan di buku
tersebut. Dan eksperimen pengobatan tersebut berhasil menyembuhkan pasien
tersebut. "Lalu saya langsung menulis di kolom Pembaca Menulis di Jawa Pos,"
ujar Boni. Dan tanggapan yang diterimanya benar-benar diluar dugaan.
Dalam sehari, bisa sekitar 30 telepon yang masuk. "Sampai saat ini, sudah
ada sekitar 300 orang yang datang ke sini," lanjut Boni yang beralamat
di Jl. KH. Khamdani, Buduran Sidoarjo. Pasien pertama yang berhasil adalah
penderita Kanker Mulut Rahim stadium dini.
Setelah diperiksa, dokter mengatakan harus dioperasi. Tetapi karena belum
memiliki biaya dan sambil menunggu rumahnya laku dijual untuk biaya operasi,
mereka datang setelah membaca Jawa Pos. Setelah diberi tanaman dan cara
meminumnya, tidak lama kemudian pasien tersebut datang lagi dan melaporkan
bahwa dia tidak perlu dioperasi, karena hasil pemeriksaan mengatakan
negatif.
Berdasarkan animo masyarakat sekitar yang sangat tinggi, Patoppoi berusaha
untuk menemui Dr. Teo secara langsung. Atas bantuan Direktur Jenderal
Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan, Sampurno, Patoppoi dapat
menemui Dr. Teo di Penang, Malaysia. Di kantor Pusat Cancer Care Penang,
Malaysia, Patoppoi mendapat penerangan lebih lanjut mengenai riset
tanaman yang saat ditemukan memiliki nama Indonesia. Ternyata saat
Patoppoi mendapat buku "Cancer, Yet They Live" edisi revisi tahun 1999, fax
yang dikirimnya di masukkan dalam buku tersebut, serta pengalaman
isterinya dalam usahanya berperang melawan kanker.
Dari pembicaraan mereka, Dr. Teo merekomendasi agar Patoppoi mendirikan
perwakilan Cancer Care di Jakarta dan Surabaya. Maka secara resmi,
Patoppoi dan putranya diangkat sebagai perwakilan lembaga sosial Cancer
Care Indonesia, yang juga disebutkan dalam buletin bulanan Cancer Care,
yaitu di Jl. Kayu Putih 4 No. 5, Jakarta, telp. 021-4894745, dan di Buduran,
Sidoarjo.
Cancer Care Malaysia telah mengembangkan bentuk pengobatan tersebut secara
lebih canggih. Mereka telah memproduksi ekstrak Keladi Tikus dalam bentuk
pil dan teh bubuk yang dikombinasikan dengan berbagai tananaman lainnya
dengan dosis tertentu. "Dosis yang diperlukan tergantung penyakit yang
diderita," kata Boni.
Untuk mendapatkan obat tersebut, penderita harus mengisi formulir yang
menanyakan keadaan dan gejala penderita dan akan dikirimkan melalui fax ke
Dr. Teo. "Formulir tersebut dapat diisi disini, dan akan kami fax-kan.
Kemudian Dr. Teo sendiri yang akan mengirimkan resep sekaligus obatnya,
dengan harga langsung dari Malaysia, sekitar 40-60 Ringgit Malaysia," lanjut
Boni. "Jadi pasien hanya membayar biaya fax dan obat, kami tidak menarik
keuntungan, malahan untuk yang kurang mampu,Dr.Teo bisa memberikan
perpanjangan waktu pembayaran." tambahnya.
Sebenarnya pengobatan ini juga didukung dan sedang dicoba oleh salah satu
dokter senior di Surabaya, pada pasiennya yang mengidap kanker ginjal. Ada
dua pasien yang sedang dirawat dokter yang pernah menjabat sebagai direktur
salah satu rumah sakit terbesar di Surabaya ini.Pasien pertama yang mengidap
kanker rahim tidak sempat diberi pengobatan dengan keladi tikus, karena
telah ditangani oleh rekan-rekan dokter yang telah memiliki reputasi.
Setelah menjalani kemoterapi dan radiologi, pasien tersebut mengalami
kerontokan rambut, kulit rusak dan gatal, dan selalu muntah. Tetapi pada
pasien kedua yang mengidap kanker ginjal, dokter ini menanganinya sendiri
dan juga memberikan pil keladi tikus untuk membantu proses penyembuhan
kemoterapi.
Pada pasien kedua ini, tidak ditemui berbagai efek yang dialami penderita
pertama, bahkan pasien tersebut kelihatan normal. Tetapi dokter ini menolak
untuk diekspos karena menurutnya, pengobatan ini belum resmi diteliti di
Indonesia. Menurutnya, jika rekan-rekannya mengetahui bahwa dia memakai
pengobatan alternatif, mereka akan memberikan predikat sebagai "ter-kun"
atau dokter-dukun. "Disinilah gap yang terbuka antara pengobatan
konvensional dan modern," kata dokter tersebut.
Banyak hal menarik yang dialami Boni selama menerima dan memberikan bantuan
kepada berbagai pasien. Bahkan ada pecandu berat putaw dan sabu-sabu di
Surabaya, yang pada akhirnya pecandu tersebut mendapat kanker paru-paru.
Setelah mendapat vonis kanker paru-paru stadium III, pasien tersebut
mengkonsumsi pil dan teh dari Cancer Care. Hasilnya cukup mengejutkan,
karena ternyata obat tersebut dapat mengeluarkan racun narkoba dari
peredaran darah penderita dan mengatasi ketergantungan pada narkoba
tersebut. "Tapi, jika pecandu sudah bisa menetralisir racun dengan keladi
tikus, dia tidak boleh memakai narkoba lagi, karena pasti akan timbul
resistensi. Jadi jangan seperti kebo, habis mandi berkubang lagi,"
sambung Boni sambil tertawa.
Juga ada pengalaman pasien yang meraung-raung kesakitan akibat serangan
kanker yang menggerogotinya, karena obat penawar rasa sakit sudah tidak
mempan lagi. Setelah diberi minum sari keladi tikus, beberapa saat kemudian
pasien tersebut tenang dan tidak lagi merasa kesakitan.
Menurut data Cancer Care Malaysia, berbagai penyakit yang telah disembuhkan
adalah berbagai kanker dan penyakit berat seperti kanker payudara,
paru-paru, usus besar-rectum, liver, prostat, ginjal, leher rahim,
tenggorokan, tulang, otak, limpa, leukemia, empedu, pankreas, dan hepatitis.
Jadi diharapkan agar hasil penelitian yang menghabiskan milyaran Ringgit
Malaysia selama 5 tahun dapat benar-benar berguna bagi dunia kesehatan.
Bagi teman-teman yang memerlukan informasi lebih lanjut sehubungan dengan
artikel "Obat Kanker" bisa menghubungi perwakilan lembaga sosial "Cancer
Care Indonesia" beralamat di Jl. Kayu Putih 4 no. 5 Jakarta, telp :
021-4894754
This email was cleaned by emailStripper, available for free from
<http://www.printcharger.com/emailStripper.htm>
http://www.printcharger.com/emailStripper.htm
--- End Message ---