> Realita: Terbebas dari Belenggu Autisme..!
> Jakarta, Kamis
> *     "I am the child that looks healthy and fine. I was born with ten
> fingers and toes. But something is different, somewhere in my mind and
> what it is, nobody knows."
> Bait awal puisi "The Misunderstood Child" karya Kathy Winters itu dibaca
> Joshua Ephraim Sianturi dengan suara jelas dan lancar. Seperti anak normal
> seusianya, sosok bocah lelaki itu tampak sehat-sehat saja. "Anak saya
> sekarang sudah bagus, tidak menunjukkan ciri-ciri autis lagi, kecuali daya
> pendengarannya yang masih harus diperbaiki," tutur Debbie R. Sianturi,
> ibunya.
> Lahir Vakum
> Perempuan cantik berkulit putih ini dengan penuh semangat berkisah tentang
> usahanya mendampingi putra keduanya untuk keluar dan kungkungan autisme.
> Kehadiran Joshua memang agak berbeda. Debbie harus menunggu lima tahun
> untuk hamil lagi, setelah kelahiran putri sulungnya. Bahkan ia sempat
> menjalani terapi kesuburan dan hampir mengikuti program bayi tabung, namun
> kemudian bisa mengandung secara alami.
> Selama kehamilan, ada beberapa faktor tidak menguntungkan yang
> melingkupinya. Ada kondisi yang membuatnya stres berat dan itu berakibat
> pada kemerosotan kekebalan tubuhnya. Sewaktu tiba kelahiran Joshua,
> ternyata tidak berlangsung sesuai harapan. Bayi mungil itu lahir melalui
> proses vakum pada tanggal 25 Agustus 1996, di Sydney, Australia. Kepalanya
> mengalami trauma. Sayangnya, ia tidak mendapatkan penanganan yang
> maksimal. Joshua kecil pun lalu sering menangis.
> Semasa bayi ia berkali-kali terkena flu, pilek, dan batuk, dan kerap
> mendapat obat antibiotika. Suatu hari di saat sedang sakit atau sumeng
> itulah, di usia satu tahun tiga bulan ia menjalani vaksinasi MMR
> (Mumps-MeaslesRubella). Sejak saat itu perkembangannya berjalan mundur.
> Kemampuan bicaranya menurun, hingga akhirnya ia tak lagi berkata-kata,
> Padahal, sebelumnya ia sudah pintar melafalkan "mama, papa," dan beberapa
> kata lain. Ia menghindari kontak mata, cara jalannya berubah menjadi
> jinjit. Jingle atau musik di televisi bisa dengan mudah menarik
> pendengarannya, tapi bila dipanggil ia sama sekali tak mau menengok.
> Joshua jadi benar-benar cuek dan asyik dengan dunianya sendiri.
> Segera Bertindak
> · Hati orangtua mana yang tidak menderita ketika melihat buah cintanya
> didera gangguan yang tampaknya tiada henti itu. 
> Debbie pun mengaku sangat tenpukul saat dokter mengatakan Joshua yang saat
> itu berusia satu tahun sepuluh bulan, mengidap autisme.
> "Saya tidak tahu apa-apa, tapi juga tak bisa membiarkan din merasa
> tertekan berkepanjangan," tutur alumnus FE-UI Jakarta ini.
> Perempuan dari keluarga yang kental dalam menjalankan perintah agama ini
> lalu tenggelam dalam doa. Ia melakukan introspeksi dan minta pertolongan
> Tuhan. Dengan segera ia juga bertindak mencari terapi medis dan menggali
> berbagai informasi menyangkut autisme.
> "Kami sebagai orangtuanya memang sangat aktif karena tanggung jawab
> terbesar ada di pundak kami," kata istri Batara Sianturi ini.
> Sayangnya, mencani ahli terapis untuk anak autis di masa itu sangat sulit.
> Kalaupun ada, dokter lebih mengaitkannya dengan masalah kejiwaan, sehingga
> obat yang diberikan pun berupa obat-obatan psikiatrik. "Padahal, yang
> dibutuhkan anak autis adalab terapi berupa intervensi dan perawatan medis
> serta nonmedis yang komprehensif, integratif, dan holistik," tambahnya.
> Namun, tanpa putus asa, Debbie dan suaminya mencari alternatif pengobatan
> hingga ke luar negeri. Akhirnya sejak tahun 1998 berbagai program
> intervensi bisa dilakukan untuk Joshua. Mulai dan ABA (applied behavioral
> analysis) yang dirasa sangat efektif, terapi medis, terapi wicara, terapi
> okupasi, terapi perilaku, terapi fisik, terapi bermain, termasuk juga
> kraniosakral dan senam otak.
> "Supaya bagian mulutnya tidak lemah perlu dilakukan terapi wicara. Ia juga
> dilatih cara meniup supaya tahu memakai otot-otot mulutnya dan bisa
> memproduksi suara," ujarnya.
> Sehari 50 Kapsul
> · Debbie memang berusaha keras memahami berbagai terapi untuk anaknya.
> Hanya saja, ia tak bisa menyerahkan proses itu sepenuhnya kepada
> terapisnya. 
> Sebagai ibu, ia ingin terlibat langsung dan melakukan apa saja yang
> terbaik untuk putranya. Meski melelahkan, butuh stamina fisik dan mental
> yang super kuat, ia tak gampang menyerah.
> Setiap saat selagi Joshua terjaga ia mesti melakukan interaksi, bermain,
> dan berbicara, serta.menariknya keluar dan dunia autisnya. Membawanya
> keluar dari dunianya merupakan perjuangan panjang.
> Sebagai contoh, untuk bisa meniup saja Joshua harus berlatih selama empat
> bulan. Untuk mengenali warna merah mesti diajari dengan sistem tertentu
> dan dilakukan terus-menerus.
> "Istilahnya napas saja nggak sempat," ungkap Debbie. Demi anaknya, ia pun
> rela meninggalkan karier dan menumpahkan seluruh waktu dan perhatiannya
> bagi Joshua. Di samping berbagai terapi tadi, si kecil juga harus
> menjalani diet GFCF (Gluten Free & Casein Free). Semua makanan yang
> mengandung gandum dan susu sapi harus dihindarinya.
> Rupanya obat-obatan antibiotika yang dulu kerap diminumnya telah membunuh
> bakteri jahat dan bakteri baik yang hidup dalam pencernaannya. Akibatnya,
> koloni jamur di pencernaan itu merajalela dan merusak ususnya.
> Makanan yang tidak sempurna dicerna usus yang banyak berlubang itu
> kemudian menimbulkan dampak alergi. Itulah mengapa ia perlu mendapatkan
> penanganan nutrisi.
> Satu tahun menjalani diet ini tak juga ada kemajuan yang berarti. Pada
> diri Joshua bahkan tampak tanda-tanda malnutrisi, tubuhnya lemah dan berat
> badan menurun. Perkembangan yang menggembirakan baru tampak setelah
> penanganan nutrisi itu dilengkapi dengan konsumsi vitamin dan suplemen.
> Tak kurang dan 50 kapsul suplemen dan vitamin harus dikonsumsi Joshua
> setiap hari. Sebelum makan, ia mesti minum suplemen enzim pencernaan untuk
> membantu mencerna makanan, sehingga tidak timbul efek alergi. Hari-harinya
> mulai penuh dengan jadwal mengonsumsi suplemen dan vitamin.
> Acara minum suplemen ini juga penuh perjuangan dan pada awalnya harus
> melibatkan banyak orang. "Tentu saja dia berontak, jadi harus dipegangi
> paling tidak oleh lima orang. Tapi, cara ini saya kira jauh lebib baik
> danpada menggunakan obat antidepresi yang bisa menyebabkan
> ketergantungan," ucap ibu tiga anak ini.
> Mampu Berprestasi
> · Lama-kelamaan dia terbiasa dan mau mengonsumsi puluhan suplemen itu
> tanpa dipaksa. Dan berkat vitamin dan suplemen itu Joshua mencapai
> kemajuan yang sangat bermakna. 
> Tubuhnya lebih sehat dan kemampuan bicaranya yang tadinya
> sepotong-sepotong kini sudah lancar.
> Berbagai terapi yang komprehensif, integratif, dan holistik tetap dijalani
> Joshua dengan tekun. Ia pun masih menjalani terapi kelasi dengan suplemen,
> untuk membuang timbunan logam-logam berat dan dalam tubuhnya.
> Dari pemeriksaan terakhir, secara klinis ia sudah tidak menunjukkan
> cin-ciri autis, tapi tubuhnya masih memberi respon negatif terhadap vaksin
> campak. Supaya sistem kekebalan tubuhnya meningkat, dokter menyarankannya
> untuk menjalani WIG (Intra Venous Immune Globulin).
> "Sementara WIG belum bisa dilakukan karena dia harus menyelesaikan terapi
> kelasi dulu," ujar sang ibu. Perjuangan Debbie dan suami selama hampir
> lima tahun telah berbuah kebahagiaan. Kemajuan sekecil apa pun yang
> terjadi, selalu mereka sambut dengan rasa syukur. Apalagi Joshua kini tak
> jauh beda dengan anak-anak seusianya.
> Murid kelas I SD PSDK Mandiri itu senang bermain dengan teman-temannya. Ia
> sudah bisa bercanda, suka berenang, dan main piano, juga ikut kelompok
> olabraga basket dan softbol di sekolah. Sewaktu masih bergabung dalam
> kelompok bermain dan TK, ia termasuk siswa berprestasi dalam kumon
> matematika.
> Seperti anak modern lainnya, Joshua juga senang main komputer. "Tapi,
> keasyikannya pada komputer dan televisi harus saya batasi, supaya tidak
> obsesif," ujar Debbie.
> Karena sekolahnya menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar, Ia
> pun kini mulai tekun mendalami kata-kata asing itu. Pantas saja ia bisa
> membawakan puisi itu dengan baik hingga kalimat terakhir.
> For I am the child that needs to be loved. 
> And accepted and valued too
> I am the child that is misunderstood
> I am different - but look just like you
> Joshua memang lahir dan tumbuh di tengah keluarga yang sangat
> mengasihinya. Dan apa pun adanya, ia selalu menjadi permata yang berharga
> dan membanggakan kedua orangtuanya. @ Endang Saptorini
> 

---------------------------------------------------------------------
>> Kirim bunga, buket balon atau cake, klik,http://www.indokado.com/
>> Info balita, http://www.balita-anda.com
>> Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]

Kirim email ke