Kagak Nyambung Soal Volvo

 


Jaka Sembung makan soto, kagak nyambung soal Volvo. Demikianlah kiranya
kalau kita bicara soal mobil dinas Volvo yang dijatahkan buat pimpinan
DPR/MPR. 

 

Rabu (13/10) lalu, Ketua MPR Hidayat Nurwahid mengatakan, bahwa pimpinan MPR
menolak penggunaan mobil dinas Volvo untuk menghemat anggaran. Alasan lain,
mobil dinas produksi Swedia itu bisa menimbulkan kecurigaan dan kemewahan. 

 

Sebuah sikap yang patut diacungi jempol. Sebab, di tengah kuatnya gelombang
materialisme dan hedonisme yang menyelimuti pejabat negara, ternyata masih
ada pimpinan yang bersikap secukupnya, sederhana. Tidak mengumbar kemewahan
di hadapan rakyat yang setiap hari mengalami kesulitan hidup.

 

Pesan itu yang sebetulnya ingin disampaikan oleh Hidayat Nurwahid dkk. Namun
pilihan sikap pimpinan MPR ini ternyata salah dimaknai oleh pimpinan DPR.
Menurut Ketua DPR Agung Laksono, kalau sekadar tidak memakai mobil dinas
Volvo, maka dampak penghematan anggara tidak signifikan. Apalagi jatah
pimpinan MPR itu hanya empat buah.

 

"Saya melihat, penghematan sebenarnya ada empat hal, yaitu bidang otonomi
daerah, subsidi terutama pada golongan menengah ke atas, bunga obligasi dan
utang luar negeri," bual Agung, menjelaskan hal-hal yang sudah biasa kita
dengar dari pengamat ekonomi, Kamis (14/10) lalu.

 

Di sinilah masalahnya. Hidayat berpendapat bahwa penghematan bisa dimulai
dari hal-hal yang kecil, yang kongkret, yang sederhana, tidak membutuhkan
teori ndakik-ndakik, tapi langsung bisa dilaksanakan, oleh siapa saja dan
kapan saja, tanpa mengganggu kepentingan orang banyak.

 

Sementara Agung menempatkan penghematan dalam kerangka besar masalah negara,
yang untuk mengatasinya membutuhkan keputusan besar. Alih-alih bisa
merealisasi keputusan yang sudah ditetapkan, mengambil keputusan saja belum
tentu bisa, mengingat banyak pihak yang berkepentingan atas keputusan
tersebut.

 

Agung hanya terpaku pada jumlah mobil Volvo yang menjadi jatah MPR. Dia
tidak berpikir panjang, bahwa pilihan sikap pimpinan MPR itu akan berdampak
panjang, tak hannya di pusat, tetapi yang lebih penting lagi adalah di
daerah-daerah. Sebab, tindakan kongkret yang dilakukan pimpinan MPR itu bisa
menjadi rujukan dan panutan pejabat lain, sehingga kelak polisi dan jaksa
tidak habis waktunya untuk mengurus anggota dewan yang membengkakkan
anggaran seperti saat ini. Dan bila sikap Hidayat Nur Wahid itu bisa
dicontoh oleh 80% pejabat di Indonesia... coba bayangkan berapa trilyun uang
yang bisa diselamatkan oleh negara dan digunakan untuk memberi makan rakyat
miskin dan uang sekolah anak putus sekolah ? ( Volvo baru pejabat seharga
200 - 500 juta. bila ada 1000 orang pejabat mengikutinya jadi dihemat
500.000.000.000 itu belum termasuk penghematan BBM, biaya hotel ( rencana
penghematan biaya hotel seharga 20 juta permalam menajdi 400 ribu permalam )
dan lain-lain )

 

Penghematan anggaran negara tidak akan selesai hanya dikumandangkan. Namun
butuh contoh kongkret dari para pejabat negara. Memang kita tidak bisa
menghidupkan kembali Soekarno dan Hatta yang selalu hidup sederhana, tapi
para pejabat bisa menirunya, dan Hidayat Nurwahid telah memulainya .

 

Kirim email ke