Hi mbak Gerci, Antibiotik perlu nggak, sih? Jawabannya: PERLU sekali…. TAPI penggunaannya harus TEPAT.
Saya ingat dulu ada posting e-mail salah satu mom yang mengutip bahwa, penemuan antibiotik itu termasuk ‘anugerah’ dalam dunia medis setelah penemuan vaksin, dalam rangka menyelamatkan nyawa manusia. Salah satu contoh, treatment penyakit TBC yang mengancam kehidupan toh bisa disembuhkan dengan makan antibotik secara teratur, tanpa perlu intervensi bedah atau radiasi. Infeksi Saluran Kemih pada anak atau radang tenggorokan yang disebabkan bakteri Streptococcus (Strep throat) di mana antibiotik is a MUST, dan banyak contoh lain penggunaan antibiotik yang tepat. Hanya, masalahnya, sering kejadian kalau obat antibiotik itu langsung diresepkan dokter/DSA untuk anak kita yang jelas-jelas sedang terinfeksi virus. Contoh paling umum, pilek, batuk, diare, radang tenggorokan, cacar air, campak, gondongan, HFMD, dll. Bahkan apa yang disebut (mis. Demam, muntah, diare, sakit kepala, radang), yang notabene bukan penyakit, tapi GEJALA, diobati juga dengan antibiotik. Memang gejala-gejala seperti ini kalau dialami anak, kadang membuat sedih dan iba ortu, but antibiotics will not make them go away any faster. GEJALA itu menunjukkan ada ‘something wrong’ dalam tubuh anak kita, perlu segera dicari PENYEBAB-nya... Kalau bakteri, minta bantuan dokter untuk meresepkan antibiotik yang tepat. Kalau virus, usahakan daya tahan tubuh anak 'mengalahkan'nya. Jadi, kalau kita dapati anak mengalami infeksi virus seperti ini, the best treatment is to WAITand WATCH our child. Infeksi virus itu tidak ada obatnya (mengapa? Karena tidak seperti bakteri, virus termasuk yang susah diisolasi dalam lab., sehingga sulit diidentifikasi jenisnya, jadi susah juga (sampai saat ini) dibuat obat penangkalnya). Tetapi yang ‘menggembirakan’, sistem imun tubuh manusia bisa memerangi virus tsb. Artinya, dengan daya tahan tubuh yang kuat, serangan virus bisa diatasi (kecuali virus HIV yang justru menyerang sistem imun tubuh manusia dan sampai saat ini sedang diupayakan pengobatannya). Penyakit karena infeksi virus adalah self-limiting disease, always gets better on its own. Saya belajar menerapkannya untuk Jovan. Dan sampai usianya menjelang 20 bulan saat ini, home-treatment (Wait, Watch and ‘Urge’ his body’s immune cells to fight back/banyak minum, makan bergizi, istirahat) ini yang saya lakukan. Seingat saya, dia hanya minum obat untuk penurun panas waktu demam, dan kelihatannya sistem tubuhnya mulai ‘familiar’ dengan infeksi virus (1-2 hari biasanya dia langsung recover) jadi sampai saat ini Jovan hanya ketemu dokter kalau waktu imunisasi. Untungnya, dia sangat-sangat ‘kooperatif’ dalam hal makan/minum walau sedang sakit, jadi itu mungkin yang mempercepat daya tahan tubuhnya membaik. Saat saya tinggal di overseas, beberapa kali sempat menemani housemate yang balitanya sedang sakit ke GP (dokter umum). Dan se’heboh’ apa pun keterangan ibunya terhadap infeksi virus umum yang dialami anaknya seringnya sih hanya ditimpali dengan pemberian resep Panadol untuk pereda gejala demam plus nasihat bla-bla-bla untuk memperhatikan asupan nutrisinya J Kalau pun terdeteksi penyakit yang lebih serius, selalu disertai dengam sekian kali test penunjang yang memperkuat diagnosa... baru kemudian diberi obat-obatan. Sorry agak melenceng, ...saya termasuk penggemar film serial TV, ‘ER’ (written and produced by Michael Crichton). Ada banyak adegan film yang menunjukkan bahwa ahli medis, khususnya paediatricians di UGD tsb. extremely careful dengan pemakaian antibiotik, atau menunda dulu pemberian antibiotik sebelum pemeriksaan lab./CT scan selesai, dll. (of course ide-ide cerita film ini bukan ‘fiksi’, kalau melihat Mr. Chrichton yang juga lulusan kedokteran Harvard selain punya talenta menulis yang OK :)). Kesimpulan saya, pemberian resep obat dan penggunaan yang 'wise' sebaiknya mulai jadi 'budaya' kita, nih. Setiap kali mendapatkan resep obat antibiotik dari dokter, pastikan dulu apakah penyebab penyakit anak kita adalah bakteri. Kadang dokter suka memberikan puyer, please note bahwa puyer umumnya selalu mengandung lebih dari 1 obat dan ‘kadang’ antibiotik ‘diselipkan’ di antaranya. Tanyakan saja pada dokter/apotek fungsi masing-masing komponen puyer itu. Atau, saat konsultasi, mulai dengan kata-kata, “Dok, anak saya mengalami GEJALA...., dari hasil observasi saya seharian ini dia ...., sudah saya beri obat penurun panas sekian kali.... , nafsu makannya ...., aktivitasnya ...., BAB dan BAKnya ... kira-kira PENYEBAB dari GEJALA penyakitnya apa, ya dok?” he..he.. mungkin dengan keterangan kita yang ‘lengkap dan padat’ bisa membantu dokter mendiagnosa dengan lebih tepat dan langsung mencari solusi terhadap penyebab penyakit anak kita bukan hanya langsung mengobati gejala penyakitnya dengan berbagai jenis obat-obatan. Antibiotik memang SANGAT diperlukan jika MEMANG dibutuhkan untuk memerangi infeksi bakteri. Jangan sampai pemberian antibiotik yang berlebihan dan tidak kena sasaran membuat ‘keampuhan’ antibiotik justru hilang pada saat ia benar-benar dibutuhkan. Lho kok jadi lupa berhenti ngetik, ya?? Sorry, euy! :) Have a nice weekend, ya, Sylvia – Jovan’s mum --------------------------------- Do you Yahoo!? Express yourself with Y! Messenger! Free. Download now.