Dear Moms and Dads,
Dibawah adalah artikel mengenai imunisasi hib dari Republika online tanggal 7 Desember 2004. Mungkin bisa menjadi tambahan info sebagai referensi untuk imunisasi hib pada anak kita. Semoga bermanfaat ya. Cheers, Astrid Vaksin Hib dari Antigen Sintetik Laporan : wed Untuk menyelamatkan balita dari Hib tak lagi cukup dengan antibiotik. Perlu pencegahan lewat proses imunisasi. Infeksi masih jadi salah satu penyebab kesakitan dan kematian pada manusia, terutama bayi dan balita. Salah satu penyakit infeksi yang berbahaya dan tidak memiliki gejala yang spesifik adalah penyakit Hib (haemophyllus influenzae tipe b). Ada beberapa penyakit yang diperparah oleh Hib, yaitu meningitis, pneumonia, dan epiglotitis. Prof Dr dr Sri Rezeki S Hadinegoro SpA(K) dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengatakan di Jakarta, beberapa waktu lalu, penyakit ini berisiko tinggi, menimbulkan kematian pada bayi. ''Kalaupun sembuh, meningitis Hib dapat menyebabkan gangguan pendengaran, mental dan otak,'' katanya. Untuk menyelamatkan penderita Hib, dokter di masa lalu memberikan antibiotik sesegera mungkin. Kini, antibiotik saja tak cukup ampuh. Di Amerika diperkirakan 40 persen bakteri Hib resisten terhadap obat antibiotik ampisilin. Kondisi ini memaksa para pakar memutar otak untuk mencari cara pencegahan penyakit ini. Belakangan dikembangkan vaksin antigen sintetik yang diberikan pada bayi usia dua bulan ke atas. Hib sudah dikenal sejak 50 tahun lalu. Diperkirakan sekitar 600 ribu anak di dunia meninggal karena infeksi ini setiap tahun, terutama di negara yang sedang berkembang. Laporan dari Asia menunjukkan, Hib merupakan penyebab terpenting pada kasus meningitis. Di Indonesia, Hib ditemukan pada 33 persen di antara kasus meningitis. Pada penelitian selanjutnya, ditemukan sebesar 38 persen Hib sebagai penyebab meningitis pada bayi dan anak usia kurang dari lima tahun. Hib mengakibatkan sedikitnya 400 ribu sampai 700 ribu anak meninggal setiap tahunnya. Sasaran Hib Usia paling berisiko terkena Hib, menurut Sri Rezeki, adalah antara 2 bulan hingga 18 bulan. Sekitar lima sampai 10 persen penderita pada usia itu akan meninggal. Infeksi akut Hib juga menyerang bayi berusia di bawah 6 bulan, dengan tingkat kematian mencapai 40 persen. Kematian itu terjadi karena ada infeksi tambahan dari bakteri. Sekilas Hib mirip influenza biasa. Gejala umumnya adalah demam, rinitis, batuk, lelah, sakit tenggorokan, nyeri otot dan kepala, muntah dan diare. Gejala Hib sendiri hanya dapat diketahui setelah terjadi kerusakan pada selaput saluran pernapasan. Penularan Hib terjadi lewat udara dan kontak langsung dengan penderita. Penyebab penyakit ini adalah bakteri gram negatif Haemophillus Influenzae, jenis berkapsul dan tidak berkapsul. Jenis bakteri tak berkapsul sifatnya tak ganas dan menyebabkan infeksi ringan. Untuk tipe bakteri berkapsul, terbagi atas 6 serotipe dari a sampai f. Di antara jenis yang berkapsul, tipe b yang terganas. Sebanyak 95 persen penyebab semua infeksi Hib dari kesakitan dan kematian pada bayi dan anak berumur kurang dari lima tahun disebabkan oleh semua infeksi Hib. Vaksin Upaya pencegahan yang paling efektif menghadapi ancaman Hib saat ini adalah dengan memberikan imunisasi Hib sedini mungkin. Imunisasi ini diberikan secara bertahap sejak usia di atas dua sampai 15 bulan untuk memberikan perlindungan yang optimal. Vaksin ini tak dianjurkan kepada bayi yang berusia kurang dari dua bulan karena bayi seusia itu belum bisa membentuk antibodi. Vaksin Hib berisi komponen PRP-T (konjugasi polyribosyl-ribitol phosphate dengan tetanus toxoid). Sebenarnya, vaksin konjugasi ini ditemukan tahun 1990. Selama ini, vaksin Hib dibuat dengan cara melemahkan antigen bakterinya. Caranya adalah dengan memproses (konjugasi) dinding kapsul bakteri. Beberapa percobaan dilakukan oleh tim ahli dari Lembaga Penelitian Fakultas Kimia, Universitas Havana, Kuba. Tujuannya adalah untuk menemukan vaksin Hib yang lebih tepat dan mampu memenuhi kebutuhan vaksin di Kuba dan negara lainnya. Pimpinan tim peneliti, Prof Vicente Verez-Bencomo mengatakan, penelitian tersebut terus diupayakan, meski dananya sangat besar dan melalui tahapan yang cukup sulit. ''Kesulitannya adalah pada uji klinis. Beberapa kali kami mencoba menguji vaksin yang kami temukan ke tikus, tikus besar, kelinci, dan babi. Namun, semua tak berhasil. Akhirnya, saya coba ke manusia. Karena untuk ke manusia memerlukan izin yang rumit, saya cobakan saja ke tubuh saya sendiri,''ujar Bencomo seusai memaparkan hasil penelitian timnya di Jakarta, pekan lalu. Penelitian yang dilakukan bertahun-tahun itu berhasil membuat vaksin Hib secara sintetik. Bencomo membuat antigen sintetik oligosakarida yang dikonjugasikan dengan protein. Penemuannya telah dipublikasikan di Majalah Science Juni 2004. Kata pakar yang gemar merawat anggrek ini, keuntungan vaksin sintetis ini adalah lebih mudah untuk diproduksi dalam jumlah banyak sehingga harga juga menjadi lebih murah. Uji klinik menilai respons tubuh terhadap antigen ini baik, sehingga vaksin ini sudah digunakan secara massal di Kuba. Penelitian ini menggunakan kapsul pada serotip yang paling ganas, yaitu jenis b. Kapsul ini mengandung sejenis protein polisakarida. Tim ahli kemudian melakukan percobaan dengan melindungi kapsul tersebut dari reaksi yang ada dan menjalankan konjugasi dengan beberapa teknik sehingga didapatkan bahan sintetik kimia untuk vaksin. Vaksin sintetis ini ternyata sulit untuk diproduksi lebih banyak. Ditambah lagi, uji coba pada hewan belum berhasil. ''Karena itu, saya uji cobakan terus dengan beberapa modifikasi. Yang terakhir setelah melihat hasilnya yang setara dengan vaksin alami, bahkan berefek samping lebih rendah dari vaksin sebelumnya, maka kami yakin vaksin ini bisa digunakan secara luas,''sambung Bencomo. http://www.republika.co.id/ASP/koran_detail.asp?id=180444 <http://www.republika.co.id/ASP/koran_detail.asp?id=180444&kat_id=150> &kat_id=150