Mungkin bisa jadi bacaan, sorry kalo udah ada yg posting :
http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A07&cdate=28-JAN-2005&inw_id=343661 JAKARTA (Persbiro): Ini bukan untuk menakut-nakuti, tapi hasil survai yang dilakukan di AS mau tidak mau membuat kita harus hati-hati apabila hendak ke dokter atau rumah sakit. Apalagi ini terjadi di negeri maju dengan tingkat akurasi yang katanya tinggi. Dari penelitian yang dipublikasikan di Washington, seperti dikutip Reuters, sekitar 80% dari dokter dan 50% perawat yang diteliti mengaku pernah melihat rekan kerja mereka melakukan kekeliruan. Namun hanya sekitar 10% dari mereka yang mau mengungkapkannya. Para peneliti dan pakar kesehatan menilai kekeliruan itu bahkan menyebabkan kematian puluhan dari ribuan orang yang terjadi karena kesalahan medis di AS. Perawat, dokter dan pekerja kesehatan, menurut penelitian itu, seharusnya tidak merasa malu untuk mengungkapkan kekeliruannya, inkompetensi, dan masalah lainnya yang bisa menyebabkan kecelakaan pada pasien, ungkap laporan tersebut. Para pekerja kesehatan yang mau berbicara terbuka tentang kekeliruan itu bisa menghentikan (kekeliruan) selagi awal. "Mereka juga lebih bahagia di tempat kerjanya," kata Joseph Grenny, Presiden Consulting Group VitalSmarts, yang mengepalai survai itu. Tim yang dikomandani Grenny melakukan riset terhadap 1.700 perawat, dokter, staf administrasi rumah sakit dan ahli lainnya dalam studi tersebut. "50% dari perawat mengatakaan mereka memiliki rekan kerja yang tidak cakap." Dia menambahkan 84% dokter dan 62% perawat dan paramedis telah melihat banyak pekerja pembantu yang melakukan jalan pintas yang dapat membahayakan si pasien. Survai tersebut juga menunjukkan 88% dokter dan 48% perawat dan paramedis merasa mereka bekerja dengan kolega kerja yang menunjukkan analisa klinis yang buruk. Sebuah penelitian pada 1999 yang dilakukan para non-partisan dari Institute of Medicine menemukan lebih dari 98.000 warga Amerika meninggal tiap tahun akibat kesalahan medis di rumah sakit. Bahkan, pada Juli 2004, HealthGrades Inc, Lakewood, Colorado, AS mengungkapkan angka real sebenarnya mendekati 195.000 orang per tahun. Kesalahan yang terjadi termasuk kesalahan pemberian obat atau dosis pada pasien, kesalahan operasi, dan penyebaran bakteri melalui praktik yang tidak higienis. "Orang banyak memperhatikan masalah ini, tapi sering kali mereka gagal untuk mengungkapkan mereka [para pelaku]," kata Grenny. Pertanyaannya, kenapa para pekerja kesehatan itu tidak mengungkapkan hal itu? "Pasalnya orang takut terhadap konfrontasi, kekurangan waktu, dan merasa hal itu bukan [bagian dari] pekerjaan mereka," ujarnya. Bahkan, katanya, dokterpun takut menegur kesalahan para perawat yang dilihat dokter. Penelitian tersebut menunjukkan 10% dari pekerja medis yang buka mulut tentang hal tersebut merasa lega. "Saat mereka secara efektif berhadapan dengan situasi seperti itu, maka terasa perbedaannya. Mereka juga merasa puas dengan lingkungan kerjanya," lanjutnya. Connie Barden yang membantu American Association of Critical-Care Nurses mengatakan perawat tidak harus takut untuk menunjukkan kesalahan. "Perawat harus cakap melakukan komunikasi personal sebaik kemampuan klinisnya," lanjut Connie. Kasus di Indonesia Terkait dengan kesalahan medis itu, yang terjadi di Indonesia mungkin bisa lebih parah. Kekeliruan itu bisa muncul karena memang aturannya masih kurang lengkap, seperti diungkap Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI). Lembaga itu mengungkapkan sebagian penyebab meningkatnya kasus malpraktik di Tanah Air karena kurangnya Peraturan Pemerintah (PP) di bidang kesehatan. Menurut Ketua YPKKI Marius Widjajarta, berdasarkan UU Kesehatan No. 23/1992 seharusnya ada 29 PP pendukung, namun sampai saat ini baru terealisasi enam PP. "Sudah 13 tahun Indonesia kekurangan PP, sehingga tidak mengherankan bila kasus malpraktik meningkat," ujarnya baru-baru ini. Karena itu, tambahnya, peraturan yang ada perlu dilengkapi lagi termasuk di antaranya pengadaan PP standar pelayanan medik dan standar pelayanan rumah sakit. Begitu pula dengan UU Praktik Kedokteran yang dinilainya belum lengkap karena cenderung melindungi profesi kedoktern saja, belum memberi perlindungan terhadap pasien. Marius juga menilai UU tentang wabah penyakit yang sudah ada tidak jelas. Selama ini bilamana ada kejadian yang menghebohkan, misalnya banyak korban meninggal akibat demam berdarah beberapa waktu yang lalu, hanya disebut sebagai kejadian luar biasa. (k3/m04) -- AYO GALANG SOLIDARITAS UNTUK MEMBANTU KORBAN MUSIBAH DI ACEH & DAN SUMATERA UTARA !!! ================ Kirim bunga, http://www.indokado.com Info balita: http://www.balita-anda.com Stop berlangganan/unsubscribe dari milis ini, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED] Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]