Saya setuju dengan pendapat Reyna, karena antibiotik malah akan mematikan virus 
/ antibodi di tubuh.
 
Mungkin artikel ini bisa bermanfaat mengenai pemberian antibiotik untuk bayi.
http://www.hulbertchiropractic.com/wellness/antibiotics-infant-asthma
 
Menurut artikel dibawah ini, antibiotik tidak mengobati pilek atau flu, juga 
untuk orang dewasa.
http://health.yahoo.com/ency/adam/002070
 
Maaf kalau tidak berkenan.


Reyna Miranda <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
Parents..
 
Setau saya, isi satu paket puyer itu bisa terdiri dari dua macam obat, 
normalnya 3 macam obat bisa juga lebih. Kadang-kadang dsa bisa memberikan resep 
dua macam puyer dan satu sirup untuk diminum anak, padahal diagnosanya hanya 
radang tenggorokan, flu, batuk/ pilek biasa yang umumnya disebabkan oleh virus. 
Kita semua tau, virus itu tidak bisa dibunuh oleh obat/ apalagi antibiotika. 
virus hanya bisa dibunuh oleh antibodi dan dicegah dengan imunisasi..
 
nah, balik ke puyer.. kalo kita browsing ke www.medicastore.com nanti kita akan 
tau apakah jenis obat yang diresepkan itu ada antibiotikanya. ngga jarang 
kandungan obat dalam satu puyer, ada juga di kandungan puyer yang satu lagi.. 
jadi anak kita akan makan obat dobel2. masalahnya anak kita kok sembuh ya 
dikasih obat sama dokter itu?... itu hanya masalah emang udah waktunya sembuh 
kok.. :)) artinya sistem imun/ antibodi si anak sudah berhasil mematikan virus.
penggunaan antibiotik yang salah (misalnya pake antibiotik utk serangan virus), 
akan menyebabkan bakteri2 baik di tubuh kita/ anak akhirnya mati, padahal 
bakteri itu berguna untuk membantu tubuh meningkatkan sistem imun/ antibodi.. 
bakteri baik yang ngga mati akan mutan.. jadilah dia superbugs.. sementara itu 
tempat bakteri baik akan digantikan oleh jamur dan kuman lainnya.. akibatnya 
anak nantinya akan menjadi lebih sering sakit, atau sakitnya malah tambah 
parah. belum lagi kemungkinan anak terinfeksi oleh superbugs hasil bikinan kita 
(karena penggunaan obat yang ngga rasional tadi).. kondisi tubuh yang 
terinfeksi superbugs, akan membutuhkan antibiotik yang lebih tinggi lagi 
tingkatannya.. dan terakhir akan terjadi superinfection, dimana obatnya pun 
ngga ada lagi karena sistem tubuh sudah kebal karena penggunaan antibiotik 
sembarangan.. :( kalo udah begini.. kita kembali lagi deh ke jaman dulu sebelum 
antibiotik ditemukan..
 
oleh karena itu, segala sesuatu mengenai penggunaan antibiotik ini, harus ada 
evidence based yang jelas, test lab.. ada bakteri ngga? kalo ada.. ok 
antibiotik.. kalo ngga ada.. please dong ah.. moso kita mo bikin ginjal dan 
hati kita/ anak kita kocar-kacir netralisir zat kimia yang ngga ada gunanya 
buat tubuh itu? :))
 
so, seperti dokter saya bilang, antibiotik itu penyelamat, karena itu kita 
harus selamatkan antibiotik.
 
hmm.. berikut ini saya lampirkan e-mail seorang dokter yang mengikuti 
konfrensi/ workshop di India mengenai masalah RUD (Rational Use of Drugs), maaf 
kalau sudah pernah dan saya hanya mengambil point-point tertentu saja :)) :
 
Workshop yang disponsori WHO ini adalah Promoting RUD in the community dan 
diselenggarakan pertama kali tahun yl di India juga (semua kegiatan WHO perihal 
RUD untuk wilayah Asia diselenggarakan kalau tdk di Thailand ya di India).
 
Ada beberapa hal penting dan menarik yg ingin saya share dengan kalian.

Pertama, GERAKAN RUD AKAN JAUH LEBIH EFEKTIF MELALUI PROGRAM EDUKASI KONSUMEN. 
Konsep RUD pertamakali dicanangkan th 1985 di Nairobi (in fact, RUD is the 
biggest contribution of WHO in public health)
Namun demikian, para pakar sangat prihatin akan masa depan implementasinya. 
Selama ini gerakan RUD ditujukan bagi provider (pemberi jasa layanan kesehatan) 
dan dianggap hasilnya hampir nihil. 
Public education merupakan salah satu indikator (dari 12 indikator implementasi 
RUD) ... dan dianggap justru amat sangat penting sejak beberapa tahun terakhir. 
Oleh karena itu salah satu outcome dari workshop ini adalah munculnya berbagai 
proyek edukasi konsumen perihal RUD.

Kedua ... KONDISI RUD DI NEGARA KE3 ASIA ... 
Prof Krisantha ..  dari WHO regional ... dalam presentasinya perihal WHO 
perspective on RUD mengungkapkan kondisi RUD yg memperihatinkan. 
Di jentreng lah kondisi RUD based on those 12 indicators. Saat mengjentreng 
Indonesia ... dia bilang di Indonesia selain payah ke 12 indikator tsb, juga 
tdk ada regulasi harga obat. Pas perihal Indo... dia singkat aja... INDONESIA 
IS ... DISASTER. Sedih, tapi mau apalagi, kan begitu ya kenyataannya.

Bangladesh. Bagus banget. Mereka punya NDP (National Drug Policy yg ketat). 
Semua obat yg ada di Bangladesh hanya yg sesuai daftar obat esensial. Providers 
gak bisa meresepkan obat lain (artinya ... menutup kemungkinan kolusi dg 
industri obat). Di Indonesia? Amoksisilin aja lebih dari 150 macam!! 
Makin banyak oabt, makin sulit pengendalian dan monitoringnya!!
Kedua, Di Bangladesh, semua bentuk vitamin .. BANNED!! Gak ada cerita stimuno, 
imboost, elkana, dll dll dll
Ketiga, Tidak ada OTC alias obat bebas!!

India. NDP nya bagus. EDLnya mulai jalan (Indonesia punya daftar obat esensial 
tetapi implementasinya? Pemakaian generik amat sangat rendah dan peresepan 
umumnya obat bermerek yg mahal)
Institusi pendidikan nya sangat memperhatikan etika. Misalnya, mereka terus 
mendengungkan bahw pemberian antibiotika pada kondisi yg tidak membutuhkannya 
merupakan salah satu bentuk pelanggaran etika. 
Indonesia? Institusi pendidikan nya teoritis bisa dan tahu ngomong soal RUD 
tapi pada prakteknya??? Kita tidak punya journal untuk para dokter perihal good 
prescribing, perihal RUD. India punya journal yg terbit regular utk para 
dokter. Di Bengal, mereka bahkan sudah menerbitkan journal untuk masyarakat 
awam perihal RUD.

DI INDIA GAK ADA PUYER!!! DI SEMUA NEGARA PESERTA WORKSHOP GAK ADA PUYER... 
nanti saya kembali ke topik yang satu ini
Kesimpulannya... penyelewengan masih banyak di India tetapi proses menuju 
perbaikan terasa dan memang ada. Indo? Bisakah kita mengandalkan pada 
pemerintah dan institusi pendidikan?
Prof Krisantha memanggil saya secara pribadi. katanya beliau banyak mendengar 
kegiatan saya ... saya diberi buku ... 
Lalu kami bicara lama. salah kesimpulannya (lainnya off the record) ... bagus 
sekali kalau Indonesia tdk mengandalkan ke2 institusi di atas melainkan 
menggalakkan kegiatan edukasi konsumen!! hehehe muter ya bahasanya

Ketiga ... Saya diminta presentasi kegiatan saya di Indo. By the end of the 
session, applause and bows. Prof Goran Tomson (Swedia) staf ahli WHO utk RUD 
... ini pengejawantahan agar tidak NATO katanya hehehe (No action talk only)
Kedua, amazing kata mereka ... ini movement revolutionary - drug information 
services yang mempergunakan modern IT

Keempat ... saya mesti menjalin network dengan LB diberi beberapa badan yg 
perlu dihubungi. dst dst tetapi intinya... jangan sendirian. Aduuhhh saya 
keopinginn banget gak sendirian tetapi Prof Roy bilang..
This field (RUD)... is a very lonely path... the only friends you have are the 
customers themselves... nah lho!! padahal beberapa pihak suggest .. mesti cari 
support dari sesama dokter (terutama DSA) dan dari pemerintah hehehe .. lagi 
sibuk Tsunami saya bilang.
 
Keima ... Saya diminta memberikan demo praktek dispensing obat di Indo. Lalu 
saya memberikan contoh resep untuk anak batuk pilek
Mereka bingung ... kok obatnya banyak banget!! Gimana cari kasihnya? 
Saya ambil cawan obat, masukkan semua obat ... gerus!!! Heeehhhh!! Ternyata 
dari semua negara participants ... Indo satu2nya yg punya puyer hehehehe. 
Peserta yg pharmacist pada protes... aduh kan pabrik obat bikin penelitian 
susah2 untuk menemukan bentuk obat yg terbaik kayak apa kok malah digerus, 
dijadikan satu lagi, interaksinya gimana, pharmakokineticnya gimana? Kok ahli 
farmasinya mau sihhhh
Saya bilang kan instruksi di resep, farmasi gak bisa ubah selain mereka sendiri 
juga pola pikirnya memang puyer yg terbaik!!
Lalu mereka komentar lagi .. The way you write the prescription is so ancient!!
Seorang teman berkomentar di jakarta kemarin ... tapi puyer tuh yg terbaik buat 
anak, bisa di desain individual. Bullshit (maappp) saya bilang. kalau ini yng 
terbaik, yg teraman, yang termurah ... pasti sudah diadopt negara lain. WHO dan 
Unicef pasti gak tinggal diam. pasti disosialisasikan agar dimanfaatkan negara 
lain seperti ketika mensosialisasikan pemberian ORS untuk anak diare karena itu 
yg paling tepat selain murah.
 
much love,
 
reyna
 
maaf kepanjangan dan mohon maaf sekali lagi apabila tidak berkenan.. heheheheh



 
-------Original Message-------
 
From: [EMAIL PROTECTED]
Date: 03/05/05 10:06:05
Subject: Re: [balita-anda] Puyer

 
Pak Ronny,
 
Kemaren tuh di milis ini ada pembahasan ttg puyer ginian, ada seorang
dokter yg critanya ikutan semacem seminar (CMIIW) -- artikelnya aku lupa
nge-file, mungkin milis ada yg simpen nih; yg intinya .... penggunaan
puyer yg terdiri dari berbagai jenis obat (meskipun kadarnya miligram
kecil2) tapi itu cuman terjadi di Indonesia, penggunaan puyer semacem itu
riskan.
Dg kata lain, mereka yg dari luar negri pada bingung alias kaget. Karena
di negri2 mereka tuh semua obat gak bisa asal campur dan ada pengawasan
pemakaiannya dari pemerintah.
 

                
---------------------------------
Celebrate Yahoo!'s 10th Birthday! 
 Yahoo! Netrospective: 100 Moments of the Web 

Kirim email ke