hu hu hu
pengen nangiiiiiisssss.....
hiks.... kadang aku sebagai ibupun begitu, sering lupa
hilang sabar, banyak marah

maaf ya nak..... maaf .....

Winda Adjizar
PT. Primatama Karya Persada
PT.Adijaya Guna Satwatama-Head Office
Mail to : [EMAIL PROTECTED]
Mail to : [EMAIL PROTECTED]



========= Men Proposed God Disposed ==========


-----Original Message-----
From: intan dima [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: 01 April 2005 15:20
To: BA
Subject: [balita-anda] Ayah Juga Lupa....



            Ayah Juga Lupa
             
            Dengar, Nak: Ayah mengatakan ini pada saat kau terbaring tidur, 
            sebelah tangan kecil merayap di bawah pipimu dan rambut hitammu
yang 
            ikal dan lebat, melekat pada dahimu yang lembab. Ayah menyelinap

            masuk seorang diri ke kamarmu, diam-diam, bersijingkat.
            Baru beberapa menit yang lalu, ketika ayah membaca koran di
ruang 
            perpustakaan, satu sapuan sesal yang amat dalam menerpa. Dengan 
            perasaan bersalah Ayah datang masuk ke pembaringanmu.
            Ada hal-hal yang Ayah pikirkan, Nak; Ayah selama ini telah
bersikap 
            kasar kepadamu. Ayah membentakmu ketika kau sedang berpakaian
hendak 
            pergi ke sekolah karena kau cuma menyeka mukamu sekilas dengan 
            handuk. Lalu Ayah lihat kau tidak membersihkan sepatumu. Ayah 
            berteriak marah tatkala kau melempar beberapa barangmu ke
lantai. 
            Saat makan pagi Ayah juga menemukan kesalahan, kau meludahkan 
            makananmu. Kau menelan terburu-buru makananmu. Kau meletakkan
sikumu 
            di atas meja. Kau mengoleskan mentega terlalu tebal di rotimu.
Dan 
            begitu kau baru mulai bermain dan Ayah berangkat mengejar kereta

            api, kau berpaling dan melambaikan tangan sambil berseru,
"Selamat 
            jalan, Ayah!" dan Ayah mengerutkan dahi, lalu menjawab,
"Tegakkan 
            bahumu!".
            Kemudian semua itu berulang lagi pada sore hari.
            Begitu Ayah muncul dari jalan, Ayah segera mengamatimu dengan 
            cermat, memandang hingga lutut, memandangmu yang sedang bermain 
            kelereng. Ada lubang-lubang pada kaus kakimu. Ayah menghinamu di

            depan kawan-kawanmu, lalu menggiringmu untuk pulang ke rumah.
"Kaus 
            kaki mahal dan kalau kau yang harus membelinya kau akan lebih 
            berhati-hati!"
            Bayangkan itu, Nak; itu keluar dari pikiran seorang Ayah! Apakah
kau 
            ingat, nantinya ketika Ayah sedang membaca di perpustakaan, 
            bagaimana kau datang dengan perasaan takut dengan rasa terluka
di 
            dalam matamu? Ketika Ayah terus memandang koran, tidak sabar
karena 
            gangguanmu, kau jadi ragu-ragu di depan pintu. "Kau mau apa?" 
            semprot ayah.
            Kau tidak berkata sepatah pun, melainkan berlari melintas dan 
            melompat ke arah Ayah, kau melemparkan tanganmu melingkari leher

            Ayah dan mencium ayah, tangan-tanganmu yang kecil semakin erat 
            memeluk dengan hangat, kehangatan yang telah Tuhan tetapkan
untuk 
            mekar di hatimu dan yang bahkan pengabaian sekali pun tidak akan

            mampu melemahkannya. Dan kemudian kau pergi bergegas naik
tangga.
            Nak, Nak, sesaat setelah itu koran jatuh dari tangan Ayah, dan
satu 
            rasa takut yang menyakitkan menerpa Ayah. Kebiasaan apa yang
sudah 
            Ayah lakukan? Kebiasaan dalam menemukan kesalahan dalam
mencerca, 
            ini adalah hadiah Ayah untukmu sebagai seorang anak lelaki.
            Bukan berarti Ayah tidak mencintaimu; Ayah lakukan ini karena
Ayah 
            berharap terlalu banyak dari masa muda. Ayah sedang mengukurmu 
            dengan kayu pengukur dari tahun-tahun Ayah sendiri. Dan
sebenarnya 
            begitu banyak hal yang baik dan benar dalam sifatmu.
            Hati mungil kecilmu sama besarnya dengan fajar yang memayungi 
            bukit-bukit luas. Semua ini kau tunjukkan dengan sikap spontanmu

            saat kau menghambur masuk dan mencium Ayah sambil mengucapkan 
            selamat tidur.
            Tidak ada masalah lagi malam ini, Nak. Ayah sudah datang ke tepi

            pembaringanmu dalam kegelapan, dan Ayah sudah berlutut di sana, 
            dengan rasa malu! Ini adalah sebuah rasa tobat yang lemah; Ayah
tahu 
            kau tidak akan mengerti hal-hal seperti ini kalau Ayah sampaikan

            padamu saat kau terjaga.
            Tapi esok hari Ayah akan menjadi Ayah sejati! Ayah akan
bersahabat 
            karib denganmu, dan ikut menderita bila kau menderita dan
tertawa 
            bila kau tertawa. Ayah akan menggigit lidah Ayah kalau kata-kata

            tidak sabar keluar dari mulut Ayah. Ayah akan terus
mengucapkannya 
            kata ini seolah-olah sebuah ritual: "Dia cuma seorang anak
kecil, 
            anak lelaki kecil!"
            Ayah khawatir sudah membayangkanmu sebagai seorang lelaki.
Namun, 
            saat Ayah memandangmu sekarang, Nak; meringkuk berbaring dan
letih 
            dalam tempat tidurmu, Ayah lihat bahwa kau masih seorang bayi.
            Kemarin kau masih dalam gendongan ibumu, kepalamu berada di bahu

            ibumu. Begitu mungil, begitu ringkih. Ayah sudah meminta terlalu

            banyak, sungguh terlalu banyak.

www.suaramerdeka.com

AYO GALANG SOLIDARITAS UNTUK MEMBANTU KORBAN MUSIBAH DI ACEH & DAN SUMATERA 
UTARA !!!
================
Kirim bunga, http://www.indokado.com
Info balita: http://www.balita-anda.com
Stop berlangganan/unsubscribe dari milis ini, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]
Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]

Reply via email to