Jadi inget waktu my kevin masih bayi, aku bersaing sama BS-ku sendiri, hanya
utk merebut attensi dari anakku. Sampai rasanya mau 'gila', pulang kerja
cepet2 gendong my kevin, mandi nga ada 5 menit, sampai2 bapaknya mau
gendong, nga boleh, walau aku berjuang sedemikian hebatnya utk merebut
perhatian si kecil, tetap saja anakku lebih milih BS-nya, sampai suatu
ketika, aku menyadari kesalahanku, dlm keadaanku yg capek dan tertekan
karena sibuk bersaing kasih dgn BS-ku, bayikupun merasakannya shgg dia jadi
menolakku, blum lagi tidurnya pun terpisah dariku, hingga akhirnya aku harus
merelakan mem-PHK BS-ku yg kalo dinilai sekarang tuh dari 5x ganti BS, cuman
dia yg paling bagus menurutku, hanya ketika itu, aku jelous banget sama dia,
knapa lbh pinter dari aku dlm merebut perhatian anakku, tapi akhirnya
keputusanku mem-PHK BS-ku itu tak kusesali, karena mulai dari saat itu, aku
bisa lbh relax dlm merawat bayiku, dan tidurpun mulai dgnku, walau mulanya
agak sulit, karena tiap malam harus rela begadang, tapi aku lakukan dgn
senang hati, hingga my kevin sekarang 14 bulan lebih, anakku sangat dekat
dgnku, kalau lagi sakit, pasti yg dicari aku, hiks, jadi inget, sedih,
eh..bukan, terharu rasanya, bahagia rasanya jadi seorang ibu tak dpt
terlukiskan dgn kata2....


Curhat seorang ibu, ^^p

Tere-kevin's mom
http://www.babiesonline.com/babies/k/kevin_n




On 4/4/05 1:48 AM, "Dina Puspitasari" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

> Ibu Tri, trenyuh sekali saya membaca artikel ibu. Tapi memang tidak bisa
> dipungkiri bahwa ternyata banyak sekali para orang tua yg tidak mau
> direpotkan oleh anak sendiri. Cenderung menyerahkan segala sesuatunya pada
> Baby Sitter. Gak jauh-jauh, dikantor ku juga ada yg seperti itu, dia bisa
> tuh dengan bangga cerita kalau anaknya jatuh yg dipanggil oleh anaknya bukan
> ibunya tapi susternya. Saya sampe bertanya dalam hati, apa dia gak ada
> perasaan iri ya ngeliat anaknya lebih deket sama suster nya daripada ibunya
> sendiri? Saya ngebayangin anak saya yg kalau jatuh, sambil nangis keukeuh
> gak mau bangun dari posisi jatuhnya sebelum mami nya yg ngebangunin sambil
> meluk dulu pastilah... Alhamdulillah anak-anakku baik yg pertama maupun yg
> kedua Sangay Sangay lengket sama aku ibunya. Karena aku menerapkan prinsip,
> selagi ada aku ibunya dirumah, maka anak-anakku gak boleh sama sekali
> dipegang oleh pengasuhnya. Pengasuhnya hanya membantu aku untuk menyiapkan
> makan, menyiapkan air mandi si bayi, dll. Hari Sabtu dan Minggu pengasuhnya
> aku bebasin untuk libur, dan anak full aku yg pegang. Kemanapun aku pergi
> hari Sabtu dan Minggu, wajib bawa anak dan acara atau tempat yg kita
> kunjungipun disesuaikan dengan anak. Acara keluarga, arisan, belanja
> bulanan, bahkan kawinan selalu sama anak-anak. Mumpung masih bisa bersama
> anak-anak, harus aku manfaatkan dengan sebaik-baiknya. Karena kalau gede
> dikit, pastilah anak-anak punya acara sendiri.  Gak usah nunggu kuliah, SMP
> SMA aja pasti udah punya acara sendiri. Nantinya malah menyesal belakangan.
> 
> 
> -----Original Message-----
> From: Tri Agustiyadi [mailto:[EMAIL PROTECTED]
> Sent: Monday, April 04, 2005 11:57 AM
> To: Balita Anda
> Subject: [balita-anda] Fw:[idakrisnashow] Menyapa Jiwa Anak
> 
> Buat renungan saja ....
> 
> M. Tri Agus
> ----- Original Message -----
> From: Ida arimurti
> To: [EMAIL PROTECTED]
> Sent: Monday, April 04, 2005 11:06 AM
> Subject: This is Spam email:[idakrisnashow] ANAK
> 
> 
> MENYAPA JIWA ANAK KAMI
> 
> Oleh Arwendita
> 
> Apa jadinya buah hati kita kelak, jika tak pernah disentuh jiwa-jiwanya.
> 
> Sore itu saya mengajak Arwen, putri kami, dan suami berkunjung ke sebuah
> Plaza di wilayah Jakarta Selatan. Setelah berkemas-kemas dengan segambreng
> gembolan Arwen, kami memacu kendaraan menuju Plaza tersebut. Sesampai di
> sana, kami memutuskan untuk duduk-duduk sambil ngopi-ngopi saja di sebuah
> kedai kopi. 
> 
> Sambil menikmati secangkir Cafe Mocca panas, kami bercanda ria dengan putri
> kami, maklum Arwen sudah mulai senang bercanda dan tertawa-tawa. Tak lama
> kemudian, terlihat sepasang suami istri datang dengan dua anak, satu berusia
> sekitar 5 tahunan, yang satu lagi masih bayi, beserta seorang baby
> sitter-nya. Mereka memilih duduk di samping meja kami. Saya bertemu pandang
> dengan sang Ibu dan melemparkan senyum, ia pun membalas senyum saya. Mereka
> kemudian asyik dengan aktifitas masing-masing. Kami terhanyut kembali dalam
> "pembicaraan" dengan Arwen.
> 
> Tiba-tiba saya terusik dengan suara tangisan bayi. Saya palingkan kepala ke
> meja sebelah, ternyata si bayi memang menangis dan tampaknya agak mengamuk.
> Lima belas menit berlalu, dan tangisan sang bayi tak kunjung mereda. Si baby
> sitter terlihat sibuk dan bingung menenangkan bayi mungil itu. Gendong sana,
> gendong sini, bujuk sana, bujuk sini. Sementara itu, tahu apa yang dilakukan
> Ibunda tercinta? Tak tampak raut wajah risau dari mimik mukanya, asyik
> menyeruput secangkir kopi panas dan berbincang-bincang dengan suaminya.
> Hanyut dalam urusan mereka sendiri. Lima menit kemudian, entah karena sudah
> selesai urusannya, atau karena tak enak bayinya menangis terus, mereka
> memutuskan pergi.
> 
> Saya dan suami hanya melongo saja memandangi kepergian suami istri itu,
> dengan sang baby sitter yang menggendong bayi, mengikuti di belakang mereka.
> Saya kembali teringat, beberapa minggu yang lalu saya bersama suami
> berkunjung ke rumah rekan kerja suami saya. Sambutan tuan dan nyonya rumah
> cukup hangat. Sang istri dan saya terlibat pembicaraan khas ibu-ibu,
> biasalah soal rumah tangga, perawatan anak, dsb.
> 
> Tiba-tiba terlihat putri kecilnya yang cantik berlari ke arah sang mama,
> bergelayut manja di pundak mamanya. Saya mengajak si kecil berbicara dan ia
> menjawabnya dengan mata berbinar. Tak lama, ia menarik-narik baju mamanya,
> minta diambilkan sepeda mini di sebelah mamanya. Si Ibu asyik berbincang
> dengan saya, sementara konsentrasi saya terpecah, merasa terganggu dengan
> rengekan sang anak yang tidak ditanggapi ibunya. "Minta sama suster sana!"
> Sontak saya kaget mendengar kata-kata itu keluar dari mulut sang Mama.
> 
> Saya bergumam dalam hati, "Hei, kamu Ibunya dan sepeda itu ada di sebelahmu!
> Apa susahnya mengambilkan sebentar untuk anakmu!" Yang membuat saya makin
> takjub, ia sempat berkeluh kesah, karena bayinya yang berusia 5 bulan sering
> rewel, sehingga membuatnya merasa pusing tak bisa tidur. Ia menyampaikannya
> dengan nada bicara seolah kehadiran sang bayi mengganggu kehidupannya. Tapi
> ia merasa beruntung memiliki baby sitter yang dapat mengurus dan mengatasi
> anak-anaknya. Ingatan saya kembali berputar ke beberapa waktu silam, saat
> saya bersama teman sedang kongkow-kongkow di sebuah mal.
> 
> Pandangan saya terhenti pada seorang Ibu muda yang kerepotan membawa
> barang-barang belanjaan hasil berburu diskonnya. Dua meter di belakangnya
> seorang baby sitter mendorong kereta bayi dengan seorang bayi cantik di
> dalamnya. Sang Ibu menghardik si baby sitter untuk berjalan lebih cepat.
> Trenyuh hati saya, sang Ibu lebih rela berberat-berat ria dengan barang
> belanjaannya dibandingkan menggendong atau mendampingi bayinya sendiri. Dari
> kejadian-kejadian itu, yang terus berputar-putar dalam benak saya dan suami
> malam itu, hati saya tergelitik untuk melontarkan pertanyaan. Apakah ini
> sebuah kewajaran, menyerahkan sepenuhnya urusan anak kepada baby sitter,
> dengan asumsi mereka sudah membayar dan berhak menggunakan semaksimal
> mungkin jasa baby sitter? Istilah sekarangnya "ogah rugi."
> 
> Seorang Ibu datang ke penyalur, minta baby sitter, bayar, pulang. Dan baby
> sitter bertugas mengurusi semuanya, dari mengganti popok, memberi makan
> anak, menenangkannya jika rewel dan mengamuk. Anak menangis, tinggal teriak,
> "suster!" dan suster pun datang. Instan sekali! Ibu hanya tahu beres saja.
> Lalu tugas Ibu sebagai orangtua di mana?
> 
> Apakah rasa cinta itu hanya ditunjukkan dengan mencukupi segala kebutuhan
> materi sang anak semata? Asal semua kebutuhan fisiknya cukup, ada baby
> sitter yang mengurus semua kebutuhannya, ya sudah! beres semua kan?! Ok,
> katakanlah mereka orang sibuk, sehari-hari bekerja, berangkat pagi dan
> pulang malam di kala dalam kedua waktu tersebut sang buah hati tertidur
> lelap. Tapi tak ada salahnya toh, di akhir pekan mereka meluangkan waktu
> yang sangat berharga itu dengan buah hati mereka tanpa sepenuhnya "direcoki"
> baby sitter? Apa susahnya sih mendekap bayi mereka sendiri dengan penuh
> cinta? Apa susahnya membelai dengan lembut kulit mereka yang halus? Mengisi
> jiwanya dengan canda tawa, menenangkan tangisannya dengan mata kita yang
> berbinar-binar, bersyukur memiliki anugerah terindah seperti mereka.
> 
> Tidakkah terpikir dalam benak-benak mereka, akan jadi apa anak-anak mereka
> suatu hari nanti? sadarkah mereka bahwa anak-anak mereka tak pernah
> tersentuh jiwa dan fisiknya oleh orangtua mereka sendiri? Saya sendiri bukan
> pengguna jasa baby sitter, karena saya memutuskan berhenti bekerja dan
> memilih untuk mengurus dan mengasuh anak saya sendiri. Pengorbanan yang
> sangat sangat berarti hasilnya bagi saya. Pengorbanan yang terbayar dengan
> senyum kecil yang menghiasi wajah our little precious. Akan tetapi saya juga
> tidak menyalahkan para orangtua yang karena suatu hal atau keadaan harus
> menggunakan jasa baby sitter. Hanya saja, sebaiknya kita menjadi bijaksana
> dalam mengasuh buah hati kita. Terlalu naifkah saya memandang semua ini,
> memandang ke-instan-an ini? Membayangkan suatu hari nanti generasi anak-anak
> kita menjadi orang-orang yang tak punya hati, generasi yang tidak "beres"
> tingkah lakunya. Jangan salahkan mereka, anak-anak ini!
> 
> Dan malam itu, ketika peri kecil kami telah tidur, saya mengecup pipinya
> sambil berbisik dalam lelapnya, "Mommy tak akan membiarkan jiwamu hampa,
> Nak." "If we could raise one generation with unconditional love, there would
> be no Hitlers. We need to teach the next generation of children from Day One
> that they are responsible for their lives. Mankind's greatest gift, also its
> greatest curse, is that we have free choice. We can make our choices built
> from love or from fear." (Dr. Elizabeth Kubler-Ross)
> 
> 
> 
> 
> 
> ----------------------------------------------------------------------------
> ----
> Yahoo! Groups Links
> 
> a.. To visit your group on the web, go to:
> http://groups.yahoo.com/group/idakrisnashow/
>   
> b.. To unsubscribe from this group, send an email to:
> [EMAIL PROTECTED]
>   
> c.. Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of Service.
> 
> 
> 
> AYO GALANG SOLIDARITAS UNTUK MEMBANTU KORBAN MUSIBAH DI ACEH & DAN SUMATERA
> UTARA !!!
> ================
> Kirim bunga, http://www.indokado.com
> Info balita: http://www.balita-anda.com
> Stop berlangganan/unsubscribe dari milis ini, e-mail ke:
> [EMAIL PROTECTED]
> Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]
> 
> 
> 


AYO GALANG SOLIDARITAS UNTUK MEMBANTU KORBAN MUSIBAH DI ACEH & DAN SUMATERA 
UTARA !!!
================
Kirim bunga, http://www.indokado.com
Info balita: http://www.balita-anda.com
Stop berlangganan/unsubscribe dari milis ini, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]
Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]

Kirim email ke