jadi sedih :(
aku jadi inget mamaku yg meninggal kemarin 19 january,
waktu itu pas mau berangkat kerja mama bilang "cindar ga usah masuk banjir"
aku rada sebel waktu itu soalnya mama kan tau kalau temen sekantorku itu
lagi naik haji jadi aku ga bisa ga masuk, trus aku bilang "ga bisa ma, desi
kan lagi naik haji dikantor ga ada orang nanti, kalo mama masih ga enak
badan,istirahat aja,Faca ga usah digendong tidur2an aja" kata ku sambil
siap2 mau berangkat,memang mama udah 1 minggu itu ga enak badan,katanya
masuk angin, trus mama bilang" ya udah ga apa,kan tadi mama liat TV hujan
deres,dimana2 banjir" trus aku cium tangan trus pergi.
Tiba2 jam 2 siang suamiku telp. ke hp karna lagi sibuk ga aku angkat hp aku
matiin, trus dia telp kantor bilang"cindar,cepet pulang mama masuk rumah
sakit" aku kaget trus telp. rumah kakak iparku nangis sambil bilang"mama
cindar,mama cindar" aku tambah panik, aku bilang bawa ke rumah sakit aku
langsung kesana, tapi pas sampai rumah sakit mama udah ga ada... kayanya
waktu denger itu tanah itu langsung ambles kedalam,langsung lemes.....
yaa... jadi cerita.. maaf ya parents....habis baca email "papa" aku jadi
inget semua...
sekarang biar aku lagi cape sekalipun aku selau berusaha bersikap nice sama
papa,ga jutex lagi...apalagi kalo liat papa gendong faca pasti inget
mama,terakhir mama bilang kalau faca lagi ketawa "faca jangan ketawa nanti
yang uti kangen" :( mama cuma sempet 120 hari sama faca...

cindar


----- Original Message ----- 
From: <[EMAIL PROTECTED]>
To: <balita-anda@balita-anda.com>
Sent: Friday, April 08, 2005 9:51 AM
Subject: [balita-anda] Papa


>
>
> Usia Papa telah mencapai 70 tahun, namun tubuhnya masih kuat. Papa mampu
> mengendarai sepeda ke pasar yang jauhnya lebih kurang 2 kilometer untuk
> belanja keperluan sehari-hari. Sejak meninggalnya ibu pada 6 tahun lalu,
> Papa sendirian di kampung. Oleh karena itu kami kakak-beradik 5 orang
> bergiliran menjenguknya.
>
> Kami semua sudah berkeluarga dan tinggal jauh dari kampung halaman di
> Teluk Intan. Sebagai anak sulung, saya memiliki tanggung jawab yang
> lebih besar. Setiap kali saya menjenguknya, setiap kali itulah isteri
> saya mengajaknya tinggal bersama kami di Kuala Lumpur.
>
> " Nggak usah.
> Lain kali saja !"
> jawab Papa.
>
> Jawaban itu yang selalu diberikan kepada kami saat mengajaknya pindah.
> Kadang-kadang Papa mengalah dan mau menginap bersama kami, namun 2 hari
> kemudian dia minta diantar balik. Ada-ada saja alasannya.
>
> Suatu hari Januari lalu, Papa mau ikut saya ke Kuala Lumpur. Kebetulan
> sekolah masih libur, maka anak-anak saya sering bermain dan
> bersenda-gurau dengan kakek mereka. Memasuki hari ketiga, ia mulai minta
> pulang. Seperti biasa, ada-ada saja alasan yang diberikannya.
>
> " Saya sibuk, Pa.
> Tak boleh ambil cuti.
> Tunggulah sebentar lagi.
> Akhir minggu ini saya akan antar Papa,"
> balas saya.
>
> Anak-anak saya ikut memb ujuk kakek mereka.
>
> " Biarlah Papa pulang sendiri jika kamu sibuk.
> Tolong belikan tiket bus saja untuk Papa,"
> kata Papa yang membuat saya bertambah kesal.
>
> Memang Papa pernah berkali-kali pulang naik bus sendirian.
>
> " Nggak usah saja, Pa,"
> bujuk saya saat makan malam.
>
> Papa diam dan lalu masuk ke kamar bersama cucu-cucunya.
> Esok paginya saat saya hendak berangkat ke kantor, Papa sekali lagi
> minta saya untuk membelikannya tiket bus.
>
> " Papa ini benar-benar nggak mau mengerti ya, Pa.
> Saya sedang sibuk, sibuuukkkk !!!"
> balas saya terus keluar menghidupkan mobil.
>
> Saya tinggalkan Papa terdiam di muka pintu.
> Sedih hati saya melihat mukanya.
>
> Di dalam mobil, isteri saya lalu berkata,
> " Mengapa bersikap kasar kepada Papa ?
> Bicaralah baik-baik !
> Kasihan kha n dia !"
>
> Saya terus membisu.
> Sebelum isteri saya turun setibanya di kantor, dia berpesan agar saya
> penuhi permintaan Papa.
>
> " Jangan lupa, Ko.
> Belikan tiket buat Papa,"
> katanya singkat.
>
> Di kantor saya termenung cukup lama.
> Lalu saya meminta ijin untuk keluar kantor membeli tiket bus buat Papa.
>
> Jam 11.00 pagi saya tiba di rumah dan minta Papa untuk bersiap.
>
> " Bus berangkat pk 14.00,"
> kata saya singkat.
>
> Saya memang saat itu bersikap agak kasar karena didorong rasa marah
> akibat sikap keras kepala Papa. Papa tanpa banyak bicara lalu segera
> berbenah. Dia memasukkan baju-bajunya ke dalam tas dan kami berangkat.
> Selama dalam perjalanan, kami tak berbicara sepatah kata pun.
>
> Saat itu Papa tahu bahwa saya sedang marah.
> Ia pun enggan menyapa saya.
> Setibanya di stasiun, saya lalu mengantarnya ke bus.
> Setelah itu saya pamit dan terus turun dari bus.
>
> Papa tidak mau melihat saya, matanya memandang keluar j endela. Setelah
> bus berangkat, saya lalu kembali ke mobil. Saat melewati halaman
> stasiun, saya melihat tumpukan kue pisang di atas meja dagangan dekat
> stasiun.
>
> Langkah saya lalu terhenti dan teringat Papa yang sangat menyukai kue
> itu. Setiap kali ia pulang ke kampung, ia selalu minta dibelikan kue
> itu. Tapi hari itu Papa tidak minta apa pun.
>
> Saya lalu segera pulang.
> Tiba di rumah, perasaan menjadi tak menentu.
> Ingat pekerjaan di kantor, ingat Papa yang sedang dalam perjalanan,
> ingat isteri saya yang sedang berada di kantornya.
>
> Malam itu sekali lagi saya mempertahankan ego saya, saat isteri meminta
> saya menelpon Papa di kampung, seperti yang biasa saya lakukan setiap
> kali Papa pulang dengan bus. Malam berikutnya, isteri bertanya lagi
> apakah Papa sudah saya hubungi.
>
> " Nggak mungkin belum tiba,"
> jawab saya sambil meninggikan suara.
>
> Dini hari itu, saya menerima telepon dari rumah sakit Teluk Intan.
>
> " Papa kamu sudah tiada,"
> kata sepupu saya di sana.
> " Beliau meninggal 5 menit yang lalu setelah mengalami sesak nafas sore
> tadi."
>
> Sepupu saya lalu meminta saya agar segera pulang.
> Saya lalu jatuh terduduk di lantai dengan gagang telepon masih di
> tangan.
>
> Isteri lalu segera datang dan bertanya,
> "Ada apa, Ko ?"
>
> Saya hanya menggeleng-geleng dan setelah agak lama baru bisa berkata, "
> Papa sudah tiada !!"
>
> Setibanya di kampung, saya tak henti-hentinya menangis.
> Barulah saat itu saya sadar betapa berharganya seorang Papa dalam hidup
> ini. Kue pisang, kata-kata saya kepada Papa, sikapnya sewaktu di rumah,
> kata-kata isteri mengenai Papa, silih berganti menyerbu pikiran.
>
> Saya sangat merasa kehilangan Papa yang pernah menjadi tempat saya
> mencurahkan perasaan, seorang teman yang sangat pengertian dan Papa yang
> sangat mengerti akan anak-anaknya. Mengapa saya tidak dapat merasakan
> perasaan seorang tua yang merindukan belaian kasih sayang anak-anaknya
> sebelum meninggalkannya buat selama-lamanya.
>
> Sekarang 5 tahun telah berlalu.
> Setiap kali pulang ke kampung, hati saya bagai terobek-robek saat
> memandang nisan di atas pusara Papa. Saya tidak dapat menahan air mata
> jika teringat semua peristiwa pada saat-saat akhir saya bersamanya. Saya
> merasa sangat bersalah dan tidak dapat memaafkan diri ini.
>
> Benar kata orang, kalau hendak berbakti sebaiknya sewaktu Papa dan Mama
> masih hidup. Jika sudah tiada, menangis airmata darah sekalipun tidak
> berarti lagi.
>
> Kepada pembaca yang masih memiliki orangtua, jagalah perasaan mereka.
> Kasihilah mereka sebagaimana mereka merawat kita sewaktu kecil dulu.
>
>
>
> DISCLAIMER :
>
> The information contained in this communication (including any
attachments) is privileged and confidential, and may be legally exempt from
disclosure under applicable law. It is intended only for the specific
purpose of being used by the individual or entity to whom it is addressed.
If you are not the addressee indicated in this message (or are responsible
for delivery of the message to such person), you must not disclose,
disseminate, distribute, deliver, copy, circulate, rely on or use any of the
information contained in this transmission.
>
> We apologize if you have received this communication in error; kindly
inform the sender accordingly. Please also ensure that this original message
and any record of it is permanently deleted from your computer system. We do
not give or endorse any opinions, conclusions and other information in this
message that do not relate to our official business.
>
>
>
> AYO GALANG SOLIDARITAS UNTUK MEMBANTU KORBAN MUSIBAH DI ACEH & DAN
SUMATERA UTARA !!!
> ================
> Kirim bunga, http://www.indokado.com
> Info balita: http://www.balita-anda.com
> Stop berlangganan/unsubscribe dari milis ini, e-mail ke:
[EMAIL PROTECTED]
> Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]
>



AYO GALANG SOLIDARITAS UNTUK MEMBANTU KORBAN MUSIBAH DI ACEH & DAN SUMATERA 
UTARA !!!
================
Kirim bunga, http://www.indokado.com
Info balita: http://www.balita-anda.com
Stop berlangganan/unsubscribe dari milis ini, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]
Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]

Kirim email ke