Dear all,
Saya kok kurang sreg dgn artikel ini ya.... Maaf utk yg ngga berkenan.
Tapi buat Saya, menjadi Ibu rumah tangga adalah suatu cita-cita. 
Saya wanita bekerja yg mempunyai seorang gadis kecil yg sangat cantik..... 
Mungkin yg tau betapa inginnya Saya menghabiskan waktu dgn si kecil hanyalan 
Tuhan.
Saya bekerja krn membantu suami Saya (yg alhamdulillah sangat pengertian akan 
pekerjaan).... karena kami berdua menyadari bahwa keadaan ekonomi belum 
memungkinkan untuk Saya berhenti kerja.....Bukankah kita perlu mempersiapkan 
kebutuhan si kecil sampai dia Besar kelak???????
Sekali lagi Saya minta maaf bila ada yg ngga berkenan, Saya hanya ingin 
ungkapin apa yg Saya rasakan stl baca artikel ini..........
Buat Saya, menjadi Ibu rumah tangga dan membesarkan si kecil dgn tangan Saya 
sendiri adalah CITA-CITA 
........................................................................
 
 
Regards,
Mamanya Naya
 

MUSNI HARIYANTO <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
Sebuah Refleksi untuk akhwat kampus 

Oleh: abinya salma (10.11.13.98 )

Saya terkejut ketika mendengar syarat yang diajukan seorang ikhwan tentang 
kriteria akhwat yang diinginkanyya untuk menjadi isteri ; syaratnya " bukan 
akhwat kampus". 

Di saat masyarakat begitu menghargai selembar kertas bernama Ijazah untuk 
menilai derajat intelektual seseorang, ikhwan kita ini melawan arus. Padahal 
beberapa waktu lalu ada seseorang ikhwan lain yang mengajukan syarat bagi calon 
pendampingnya ; " harus sarjana, titik !". Tampaknya "keren" jika menyebutkan 
isteri kita adalah seorang sarjana. 

Memang, tidak sedikit terdengar keluhan ikhwan yang sudh menikah dengan 
akhwat-akhwat kampus mengenai istri-istri mereka. Selain keluhan umum, tidak 
bisa masak, tidak trampil urusan rumah tangga, atau tidak pandai bermasyarakat, 
juga keluhan tentang keinginan para isteri itu untuk bekerja di luar rumah. 
kadang dengan alasan yang aneh; membahagiakan orang tua atau memanfaatkan ilmu. 
Saya yakin tidak semua akhwat kampus seperti itu, meski fakta di lapangan juga 
tidak bisa disepelekan. 

Mungkin, inilah masalahnya; jabatan berjuluk 'ibu rumah tangga '. Karena meski 
telah mengikuti banyak kajian keislamanya, tidak sedikit di antara akhwat 
kampus yang masih belum ikhlas menyiapkan diri mengambil jabatan tanpa gaji 
itu. Tampak rendah dan remeh. Bahkan tidak menyiratkan sebuah kecerdasan 
intelektual ! 

Jujur saja, masih banyak isteri dengan latar belakang kampus, selalu menghindar 
jika mendapat pertanyaan , " Sekarang kerja di mana ?" Biasanya mereka akan 
mengalihkan perhatian, atau menjawab dengan suara mirip orang menggumam. Terasa 
berat untuk mejawab dengan kepala terangkat dan suara mantap, " Saya adalah ibu 
rumah tangga."Rasanya tidak enak untuk mengakui jabatan itu. Malu !. 

Sebab bagaimanapun, mengurus rumah tangga - sampai saat ini- , tidak dianggap 
sebagai profesi yang karenanya layak dibanggakan. Tidak cukup bernilai untuk 
dikatakan , yang karenanya banyak suara bernada iba dan merendahkan. "Kasiha 
dia, saya pikir dia telah menjadi seorang pengacara, wanita karier dll " 

Atau yang bernada marah, " Bodoh, kamu menyia-nyiakan IPK mu yang cumlaude itu! 
" 

Padahal jawaban anda yang merendah itu malah membuat jabatan ini semakin tampak 
rendah. Semakin membuat hati anda menderita, yang denganya anda bersikap 
defensif. Menghindar dan selalu menghindar. Karena anda tidak siap terluka 
untuk kesekian kalinya. Akhwat kampus tentu memiliki beban psikologis lebih 
besar karena sederet gelar akademis yang dimiliki. 

@@@@@@@-----@@@@@@@ 

Suara merendahkan itu hanya bersumber dari orang yang tidak tahu, jadi abaikan 
saja. Dia mungkin belum pernah menghabiskan waktu sehari saja bersama balita 
imut-imut nan lucu yang penuh rasa ingin tahu, disamping polah tingkah lain 
yang menggemaskan, membuat pekerjaan ibu rumah tangga adalah pekerjaan yang 
menantang. Dengarakan seorang non muslimah Rose Kennedy berkata, " Saya 
mengawasi pertumbuhan anak bukan sebagai karya cinta dan kewajiban tetapi 
sebagai profesi yang menarik dan menantang seperti profesi lain yang terhormat 
di dunia, dan menuntu yang terbaik dari kemampuan saya. " 

Marilyn French, " Memberi makan anak-anak dan membesarkan mereka kapan pun dan 
diman pun, lebih bernilai daripada memasang baut di mobil-mobil atau mendesain 
senjata nuklir." 

Siapa sekarang yang malu dengan jabatan itu? justeru karenanya seluruh ilmu dan 
pendidikan anda tidak sia-sia. Betapa rumit dan kompleksnya ilmu yang harus 
dimiliki, psikologi, sosiologi dsb. 

Anda pun pantas menangguhkan karir profesional ( masihkah pantas dikatakan 
profesional ? ) demi karir di rumah tangga. Meletakkan pondasi masa depan 
peradaban manusia adalah tugas seorang ibu.Mengontrol kata-kata dari anak dan 
tingkah polah lainnya. 

Sekarang masalahnya adalah tumpukan uang bernama "gaji". Kalau itu yang dicari 
, tak mungkin didapatkan di sini, tapi kalau kepuasan batin, hasil masa depan 
berjuluk anak sholih, itu ada disini. 

Tidak pernah ada kata terlambat untuk berubah. apalagi perubahan dramatis dalam 
memandang pekerjaan dan memberinya tinkat kepentingan. Sehingga anda yakin 
inilah pekerjaan terpenting bagi kaum hawa. 

all right, akhwat kampus dan eks akhwat kampus tentunya, jangan 
setengah-setengah mempersiapkan diri . Meski berat, buktikan anda adalah 
muslimah cerdas yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Selamat berjuang !!! 


ket : akhwat (bhs arab) artinya wanita
ikhwan = laki-laki

AYO GALANG SOLIDARITAS UNTUK MEMBANTU KORBAN MUSIBAH DI ACEH & DAN SUMATERA 
UTARA !!!
================
Kirim bunga, http://www.indokado.com
Info balita: http://www.balita-anda.com
Stop berlangganan/unsubscribe dari milis ini, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]
Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]
                
---------------------------------
Do you Yahoo!?
 Yahoo! Small Business - Try our new resources site! 

Kirim email ke