Parents, esp Mbak Monika E. Junata
 
ini aku mash nyimpen ARTIKEL ANAK INDIGO dr milis ini
juga…
Smoga bermanfaat,ya …. n sori buatyg dah pernah baca
Uci mamaKavin
www.babiesonline.com/babies/k/kavindra
-------
Indigo children

Berbeda, tetapi Bukan Anak "Aneh" 
SEPANJANG perjalanan menuju rumah nenek, Ardi, sebut
saja begitu, seperti tidak 
bergerak. Wajahnya pucat pasi. Ia terus menutupi
telinganya. Sang ibu tak berani 
mengusik anak sulungnya. "Saya sebenarnya heran, kok
Ardi nangisnya sampai begitu 
waktu mendengar kabar ibu saya meninggal. Enggak
seperti anak kecil lain yang 
kehilangan neneknya. Sedih ya sedih, tapi enggak
gitu-gitu amat," ujar Dewi.

BEGITU turun dari mobil, Ardi seperti terkesima
melihat sesuatu di pintu masuk. Ketika 
mencium jenazah neneknya, tiba-tiba ia kembali
menutupi telinganya dan tampak 
ketakutan. Pandangannya terus menuju ke luar pintu.
Setelah itu Ardi mengatakan 
kepalanya sakit, dan tidak ikut ke makam.

Menjelang tengah malam, Ardi menanyakan apakah ibunya
mendengar suara petir siang 
tadi. Sang ibu menjawab, "Tidak." "Masak Mama enggak
dengar, kan keras sekali dan 
terus- terusan, Ma," kata Dewi menirukan ucapan Ardi
saat itu. "Sehabis itu Ardi 
menceritakan semuanya," lanjut Dewi. Selain petir,
Ardi melihat burung besar di pintu 
rumah sang nenek. "Burung itu enggak pergi-pergi,"
ujar Ardi seperti ditirukan Dewi.

Saat mencium neneknya, Ardi melihat sang nenek
berjalan menuju sebuah gerbang. Saat 
itu Ardi mendengar suara petir lagi, yang lebih keras
dari sebelumnya, dan ia 
menyaksikan neneknya melangkah melewati gerbang, terus
berjalan menuju tempat yang ia 
katakan "indah sekali".

Peristiwa itu bukan yang pertama, sehingga Dewi dan
suaminya tidak lagi terkejut 
mendengar penuturan anak mereka. "Dia sering melihat
macam- macam, tetapi biasanya 
diam. Ia hanya mau berbicara sesudahnya, pelan-pelan
dan hanya kepada orang tertentu," 
sambung Dewi.

Usia Ardi kini menjelang 10 tahun. Di sekolah ia
termasuk cerdas. IQ-nya antara 
125-130. "Tapi gurunya bilang ia suka bengong di
kelas," sambung Dewi. Kepada ibunya, 
ia bercerita melihat macam-macam di sekolah, yang
tidak bisa dilihat orang lain, di 
antaranya anak tanpa anggota badan, dan ia merasa
sangat kasihan.

Suatu hari saat belajar di rumah ia tersenyum. Ketika
ditanya oleh sang ibu, ia 
mengatakan ada anak persis sekali dengan dirinya. Hari
berikutnya ia bercerita, anak 
itu datang di sekolahnya. Ketika ditanya di mana ia
tinggal, anak itu menjawab, "Di 
sana," sambil telunjuknya menunjuk ke arah atas. "Ada
apa di sana?" tanya Ardi. Anak 
itu menjawab, "Ada orang gede- gede buanget. Anak itu
omongnya juga medhok lho Ma, 
kayak aku, persis," tutur Ardi seperti diceritakan
kembali oleh Dewi. Tentu tak ada 
orang lain melihat "anak itu" kecuali Ardi.

Dewi dan suaminya memahami apa yang terjadi pada Ardi
dan juga adiknya. Beberapa 
anggota keluarganya juga memiliki kepekaan lebih
dibandingkan dengan orang kebanyakan. 
Pada Ardi hal itu sudah terdeteksi saat masih bayi.
"Kalau dengar suara azan, Ardi 
tampak mendengarkan dengan penuh konsentrasi," kenang
Dewi. Menjelang usia 1,5 tahun, 
Ardi membaca kalimat syahadat secara
sambung-menyambung seperti wirid. Sesudah bisa 
jalan, sebelum usia dua tahun, ia mulai mengambil
sajadah sendiri, memakai sarung 
sendiri dan membuat gerakan seperti orang shalat,
meskipun bukan waktu shalat.

Toh tingkah laku Ardi membuat Dewi merasa agak risau.
"Ia melihat dan mendengar apa 
saja yang orang lain enggak bisa lihat dan enggak bisa
dengar," katanya. Ia tidak 
menceritakan situasi anaknya itu pada setiap orang di
luar keluarga. "Kalau enggak 
percaya bisa-bisa anak itu dianggap berkhayal,"
lanjutnya.

Dewi tidak mengecap anaknya berkhayal, karena dalam
beberapa hal ia juga memiliki 
kepekaan itu, meski hanya sampai tingkat tertentu.
"Suatu sore, sehabis shalat, saya 
merasa ada bayangan putih. Ardi rupanya juga melihat
karena ia tersenyum. Dia bilang, 
'Ma, ada yang ngikutin, perempuan. Tapi orangnya baik
sekali.' Ketika saya tanya 
siapa, Ardi tidak menjawab."

Suatu hari, Dewi membaca majalah yang menulis tentang
tanda-tanda anak indigo. "Lha 
saya pikir kok persis sekali sama anak saya. Lalu saya
berusaha menemui dr Erwin di 
Klinik Prorevital."

ANAK-ANAK dengan kemampuan seperti Ardi bukan hal yang
baru di dunia, tetapi 
fenomenanya semakin jelas 20 tahun terakhir ini.
Beberapa film mengisahkan kemampuan 
anak dan manusia dewasa dengan kemampuan semacam itu,
di antaranya The Sixth Sense, 
dan film-film seri seperti The X Files.

Menurut dr Tubagus Erwin Kusuma SpKj, psikiater yang
menaruh perhatian pada masalah 
spiritualitas, anak-anak seperti itu semakin muncul di
mana-mana di dunia, melewati 
batas budaya, agama, suku, etnis, kelompok, dan batas
apa pun yang dibuat manusia 
untuk alasan-alasan tertentu.

Fenomena itu menarik perhatian banyak pihak, karena
dalam paradigma psikologi manusia, 
anak-anak itu dianggap "aneh". Pandangan ini muncul
karena selama ini kemanusiaan 
telanjur dianggap sebagai hal yang statis, tak pernah
berubah. "Padahal, semua ciptaan 
Tuhan selalu berubah," ujar dr Erwin.

Sebagai hukum, masyarakat cenderung memahami evolusi
tapi hanya untuk yang berkaitan 
dengan masa lalu. "Fenomena munculnya anak-anak dengan
kemampuan seperti itu merupakan 
bagian dari evolusi kesadaran baru manusia, yang
secara perlahan muncul di bumi, 
terutama sejak awal milenium spiritual sekitar tahun
2000 yang disebut Masa Baru, The 
New Age, atau The Aquarian Age. Semua ini merupakan
wujud kebesaran Allah," tegas 
Erwin.

Fisik anak-anak indigo sama dengan anak-anak lainnya,
tetapi batinnya tua (old soul) 
sehingga tak jarang memperlihatkan sifat orang yang
sudah dewasa atau tua. Sering kali 
ia tak mau diperlakukan seperti anak kecil dan tak mau
mengikuti tata cara maupun 
prosedur yang ada. Kebanyakan anak indigo juga
memiliki indra keenam yang lebih kuat 
dibanding orang biasa. Kecerdasannya di atas
rata-rata.

Istilah "indigo" berasal dari bahasa Spanyol yang
berarti nila. Warna ini merupakan 
kombinasi biru dan ungu, diidentifikasi melalui cakra
tubuh yang memiliki spektrum 
warna pelangi, dari merah sampai ungu. Istilah "anak
indigo" atau indigo children juga 
merupakan istilah baru yang ditemukan konselor
terkemuka di AS, Nancy Ann Tappe.

Pada pertengahan tahun 1970-an Nancy meneliti warna
aura manusia dan memetakan artinya 
untuk menandai kepribadiannya. Tahun 1982 ia menulis
buku Understanding Your Life 
Through Color. Penelitian lanjutan untuk
mengelompokkan pola dasar perangai manusia 
melalui warna aura mendapat dukungan psikiater Dr
McGreggor di San Diego University.

Dalam klasifikasi yang baru itu Nancy membahas warna
nila yang muncul kuat pada hampir 
80 persen aura anak-anak yang lahir setelah tahun
1980. Warna itu menempati urutan 
keenam pada spektrum warna pelangi maupun pada deretan
vertikal cakra, dalam bahasa 
Sansekerta disebut cakra ajna, yang terletak di dahi,
di antara dua alis mata.

"Itulah mata ketiga," ujar dr Erwin. The third eye
itu, menurut dia, berkaitan dengan 
hormon hipofisis (pituary body) dan hormon epificis
(pineal body) di otak. Dalam peta 
klasifikasi yang dibuat Nancy, manusia dengan aura
dominan nila dikategorikan sebagai 
manusia dengan intuisi dan imajinasi sangat kuat.

"Letak indigo ada di sini," jelas Tommy Suhalim sambil
menjalankan perangkat teknologi 
pembaca aura, aura video station (AVS). Alat yang
protipenya dibuat oleh Johannes R 
Fisslinger dari Jerman tahun 1997 ini lebih canggih
dibandingkan perangkat teknologi 
serupa yang ditemukan Seymon Kirlian tahun 1939, dan
Aura Camera 6000 yang dibuat Guy 
Coggins tahun 1992 berdasarkan Kirlian Photography.

Tom menunjukkan titik berkedip berwarna nila tua,
sangat jelas di antara kedua mata 
Vincent Liong (19). Murid kelas dua tingkat SLTA di
Gandhi International School itu 
sudah menulis buku pada usia 14 tahun dan bukunya
diterbitkan oleh penerbit terkemuka 
di Indonesia. Buku Berlindung di Bawah Payung itu
merupakan refleksi, berdasarkan 
kejadian sehari- hari yang sangat sederhana.

Pergulatan pemikiran yang muncul dalam
tulisan-tulisannya kemudian seperti datang dari 
pemikiran orang bijak, dan menjadi bahan pembicaraan.
Pemilihan angle-nya tidak biasa, 
dan hampir tidak terpikir bahkan oleh orang dewasa
yang menekuni bidang itu. 
Belakangan ia banyak menulis soal spiritual, namun
tetap dilihat dalam konteks ilmiah 
dan rasional.

Mungkin karena minatnya yang sangat besar pada dunia
tulis-menulis, Vincent tidak 
terlalu berminat dengan beberapa mata pelajaran di
sekolahnya. Orangtuanya yang 
tergolong demokratis pun sering tidak mengerti apa
yang diingini anaknya yang ber-IQ 
antara 125-130 ini. "Dia keras kepala. Kemarin ia
tidak mau ikut ujian matematika," 
sambung Liong, ayahnya.

Vincent mengaku "takut" pada matematika sejak kecil,
tapi mengaku disiplin pada aturan 
mainnya sendiri. "Sejak kecil aku bingung pada dogma
satu tambah satu sama dengan dua. 
Aku juga bingung dengan ilmu ekonomi karena dalam
realitas sosial berbeda," tegas 
Vincent.

Toh sang ibu sudah menengarai keistimewaan anaknya
sejak bayi. Waktu SD, Vincent biasa 
bergaul dengan gurunya, dan orang-orang setua gurunya.
Pertanyaannya banyak dan sangat 
kritis. "Saya langganan dipanggil guru bukan hanya
karena anak itu sulit. tetapi juga 
karena karangan-karangannya membuat guru-gurunya
kagum," ujar Ny Ina.

Vincent sudah menulis tentang teleskop berdasarkan
pengamatan dan referensi pada usia 
SD. "Di rumah ia membawa ensiklopedi yang besar- besar
itu ke kamarnya," ujar Ny Ina. 
"Kamarnya kayak kapal pecah. Tidurnya dini hari karena
menulis," sambung Liong. "Saya 
sering meminta agar ia menyelesaikan pendidikan
formalnya dulu, karena bagaimanapun 
itu sangat penting," lanjut Liong.

"PENDIDIKAN formal sangat penting karena anak-anak
indigo harus membumikan 'ilmu 
langitnya' untuk kebaikan manusia. Bukan sebaliknya,"
ujar Rosini (40). Ia 
menganjurkan, agar anak-anak yang memiliki kemampuan
berbeda itu tidak dieksploitasi 
oleh orangtua dan lingkungannya untuk mencari nomor
togel atau menjadi dukun atau 
klenik. "Bukan itu misi anak-anak indigo," tegas Rosi.

Anak-anak itu sebenarnya punya mekanisme pertahanannya
sendiri. Annisa, misalnya. 
Gadis kecil berusia 4,5 tahun ini tiba-tiba berbicara
dalam bahasa Inggris beraksen 
Amerika begitu ia bisa bicara pada usia 2,5 tahun.
Padahal orangtuanya tidak berbahasa 
Inggris dengan baik. Meski tampak menggemaskan, dalam
banyak hal ia berbicara dan 
bersikap seperti orang dewasa, bahkan menyebut dirinya
"orang Amerika" karena "datang 
dari Amerika". Nisa menyebut ibunya, Yenny bukan
dengan panggilan mama.

Kemampuan melihat dan mendengar Nisa sangat tajam pada
pukul 23.00 sampai dini hari. 
Tetapi kalau secara sengaja diminta memperlihatkan
kemampuannya, ia akan menolak 
dengan tidak memperlihatkan kemampuan itu sehingga ia
tampak seperti anak-anak 
lainnya," ujar Yenny. Kata sang ibu, Nisa tidak mudah
bersalaman dengan orang. Ia 
seperti tahu orang yang suka pergi ke dukun atau
memakai jimat. Namun sebagai 
anak-anak Nisa juga suka menyanyi dan bermain.

Jenis dan kemampuan anak indigo bermacam-macam. Meski
memiliki kepekaan yang kuat, 
kepekaan mendengar dan melihat sesuatu yang tidak
didengar dan dilihat orang 
kebanyakan, berbeda-beda gradasinya.

Menurut Lanny Kuswandi, fasilitator program relaksasi
di Klinik Prorevital, mengutip 
dr Erwin, "Ada tipe humanis, tipe konseptual, tipe
artis, dan tipe interdimensional. 
Pendekatan terhadap mereka juga berbeda-beda,"
sambungnya.

Namun karena dianggap "aneh", tak jarang diagnosisnya
keliru dan penanganannya lebih 
bersandar pada obat-obatan. "Ada anak indigo yang
dianggap autis, ADHD 
(Attention-Deficit Hyperatictve Disorder) maupun ADD
(Attention Deficit Disorder). 
Padahal tanda-tandanya berbeda," sambung Erwin.
Kekeliruan semacam ini juga terjadi di 
AS, karena banyak ahli menganggap anak-anak itu
menderita "gangguan" yang harus 
dihilangkan.

"Saya beberapa kali pergi ke psikolog dan psikiater,"
ujar Rosini. Profesional di 
suatu perusahaan swasta terkemuka itu suatu saat dalam
hidupnya merasa sangat 
terganggu oleh suara-suara itu. Orangtuanya juga
merasa anaknya "aneh" karena kerap 
memberi tahu peristiwa yang akan terjadi, tetapi
menolak mengakui kemampuan anak itu.

"Dalam tes yang dibuat oleh mereka, saya dinyatakan
sehat. Tidak ada gangguan apa 
pun," sambung Rosini. Sebaliknya, ia melihat psikolog
dan psikiater yang melakukan tes 
terhadap dirinyalah yang bermasalah. Ia juga pernah
mencoba mencari paranormal untuk 
membuang kemampuannya itu, meski suara-suara itu
mengatakan "jangan".

Akhirnya Rosi berdamai dengan dirinya dan
mengembalikan kemampuannya sebagai wujud 
kebesaran Allah SWT, dengan berusaha untuk terus
mendekatkan diri pada Sang Pencipta. 
Karena itu ia ingin membantu orangtua dengan anak-anak
indigo agar anak- anak itu 
tidak melewati masa pencarian yang rumit seperti
dirinya.

Indigo children, menurut Erwin, bukan fenomena
terakhir, karena akan lahir anak-anak 
yang disebut sebagai crystal children. "Anak-anak
dengan warna dasar aura, bening dan 
lengkap. Mereka lahir dari orangtua yang spiritual."

Mungkin Cita (9) termasuk anak itu. Keluarganya,
sampai nenek-neneknya, spiritualis. 
Ia bisa melihat sinar dan malaikat di rumah ibadah,
khususnya ketika orang-orang 
sedang berdoa. Ini hanya salah satu kemampuan
"melihat" milik anak yang selalu 
mendapat rangking di sekolah itu. Cita tahu kapan
hujan akan turun hari itu dan 
sebaliknya, meskipun mendung sudah menggantung.

"Ia menjadi teman dan penasihat kami, bapak-ibunya. Di
sekolah, di keluarga besar 
kami, terasa ia menebarkan aura kedamaian dan
kebahagiaan. Anak itu sangat tenang dan 
pemaaf," ujar ibunya, Ny Dita. (MH)



Sumber:
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0406/27/keluarga/1111602.htm

From


Hartono
Material Contol

[balita-anda] 10 Ciri Anak Indigo
Bea Cukai
Tue, 15 Mar 2005 18:50:45 -0800


      Dikemukakan oleh Lee Carol & Jan Tober dalam
bukunya "The Indigo Children 
" dan Nancy Ann Tape yang pertama kali menyebut
istilah Indigo Child dalam 
bukunya " Understanding Your Life Through Color "
(Sumber :Ayahbunda No.09 Edisi 3-16 Mei 2003)
1.Memiliki kesulitan dalam menghadapi otoritas mutlak
2.Tidak mau mengikuti kegiatan tertentu Ex:menunggu
giliran yang menurutnya 
tidak masuk akal.
3.Seringkali menemukan cara yang lebih baik untuk
mengerjakan sesuatu
4.Tampak seperti pribadi yang asosial (kecuali dalam
kalangan sendiri)
5.Mudah frustasi menghadapi sistem yang berorientasi
pada ritual serta kegiatan 
yang tidak menuntut kreatifitas
6.Tidak dapat dididik dengan disiplin kaku
7.Tidak malu membiarkan orang lain mengetahui apa yang
mereka butuhkan
8.Penghargaan u/diri sendiri bukan hal utama yang
mereka cari
9.Perilakunya sering menunjukan bahwa diri mereka
sudah ditakdirkan hadir 
didunia
10.Mereka biasanya muncul sebagai sosok yang memiliki
keagungan kewibawaan


Regards,
Bunda Farhan-S








________________________________________________________________________
Yahoo! Messenger - Communicate instantly..."Ping" 
your friends today! Download Messenger Now 
http://uk.messenger.yahoo.com/download/index.html

AYO GALANG SOLIDARITAS UNTUK MEMBANTU KORBAN MUSIBAH DI ACEH & DAN SUMATERA 
UTARA !!!
================
Kirim bunga, http://www.indokado.com
Info balita: http://www.balita-anda.com
Stop berlangganan/unsubscribe dari milis ini, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]
Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]

Kirim email ke