Bukannya udah pernah cerita ini.......

Thanks DINA


                                                                                
                                   
                    <[EMAIL PROTECTED]                                          
                                        
                    .com>                To:     <balita-anda@balita-anda.com>  
                                   
                                         cc:                                    
                                   
                    13/05/2005           Subject:     [balita-anda] Kisah Nyata 
                                   
                    07:57                                                       
                                   
                    Please                                                      
                                   
                    respond to                                                  
                                   
                    balita-anda                                                 
                                   
                                                                                
                                   
                                                                                
                                   



Dari milis sebelah.

----- Original Message -----
From: "ACP-Acep Apriyanto" <[EMAIL PROTECTED]>
To: <[EMAIL PROTECTED]>
Cc: <[EMAIL PROTECTED]>; "Agus Imansyah" <[EMAIL PROTECTED]>;
<[EMAIL PROTECTED]>; "Anna Dwiyana" <[EMAIL PROTECTED]>; "bunga mentari"
<[EMAIL PROTECTED]>; <[EMAIL PROTECTED]>; "Erwin Maulana"
<[EMAIL PROTECTED]>; <[EMAIL PROTECTED]>; <[EMAIL PROTECTED]>;
<[EMAIL PROTECTED]>; <[EMAIL PROTECTED]>; <[EMAIL PROTECTED]>;
<[EMAIL PROTECTED]>; <[EMAIL PROTECTED]>; <[EMAIL PROTECTED]>;
<[EMAIL PROTECTED]>; "mohamad chaidir"
<[EMAIL PROTECTED]>; <[EMAIL PROTECTED]>;
<[EMAIL PROTECTED]>; "Yudhi Aprianto" <[EMAIL PROTECTED]>; "Nenny Riana"
<[EMAIL PROTECTED]>; "nc" <[EMAIL PROTECTED]>;
<[EMAIL PROTECTED]>; <[EMAIL PROTECTED]>; <[EMAIL PROTECTED]>; "resti
vurwarin" <[EMAIL PROTECTED]>; "retno pratiwi" <[EMAIL PROTECTED]>;
<[EMAIL PROTECTED]>; <[EMAIL PROTECTED]>; <[EMAIL PROTECTED]>; "STS-Susan
Taloma" <[EMAIL PROTECTED]>; "Shita Budhi Hastuti" <[EMAIL PROTECTED]>;
"Teguh Febrianto" <[EMAIL PROTECTED]>; "Wiwied Widarnarni"
<[EMAIL PROTECTED]>; <[EMAIL PROTECTED]>
Sent: Thursday, May 12, 2005 12:00 PM
Subject: [Dokter Umum] SHARING PENGALAMAN/KISAH NYATA (Imunisasi HIB)


> Mohon tanggapannya para dr. di  milis ini agar kasus ini tidak terulang
> kembali dan menghilangkan keraguan ini, berillah percerahan kepada kami2x
> ini yang masih awam dengan masalah ini.
>
>
>
>
>
>
>
> Ini kisah nyata yang saya alami, sebagai informasi / pelajaran bagi
>
> Rekan-rekan jika suatu saat ada yang menghadapi cobaan seperti yang saya
> alami.
> Saya salah satu karyawan Kantor Pusat di Perusahaan kita, saya menikah
> pada pertengahan tahun 2001, saya mempunyai Istri "I" yang dulunya juga
> adalah karyawan di Perusahaan kita (Cab. Fatmawati), dan karena untuk
> mematuhi peraturan di perusahaan (tidak boleh menikah antar sesama
> Karyawan), Istri saya mengundurkan diri dari Perusahaan.
>
> Sejak Menikah (th.2001), Istri saya telah mengalami dua kali keguguran,
> yang pertama +/- pada kehamilan berumur 2,5 bulan, dan yang kedua sempat
> di Operasi "Kuretase" karena usia kehamilannya telah berumur 3,5 bulan.
>
> Penyebab keguguran, menurut dokter "K" di RS "A" Panglima Polim/Jakarta,
> karena Istri saya "kecapaian" (Istri saya bekerja di Perusahaan lain
> setelah pengunduran dirinya) dan kandungannya "agak lemah". Dokter
> memeriksa hasil Lab. komplit hasilnya " negatif ", tidak terdapat
penyakit
> yang menyebabkan Istri saya keguguran. Jadi secara medis memang
> penyebabnya hanya "Kecapaian" dan "Kandungannya lemah". Jadi jika suatu
> saat Istri saya hamil lagi, dokter menyarankan harus extra hati-hati
dalam
> merawatnya.
>
> Bulan Sept 2004, Pada saat Istri saya periksa (karena sudah terlambat
> bulan) ke dokter kandungan dr. "K" di RS "A", istri saya kembali
> dinyatakan Hamil, keluarga kami begitu bahagia mendengar berita ini. Lalu
> saya dan Istri dengan sangat hati-hati merawat kehamilan ini. Segala
> saran-saran dokter kami laksanakan dengan baik, minum penguat janin,
> vitamin-vitamin, susu ibu hamil, menjaga kesehatan makanan, makan makanan
> bergizi, menjaga pantangan-pantangan ketika Hamil, dan bahkan untuk
> menjaga kehamilannya (pada saat itu berumur 5 bulan), Istri saya rela
> kembali keluar dari tempat kerjanya (saat itu masih bekerja pada Bank
"B")
> dengan tujuan ingin benar-benar konsentrasi dalam merawat/menyusui anak.
>
> Pada pertengahan bulan Juni 2005, Istri saya melahirkan dengan baik
(walau
> dengan operasi caesar), bayi kami sehat tidak kurang suatu apapun,
> beratnya 3.150 Kg dengan panjang 49 Cm. Sekali lagi Kami sangat bahagia
> atas peristiwa ini. Kembali Segala saran-saran dokter (Dokter Anak: Prof.
> "R" di RS "A") kami laksanakan dengan baik, minum vitamin-vitamin, susu
> ibu menyusui, menjaga kesehatan makanan/perlengkapan makan, makan makanan
> bergizi, menjaga pantangan-pantangan dalam merawat bayi. dan rutin
> melakukan Imunisasi.
>
> Disinilah mulai timbul bencana pada keluarga kami, pada saat anak/bayi
> kami berusia +/- 7 bulan, untuk kesekian kalinya kami datang untuk
> imunisasi, pada saat itu kami datang ke dr Anak kami Prof. "R" di RS "A",
> namun pada saat itu beliau tidak masuk, diganti oleh dokter
> pengganti/wanita yang masih muda/mungkin dokter baru (namun saya lupa
> namanya). Begitu melihat jadwal pada buku RS anak saya, dokter tersebut
> langsung siap melakukan imunisasi terhadap anak saya, "hari ini imunisasi
> HIB ya ?!" , saya & istri tahu bahwa imunisasi HIB tersebut salah satunya
> untuk mencegah radang Otak, makanya Istri saya sempat bertanya, "dok,
> seandainya imunisasi ini tidak dilakukan bagaimana ya?!", lalu dokter
> pengganti tersebut menjawab dengan nada agak ketus, "apakah ibu mau, anak
> ibu jadi Idiot?! (sambil memperagakan tampang muka orang yang idiot
dengan
> lidah dijulurkan keluar)" . Karena begitu sayangnya kami dengan anak
kami,
> sudah barang tentu kami tidak mau anak kami idiot, lagi pula saya saat
itu
> berfikir demi kesehatan anak kami tentulah kami menuruti apa kata dokter
> yang lebih tahu/berpengalaman dengan imunisasi tersebut. Lalu tanpa
> memeriksa dengan seksama kondisi anak kami dalam keadaan fit/tidak, dan
> perlu tidaknya imunisasi tersebut kembali diberikan kepada anak saya
> (karena sebelumnya pada saat berumur +/- 5 bulan anak kami telah pernah
> diberikan imunisasi HIB I) dokter pengganti tersebut langsung memberikan
> suntikan imunisasi HIB II kepada anak saya.
>
> Dua hari setelah pemberian imunisasi HIB yang kedua tersebut anak kami
> mengalami panas, lalu turun, panas lagi lalu turun ( 2 atau 3 hari sekali
> pasti mengalami panas ) dan anehnya panasnya hanya dikepala dan di
> pundak/leher serta di ketiak saja, badan/tangan dan kakinya tidak.
>
> Hal ini berlangsung +/- selama dua minggu, jika sedang panas, panasnya
> pernah sampai 40,6 derajat C.
>
> Sewaktu di kantor saya sempat bertanya kepada rekan-rekan yang
> masih/pernah punya anak kecil mengenai panas anak saya, banyak diantara
> mereka yang bilang panas setinggi itu berbahaya, malah sebagian teman
> bilang anaknya panas "cuma" 38 derajat C saja sudah Step/kejang-kejang,
> namun sampai hari itu anak saya belum pernah Step/kejang-kejang, padahal
> panasnya beberapa kali sampai 40 derajat C, dan biasanya akan turun
dengan
> sendirinya, paling-paling hanya rewel, susah tidur. Saya mulai Panik dan
> khawatir, takut jika anak saya tiba-tiba kejang/step di rumah.
>
> Dan Saya mulai ke dokter, kebetulan di dekat rumah ada dokter Umum di RS.
> "D" ( Berhubung waktu itu hari minggu tidak ada dokter Spesialis anak
yang
> Buka ). Dokter tersebut memberikan beberapa macam obat, ada yang syrup,
> ada yang serbuk. Setelah memakan obat-obatan tersebut selama 3 hari, anak
> kami masih belum membaik ( panasnya masih naik turun ), lalu kami ke RS
> "A" tempat dokter anak saya Prof. "R" dimana selain diberi obat-obatn
juga
> disarankan untuk memeriksakan darah anak saya ke Lab. (waktu itu saya
> langsung periksakan anak saya ke Lab. "P" yang sudah berpengalaman),
>
> Karena setelah kami ketahui hasilnya "negatif/tidak ada penyakit" dan
obat
> dari Prof. "R" di RS "A" juga belum efektif menyembuhkan panas anak saya,
> akhirnya saya membawa anak saya ke RS "B" Cikini ( karena saya tahu di RS
> "B" ada ruang perawatan anak, jika memang anak saya perlu di rawat).
>
> Di sinilah ketabahan/kesabaran kami di uji. Saya datang pertama kali ke
RS
> "B" cikini, Kamis 17 Maret 2005 pagi +/- jam 7.00 Wib, dan setelah
> bertanya kesana-kemari saya langsung membawa anak saya ke UGD (Unit Gawat
> Darurat) karena masih pagi, dan disana ada dokter jaga, setelah dilakukan
> beberapa tindakan lalu +/- jam 08.30 saya bawa anak saya ke dokter
> Spesialis anak dr. "N", baru kemudian diminta untuk di bawa ke ruang
> perawatan untuk di rawat.
>
> Pintarnya RS, setiap mereka akan melakukan tindakan medis terhadap anak
> kami, kami/orang tua harus menyetujui terlebih dahulu tindakan tersebut,
> dengan catatan apabila orang tua pasien tidak menyetujui suatu tindakan
> medis, kami juga disodorkan surat penolakan tindakan medis, yang
> didalamnya tertera apabila terjadi apa-apa terhadap anak saya, maka pihak
> RS tidak bertanggung jawab karena tindakan medis yang akan mereka lakukan
> tidak disetujui. Itu artinya kami/pasien bagai memakan buah simalakama,
> dan tentunya harus mengikuti semua langkah-langkah medis yang dilakukan
> oleh pihak RS, karena memang tidak ada pilihan lain.
>
> Anak saya langsung di infus dan diambil darahnya untuk pengecekan (karena
> hasil cek darah yang saya bawa dari Lab "P" sebelumnya menurut pihak RS
> bisa berubah) walaupun akhirnya hasilnya juga masih "negatif" tidak
> diketahui penyebab/penyakit panas anak saya. Kemudian atas anjuran dokter
> anak saya harus puasa dari jam 15.00 (tiga sore) sampai dengan 21.00
> (sembilan malam) kerena akan diambil darahnya lagi untuk pemeriksaan.
>
> Selama waktu tersebut kami sedih melihat anak saya, walaupun ada infus di
> kakinya, namun anak saya tampak ingin makan/minum, namun kami tidak
> berikan walau mulutnya seperti orang yang kehausan. Kami sangat
> mengkhawatirkan fisik anak saya.
>
> Benar saja apa yang Saya dan Istri saya khawatirkan terjadi, esokan
> hari/Jum'at subuh begitu panas anak saya kembali tinggi sampai lebih dari
> 40 derajat C, anak saya langsung kejang/Step (padahal sewaktu di rumah
> belum pernah sekalipun anak saya kejang/Step seperti saat itu),
> suster-suster RS mulai memberikan anak saya Oksigen melalui selang ke
> hidung, dan karena panas/Kejangnya lebih dari 1/2 jam, maka anak saya
pagi
> itu juga langsung di bawa ke ruang ICU/PICU (Pedriatic Intensive Care
> Unit). Anak saya di diagnosa awal "kemungkinan" terkena Radang Otak yang
> disebabkan oleh Virus/bakteri, sehingga mengganggu fungsi pengaturan suhu
> tubuh. Dan dokter bilang kemungkinan sembuhnya hampir tidak ada, kalaupun
> sembuh akan ada efek sisa, misalnya jadi Idiot, Lumpuh, dsb. (Pihak RS
> langsung Pesimistis untuk penyembuhan anak saya).
>
> Di ICU anak saya di rawat oleh Tim Dokter, dengan ketua Timnya yaitu dr.
> "Y" (dokter spesialis anak senior RS "B"), dengan anggota beberapa dokter
> Spesialis THT, Syaraf, Urologi, Bedah, dsb. Ditambah dengan
> dr.Konsulen/semacam penasihat, yaitu Prof. "A" dari RS "C", selain dokter
> tim tersebut dibantu oleh beberapa orang suster yang dalam sehari
> bekerjanya dibagi menjadi 3 shift, suster-suster inilah yang memonitor
> perkembangan kesehatan anak kami tiap saat. Suster juga sama seperti
> karyawan di kantor kita, ada yang teliti, ada yang rajin, ada yang
> baru/belum berpengalaman, ada yang text book, ada yang kurang berani
> bertindak, dsb.
>
> Sabtu subuh (hari ke dua perawatan) anak saya kembali panas tinggi dan
> kembali kejang, kali ini suster jaga pada saat itu terlihat kurang
> tanggap/cekatan dalam memberi tindakan terhadap anak saya, malahan pada
> saat kejang, karena tenaga medis tidak begitu "care", Istri saya sendiri
> yang harus mengganjal mulut anak saya dengan alat pengganjal agar
lidahnya
> tidak tergigit, dan karena terlalu lama tidak ditangani dengan baik
> akibatnya anak saya semakin lemah, terlihat pada mesin yang memonitor
> Oksigen dan Jantung anak saya saturasinya (istilah mesin tsb) terus
> menurun. Pada saat tim Dokter datang kondisi anak saya sudah memburuk,
> bahkan pada layar monitor mesin saturasi sempat terlihat "Flat", artinya
> paru-paru/oksigen dan jantung anak saya telah berhenti bergerak. Saya dan
> Istri langsung Shock dan lemas tangis pun tak terbendung. Beberapa tenaga
> medis terus berusaha memompa secara manual nafas anak saya, lalu mereka
> segera memasang mesin Ventilator/alat bantu pernafasan (mesin yang sama
> dengan yang digunakan Almh. Sukma Ayu) dan menyalakannya. Seperti biasa
> pihak RS menyodorkan surat persetujuan tindakan pemasangan mesin tsb.
Pada

> saat itu saya & istri sangat Shock, sehingga konsentrasi kami hanya
kepada
> anak kami tersebut, oleh karena saya tidak begitu memperdulikan surat
> persetujuan melakukan tindakan yang disodorkan RS, akibatnya pihak RS
> langsung mencopot kembali selang-selang yang terpasang dan mematikan
> mesin/listrik Ventilator tsb.
>
> Kami kesal dan marah (walau hanya di dalam hati), lalu segera meraih
surat
> persetujuan tindakan tsb dan menandatanganinya, barulah alat tersebut
> kembali dipasang/dinyalakan, dan selamatlah nyawa anak saya ketika itu
> (padahal menurut hemat saya hitungannya hanya detik untuk mengambil
> keputusan tersebut/terlambat sedikit mungkin akan berbeda ceritanya).
>
> Kurang lebih dua minggu alat Ventilator itu terpasang, dan dua minggu itu
> pula kami mengalami pengalaman yang sangat pahit dalam kehidupan kami,
> kami menyaksikan betapa tersiksanya anak yang kami sayangi yang terus
> menerus dilakukan tindakan medis, diantaranya :
>
> 1. Diambil darahnya yang hampir setiap hari (dengan cara disedot dengan
> alat suntik), walaupun hasil Lab.-nya selalu negatif dengan jumlah
> pengambilan dalam sehari bisa 3X, dan dalam sekali ambil antara 5 - 10 CC
> darah, padahal kondisi anak saya ketika itu sangat lemah/terlihat kuning
> seperti kurang darah. Diambil sampel Urine, sampel cairan dari perut,
> Bahkan sampai diambil contoh cairan otaknya (melalui penyedotan pada ruas
> tulang belakang) walaupun hasilnya juga negatif.
>
> 2. Berganti-ganti tempat untuk memasukan jarum Infus, dari vena-vena di
> kepala, tangan, kaki, selangkangan, malah karena Tim medis sudah
kesulitan
> memasukan jarum infus, tim medis melakukan tindakan Vena Sectio (operasi
> kecil/merobek kulit/daging terluar) untuk dicari pembuluh vena yang
berada
> agak ke dalam agar jarum infus dapat memasukan cairan infus ke tubuh anak
> saya. Kedua pergelangan tangan dan kaki anak saya telah di-Vena Sectio.
>
> 3. Bius Total, dengan alasan takut mesin Ventilator tidak berfungsi
dengan

> baik apabila anak saya dalam keadaan sadar.
>
> 4. Diberi obat-obatan/anti biotik berganti-ganti sesuai
> indikasi/kemungkinan (Baru kemungkinan/seperti coba-coba) penyakitnya
yang
> kadarnya tergolong keras, yang sudah pasti banyak efek sampingnya.
>
> 5. Karena sudah tidak ada tempat untuk Infus dan pengambilan darah (semua
> titik venanya telah habis), beberapa kali tindakan infus/pengambilan
darah
> tidak berhasil dilakukan, lalu dicoba lagi dan di coba lagi sehingga
> menimbulkan bekas luka lebam/biru/bekas-bekas jarum suntik yang sangat
> banyak.
>
> 6. Dilakukan foto Thorax (Rongent) beberapa kali, Padahal sekali saja
> dilakukan di yakini dapat membunuh banyak sel tubuh )
>
> 7. Timbul efek samping, Paru-paru anak saya meradang/infeksi sehingga di
> penuhi banyak cairan, dan kepala belakang dan samping kiri
> memar/luka/lecet/bengkak. Karena terlalu lama dalam posisi tidur/di bius
> (hal ini seharusnya tidak perlu terjadi kalau tim medis sering merubah
> posisi tidur anak saya/setelah kami Complain baru hal ini dilakukan).
>
> 8. Masalah Biaya. Sering kali pihak RS (dokter/suster), menanyakan
masalah
> biaya, walaupun berkali-kali saya katakan ada surat jaminan pembayaran
> dari Kantor. (Coba bayangkan seandainya memang kami tidak punya biaya).
>
> 9. Diagnosa penyakit yang tidak didukung bukti yang pasti, tim Medis
hanya
> selalu mengatakan "Kemungkinan". Dari +/- satu bulan di rawat, anak saya
> sudah beberapa kali dikatakan kemungkinan penyakitnya bersumber dari
> Radang Otak karena penyakit/Virus/bakteri: Herpes, berubah Toxoplasma,
> berubah Maningitis, berubah Ensevalitis, sampai kesimpulan terakhir/dari
> sampel darah terakhir anak saya masih belum mengetahui pasti penyebab
> penyakitnya (bukti lab. adanya virus/bakteri tersebut tidak pernah ada).
>
> Pada masa itu juga kami sempat beberapa kali bersitegang dengan beberapa
> Tim Medis anak saya, namun kami selalu kalah (mengalah) karena posisi
kami
> sangat lemah, Ketua tim dokternya "dr.Y" sempat berujar bahwa mereka
> dokter-dokter ahli, " kalau di RS "C" bapak boleh bilang "begitu", karena
> banyak dokter muda yang sedang belajar disana" (maksudnya menanggapi
guman
> saya dengan istri saya, "kok anak kita seperti kelinci percobaan ya!? dan
> kata-kata tersebut didengar Suster, yang lalu melaporkannya ke ketua Tim
> dokternya) , bahkan dokter itu juga sempat berkata " kalau bapak tidak
> puas, silahkan angkat anak bapak sekarang !!" . Padahal saat itu, hal
> tersebut tidak mungkin kami lakukan karena seluruh tubuh anak saya
> terpasang mesin (Ada mesin ventilator, ada mesin saturasi
Oksigen/Jantung,
> ada infus, ada selang Sonde/makanan, dsb)
>
> Pernah seorang anggota Tim dokter yang didatangkan dari RS "C", yaitu dr.
> "I" ahli syaraf, setelah memeriksa anak saya mengatakan, "Penyakitnya
> malah dari RS ini semua, ya !!", Setelah masa perawatan 2 minggu tersebut
> timbul berbagai komplikasi; mata anak saya buta/tidak bisa melihat
> (menurutnya mungkin bisa sembuh karena anak saya masih bayi), Infeksi
> paru, memar di kepala, badan kaku/keras, padahal pertama kali masuk RS
> anak saya "hanya" sakit Panas. Kemudian dr "I" juga bilang " tadi saya
> coba lepas alat Ventilatornya agak lama, anak bapak bagus kok, dia sudah
> bisa bernafas sendiri ". Saya bersyukur berarti ada kemajuan pikir saya
> ketika itu.
>
> Awal minggu ke tiga beberapa orang tim medis (ada beberapa dokter dan
> beberapa suster), mencoba melepas alat bantu nafas/Ventilator (mungkin
> setelah diberi masukan oleh dr. "I" dari RS "C"), di coba 1 jam, 2 jam, 3
> jam dan seterusnya .... rupanya anak saya sudah bisa kembali bernafas
> sendiri/normal. Namun karena Sumber penyakitnya belum diketahui maka Tim
> medis beberapa kali melakukan penggantian Obat/anti biotik, diantaranya
> Acyclovir, Delantin, Tegatrol, TieNam, Meronem (dua jenis yang tertulis
> dibelakang katanya merupakan anti Biotik yang paling Ampuh/Mahal/Impor
> dari Amerika).
>
> Minggu ketiga dan selanjutnya Panas kepala anak saya relatif stabil
> (antara 36 - 38 derajat C), dan kondisinya relatif membaik "hanya"
tinggal
> matanya yang Buta dan badannya yang kaku (sendi-sendinya tidak bisa
> ditekuk), namun pengambilan darah masih dilakukan secara berkala, dan
> hampir setiap hari dilakukan Terapi Fisioteraphy (Penyinaran dan
> pemijatan). Sehingga akhir minggu ke tiga semua Infus telah dicopot,
> oksigen dicopot, hanya tinggal selang Sonde (Selang makanan/di mulut)
yang
> masih terpasang.
>
> Saya dan Istri (serta keluarga besar kami), terus berdoa setiap hari
untuk
> kesehatan anak kami satu-satunya, sampai pada pertengahan minggu ke
empat,
> dr. "I" (Specialis syaraf dari RS "C") bilang anak kami boleh di bawa
> pulang, namun minimal harus sehari masuk ke ruang perawatan biasa dahulu
> (sesuai prosedur RS "B"). Dan menurut dokter "I" juga, anak kami hanya
> cukup rawat jalan ke RS "C", untuk berobat ke dr. "I" dan dr. "L"
> (specialis tumbuh kembang/penyembuhan tubuh anak saya yang masih
> kaku-kaku). Setelah sehari berada di ruang perawatan biasa, dan tidak ada
> masalah kami membawa anak kami pulang dengan membawa dua macam obat (Anti
> kejang dan anti Virus), dan sebelum pulang, lagi-lagi anak kami diambil
> kembali darahnya oleh RS untuk pemeriksaan penyebab penyakit anak kami,
> setelah itu barulah kami diperbolehkan pulang.
>
> Namun tidak sampai 2 hari anak kami di Rumah, kami/keluarga lupa akan
luka
> dibelakang kepalanya (akibat perawatan yang lalai sebelumnya) yang masih
> belum sembuh total, lukanya terlihat memar/merah/agak bengkak/dan mungkin
> infeksi, yang mungkin juga membuat anak kami panas lagi/karena
infeksinya,
> Panasnya kembali naik sampai 40 derajat C lebih, bahkan ketika akan kami
> beri obat (yang kami bawa dari RS), anak kami muntah hingga lemas, lalu
> tanpa banyak pikir lagi walaupun pada saat itu jam 02 pagi, kami kembali
> membawa anak kami ke RS "B" Cikini dan kembali kami mengalami kekesalan,
> anak kami diperlakukan layaknya seperti pasien yang baru masuk RS. Anak
> kami kembali masuk ICU, kembali harus Infus, puasa, diambil darahnya lagi
> (meskipun titik venanya sudah habis/tidak ada tempat lagi untuk
> infus/periksa darah, dan saya juga telah sampaikan mungkin panasnya
akibat
> luka dibelakang kepalanya yang belum sembuh/infeksi), padahal saya sudah
> protes terhadap dr. jaga pada saat itu bahwa anak saya sebelumnya sudah
> dirawat hampir sebulan di RS tersebut, dan hasil lab. terakhirnya juga
> baru kemarin saya ambil dengan hasil "negatif", juga saya kemukakan
> mengenai luka dibelakang kepalanya yang harus diprioritaskan
> pengobatannya. Namun karena dr. terus mengemukakan argumennya, akhirnya
> kami mengalah dan menyerahkan sepenuhnya apapun yang akan dilakukan oleh
> dr. Dan kembali anak saya dipakaikan selang Oksigen ke hidungnya , lalu
> dengan alasan "saturasi" nafasnya terus menurun, Tim medis berencana
untuk
> memasang kembali mesin Ventilator pada anak saya, dengan sebelumnya
> meminta persetujuan saya lagi untuk diambil darahnya sebelum pemasangan
> mesin tersebut (padahal ketika itu kondisinya terlihat pucat/kuning
> seperti telah kehabisan darah). Kembali dengan berat hati dan berharap
Tim
> Medis melakukan tindakan yang "benar" untuk anak saya, saya kembali
> menyetujuinya. Namun belum sempat mesin itu dipasang, belum sempat hasil
> lab I dan ke II (pengambilan darah pada pada hari itu) ada hasilnya,
> akhirnya anak saya dipanggil oleh yang Maha Kuasa ...... anak saya
> mengalami Gagal Nafas dan dinyatakan Meninggal oleh pihak RS, walau saat
> itu saya pegang denyut Nadi di leher/bawah dagunya masih ada (walau
> lemah), sewaktu kami minta untuk terus memompa alat bantu nafas
manualnya,
> Dokter/suster yang ada pada saat itu sudah lepas tangan dan tidak
> melakukan tindakan apapun juga. Akhirnya dengan Ikhlas, didepan mata
> kepala saya dan istri saya, anak kami melepaskan nyawanya tanpa kami bisa
> berbuat apapun juga ( Selasa 12 April 2005 Jam 23.25 wib). Akhirnya Anak
> kami meninggal dengan sebab bukan karena penyakitnya (Panas), menurut
kami
> "kemungkinan" karena gagal nafas/Infeksi paru atau malah "mungkin" karena
> terlalu lemah kehabisan darah.
>
> Innalillahi Wa inna illaihi roji'un selamat jalan Permata hatiku,........
> doa kami 'kan selalu menyertaimu...Amin
>
> Dan tidak lupa saya & keluarga mengucapkan terimakasih yang
> sebesar-besarnya kepada rekan-rekan yang telah memberikan suport baik
> moril, materil maupun spirituil kepada saya dan keluarga, semoga segala
> kebaikan rekan-rekan akan dibalas dengan pahala yang berlipat-lipat oleh
> Tuhan Yang Maha Kuasa. Amin.
>
> Salam,
> Istriyanto & Keluarga
>
> Note :
> Tanpa mengurangi rasa hormat saya pada Ilmu Kedokteran dan tenaga medis,
> sesuai dengan pengalaman berharga dan mahal yang telah saya alami, maka
> kami mencoba mengambil kesimpulan (Setelah kami juga mendengar dari
sesama
> Pasien RS, rekan/sahabat, tetangga, saudara yang sempat bezuk dan
> mengatakan pada saya, selama dalam perawatan sampai saat Meninggalnya
anak
> saya) sbb:
>
> 1. Banyak kasus penyakit bayi/balita yang timbul setelah mereka disuntik
> imunisasi.
> - Pasien lain di RS yang sama mengatakan pada saya, anak saudaranya
sampai
> dengan usia 2 tahun belum pernah suntik Imunisasi Hepatitis namun,
setelah
> ada dokter (spesialis anak) yang tahu, lalu disarankan di imunisasi
> Hepatitis, kemudian tidak lama setelah itu akhirnya anak saudaranya
> positif terkena Hepatitis akut, dan harus bolak-balik berobat ke dokter.
>
> - Tetangga saya, sehabis Imunisasi campak, dua hari kemudian malah
terkena
> campak.
> - Tetangga kami yang lain, anak pertamanya rutin diimunisasi, namun
> fhisiknya malah lemah sering sakit-sakitan, sedangkan anak keduanya sama
> sekali tidak pernah imunisasi namun malah sehat, hampir tidak pernah
sakit
> (kalaupun sakit cepat sembuh/ringan)
>
> - Teman sekolah saya anaknya tidak pernah Imunisasi malah sehat, umur 10
> bulan sudah lincah berjalan, dan juga boleh dibilang tidak pernah sakit
> (kalaupun sakit hanya ringan saja).
>
> - dan banyak lagi kasus-kasus serupa yang tidak mungkin saya tulis satu
> persatu.
>
> 2. Menurut saya, Jika bisa Hindari Imunisasi, kalaupun perlu/terpaksa
> pilihlah imunisasi yang pokok saja (bukan imunisasi lanjutan/yang
> aneh-aneh) alasannya :
>
> - Kita "Mendzolimi", anak kita sendiri yang memang sedang masa
pertumbuhan
> dan pertahanan tubuhnya masih lemah, malah kita suntikan penyakit
> (walaupun sudah dilemahkan) ke tubuhnya.
>
> - Kita tidak pernah tahu kondisi anak kita sedang benar-benar sehat atau
> tidak, karena terutama anak yang masih di bawah 1 tahun biasanya belum
> bisa bicara mengenai kondisi badannya, sedangkan imunisasi harus
dilakukan
> pada bayi/balita yang sehat (tidak sedang lemah fisiknya/sakit).
>
> - Sesudah kita memasukan penyakit ke tubuh anak kita, biasanya kita juga
> harus mengeluarkan banyak biaya. (Jasa dokter/RS, harga imunisasi, dsb),
>
> - Tidak ada jaminan (Dokter/RS/puskesmas) apabila setelah imunisasi anak
> kita bebas dari penyakit yang telah dimasukan ketubuhnya. Contoh nyata
> yang terjadi pada anak saya, padahal anak saya sudah 2 kali imunisasi HIB
> ketika berusia +/- 5 dan 7 bulan ), padahal sebelumnya dokter bilang
> imunisasi HIB untuk menghindari penyakit Radang Otak, namun nyatanya anak
> saya malah meninggal akibat penyakit Radang Otak.
>
> - Menurut seorang rekan yang pernah membaca Literatur terbitan Prancis,
> justru Imunisasi sudah tidak populer di Amerika Serikat, dan terus
> berusaha dihilangkan dan tidak dipergunakan lagi, bahkan di Israel
> Imunisasi telah di STOP samasekali, padahal kita tahu negara-negara itu
> merupakan pelopor "industri", imunisasi.
>
> - Menurut pengalaman saya jumlah kadar/isi setiap pipet/tabung imunisasi
> semua sama, jadi imunisasi tidak melihat berdasarkan berat
tubuh/perbedaan
> Ras/warna kulit, padahal kalau Obat/Imunisasi itu Impor, tentulah
kadarnya
> disesuaikan dengan berat/fisik orang Luar (Barat) yang jelas lebih basar
> dan kuat fisiknya dibanding orang Asia, namun kita malah sama-sama
> menggunakan dengan takaran yang sama. (akibatnya overdosis).
>
> 3. Jika tidak "urgent" sekali, hindari rawat inap di RS, karena banyak
> prosedur/step-step pengobatan yang akhirnya akan melemahkan tubuh
> pasiennya.
>
> (Contoh: keharusan berpuasa, pemasangan infus, pengambilan darah yang
> terus menerus, foto Rontgen, operasi, kemoteraphy, dsb). Jikalau perlu
> coba dulu dengan cara pengobatan alternatif/tradisional.
>
> 4. Jika perlu dengan tegas untuk menolak suatu tindakan medis yang akan
> dilakukan RS, jika kita yakini manfaatnya tidak benar-benar berpengaruh
> terhadap kesembuhan pasien.
>
> 5. Jika perlu lakukan 2nd opinion pada RS/dokter lain yang setara/lebih
> baik.
>
> 6. Banyak tanya, biarlah kita dibilang "bawel", tanyalah setiap tindakan
> medis yang akan dilakukan, mengapa akan di lakukan, akibat-akibatnya, ada
> tidak cara-cara lain/alternatif lain yang lebih baik/tidak terlalu
> menyakiti pasien.
>
> 7. Terus temani pasien (bisa bergantian dengan keluarga yang lain),
karena
> setiap saat bisa ada tindakan medis yang memerlukan persetujuan, dan
> cermati semua pekerjaan perawatannya, jika ada yang habis/kurang jangan
> sungkan melaporkan ke tenaga medis yang ada segera.
>
> 8. Terus berdoa, karena segala sesuatunya telah ditetapkan oleh "Yang
Maha
> Kuasa", manusia hanya bisa ikhtiar dan berusaha.
>
> Note: This email has been scanned by Indosat VirusWall Systems
>
>
>
> [Non-text portions of this message have been removed]
>
>
>
>
>
>
> Yahoo! Groups Links
>
>
>
>
>
>



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~-->
Ever feel sad or cry for no reason at all?
Depression. Narrated by Kate Hudson.
http://us.click.yahoo.com/1visLB/esnJAA/xGEGAA/wrSolB/TM
--------------------------------------------------------------------~->



Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/dokter_umum/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/




AYO GALANG SOLIDARITAS UNTUK MEMBANTU KORBAN MUSIBAH DI ACEH & DAN SUMATERA
UTARA !!!
================
Kirim bunga, http://www.indokado.com
Info balita: http://www.balita-anda.com
Stop berlangganan/unsubscribe dari milis ini, e-mail ke:
[EMAIL PROTECTED]
Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]






AYO GALANG SOLIDARITAS UNTUK MEMBANTU KORBAN MUSIBAH DI ACEH & DAN SUMATERA 
UTARA !!!
================
Kirim bunga, http://www.indokado.com
Info balita: http://www.balita-anda.com
Stop berlangganan/unsubscribe dari milis ini, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]
Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]

Kirim email ke