Sambungan dari anak pemulung yang meninggal. -----Original Message----- From: Bambang, A Suparno Sent: Thursday, June 09, 2005 11:32 AM To: G IND PENI BKM AL-AMANAH Subject: FW: [ekonomi-nasional] OOT: Selamat Jalan Si Bunga Surga! ini kisah akhir dari adik kita......, semoga menjadi pelajaran buat kita amin....... > > > Selamat Jalan Si Bunga Surga! > > Karet Pulo, Warta Kota > > > MATAHARI di siang bolong itu tiba-tiba redup. Tak > begitu lama, > gerimis pun turun. Meski demikian, Supriono (38) > dan putranya, > Muriski Saleh (6), dan sejumlah warga Manggarai > Utara 6, tetap > bertahan di Taman Pemakaman Umum (TPU) Karet > Pulo, Jakarta Selatan. > Rabu (8/6), mereka bersama Warta Kota berziarah > ke makam Khaerunisa > (3). Putri bungsu Supriono ini meninggal Minggu > (5/6) pagi tetapi > baru dikubur Senin (6/6) siang karena keterbatasan uang. > Pemakaman itu dilakukan berkat kemurahan warga > Manggarai Utara VI > yang sebagian besar tinggal di bantaran anak kali > Ciliwung. Dari > hasil sumbangan warga, terkumpul Rp 600.000 yang > dipakai untuk biaya > pemakaman Rp 350.000 dan membeli kain kafan serta > keperluan lainnya > Rp 250.000. > Khaerunisa dikubur di Blok A VI yang letaknya di > bagian paling > belakang TPU itu. Di sekitarnya masih ditumbuhi > rumput ilalang yang > tingginya mencapai sekitar 80 cm. Untuk menuju > makam itu, orang > harus berjalan kaki paling tidak 300-an meter > dari jalan utama. > Pemilihan tempat itu semata-mata karena > pertimbangan biaya. "Di sini > saja bayar Rp 350.000. Apalagi kalau di pinggir > jalan," ujar Bang > Bo, warga Manggarai Utara VI, yang mengurus > pemakaman Khaerunisa. > Sesuai Perda 3/1999 tentang Retribusi, retribusi > pemakaman di Blok A > VI adalah Rp 4.000 untuk tiga tahun. Bahkan perda > itu juga mengatur > 'fasilitas' bagi orang tak mampu seperti Supriono > untuk dibebaskan > dari segala biaya pemakaman. Tetapi semua itu > hanya ada di atas > kertas dan sebatas ucapan pejabat serta politisi > DKI ketika > mengumbar janji. Pemulung ini harus menunggu > uluran tangan warga > untuk menguburkan putrinya yang selama ini > tinggal di gerobak. > Di makam itu, Kiki-panggilan Muriski-ikut > menengadahkan tangan, > mendoakan adik semata wayang itu agar diterima di > sisi-Nya. Begitu > Supriono, matanya berkaca-kaca sambil mulutnya > mengucapkan kata > amin, menyambut doa yang dibaca oleh Jono, > sesepuh warga Manggarai > Utara VI. > "Kemulian manusia di depan Allah bukan karena > harta bendanya, tetapi > karena amalnya. Mudah-mudahan Khaerunisa yang > belum berdosa ini > diterima di sisi-Nya. Ditempatkan di surga-Nya. > Orangtua dan saudara > yang ditinggalkan dibukakan pintu rezeki yang > lebar," ujar Jono yang > disambut "amin" Supriono dan Kiki. > Doa itu bisa jadi langsung dikabul Allah. > Kekuasaan-Nya pun > kemudian ditunjukkan dengan gerimis kecil yang > membuat suasana > terik tiba-tiba menjadi redup. Tetesan air itu > membasahi dan > menyejukan makam Khaerunisa yang kini telah > menjadi bunga surga. > (mur/pro) > --------------------------- > Penggendong Mayat Ketemu > > Kota, Warta Kota > > Supriono si penggendong mayat anaknya di KRL > akhirnya ditemukan. Ia > mengubur anaknya di Menteng Pulo. > Supriono alias Supri tertangkap basah tengah > menggendong putrinya > yang sudah jadi mayat, Nur Khaerunisa yang > berusia 3 tahun, di > Stasiun Tebet pada Minggu (5/6). Mayat itu > dibungkus sarung, > sementara mukanya ditutupi dengan kaus. > Kala itu, Supri berniat mengubur si kecil ke > perkampungan pemulung > di Bogor, dengan menumpang kereta rel listrik > (KRL) karena tak punya > duit untuk menyewa mobil jenazah. Pekerjaan Supri > sebagai pemulung > barang bekas dari kampung ke kampung tak > memungkinkan untuk > menyisakan duit. > Supri berikut mayat putrinya dan putra sulungnya, > Muriski Saleh (6), > dipaksa ke kantor Polsektro Tebet dan selanjutnya > harus kembali ke > RSCM untuk memastikan bahwa Khaerunisa bukan > korban kejahatan. Supri > menjelaskan bahwa anaknya itu meninggal di atas > gerobak 07.00 karena > muntaber. Supri hanya sekali mengobatkan > Khaerunisa ke Puskesmas > Setia Budi. > Karena itu ia ngotot menolak anaknya diautopsi. > Akhirnya RSCM > menyodorkan surat pernyataan yang harus > ditandatangani Supri bahwa > ia benar-benar menolak anaknya diautopsi. > Dengan bekal surat itu ia berniat menguburkan > anaknya. Tapi belum > tahu kemana. Hatinya ragu, karena waktu itu jarum > jam menunjuk pukul > 16.00. Terlalu sore untuk ke Bogor. Dan sejak itu > pula, Warta Kota > kehilangan jejak Supri. > Tiga hari tim Warta Kota menelusuri pangkalan > pemulung dari Cikini > hingga Manggarai. Perkampungan pemulung di Bogor > plus beberapa > stasiun juga dijelajah, tapi Supri tak ditemukan. > Padahal, banyak > pembaca Warta Kota berniat memberikan bantuan > kemanusiaan buat > Supri. > Berkat bantuan warga Manggarai, Jakarta Selatan, > Supri akhirnya bisa > ditemukan. Ia menumpang di rumah rumah petak di > pinggiran Ciliwung > milik Ibu Sri di Manggarai Utara IV, Tebet. Di > sanalah, enam tahun > lalu, Supri pernah mengontrak sebulan. Info bahwa > Supri berada di > sana disampaikan oleh salah seorang pelanggan > Warta Kota, Ny Anna > Purnomo. > Setahun lalu, Supri cabut dari Manggarai setelah > berpisah dengan > istrinya, Sariyem. Ia menggelandang sebagai > pemulung bersama si > kecil Nur Khaerunisa dan Muriski, dengan modal gerobak. > "Saya mangkal di depan Gereja (Isa Almasih) > Cikini. Di sana ada > halte. Kalau lagi hujan, gerobak saya bawa ke > halte, biar anak-anak > tidak kehujanan," kata Supri. > Keputusan Supri untuk pergi ke Manggarai muncul > tiba-tiba. Sewaktu > keluar dari kamar mayat RSCM sekitar pukul 16.10, > Supri masih ingin > melanjutkan perjalanan ke Bogor untuk mengubur > anaknya, dengan > menumpang KRL. > Supri berjalan dengan menggendong mayat anaknya, > ditemani Muriski, > ke Jalan Salemba tepatnya ke lampu merah di > seberang St Carolus. > Lama ia termenung karena sudah terlalu sore untuk > ke Bogor. > "Tiba-tiba terlintas dalam pikiran bahwa saya > pernah tinggal di > Manggarai. Saya putuskan ke Manggarai, minta > tolong warga di sana > untuk mengubur anak saya," katanya. > Ia lantas menyetop bajaj dan bayar Rp 5.000 untuk > ke Manggarai. > Supri, Muriski, dan mayat si kecil tiba di rumah > Ibu Sri di > Manggarai pukul 18.15. Rumah mungil itu hanya > berjarak dua meter > dari bibir Ciliwung. Dia lalu mengetuk pintu > rumah yang terbuat dari > kayu tersebut. > "Saat itu saya sedang mandi, tiba-tiba anak saya > memanggil saya, > katanya ada tamu. Ternyata Supri. Saat itu dia > menggendong anaknya > dengan kain sarung. Kepala anaknya ditutup kaus > warna putih, > sementara kakinya terjuntai. Dia bilang ke saya > katanya 'bu tolong > saya'. Karena saya kira dia butuh uang akhirnya > saya bergegas > mengambil uang," ujar Sri yang mengaku masih > mengingat wajah Supri > meski sudah setahun pindah dari rumahnya. > Ketika Sri hendak mengambil uang, tiba-tiba Supri > mengatakan bahwa > anak yang digendongnya telah meninggal. Sri > kaget. Setelah berpikir > sejenak, Sri memberitahu warga. Dengan cepat, > warga berdatangan > untuk mengurusi mayat bocah tersebut. > Bendera kuning tanda berkabung dipasang di > sudut-sudut jalan. > Sementara lapak penjualan motor di tepi Jalan > Manggarai Utara VI > disekat dengan kain untuk meletakkan jenazah > Khaerunisa. Sebab, > sudah terlalu malam untuk mengubur jenazah. > Warga RT 08/RW 01 berkumpul. Mereka berbagi > tugas, sebagian meminta > surat ke RW dan kelurahan untuk keperluan > penguburan. Tapi tetek > bengek administrasi baru kelar Senin (7/6) pagi. > "Sebagian mengurus jenazah seperti memandikan dan > kasih kain kafan. > Sedangkan biaya perizinan hingga penguburan > jenazah didapat dari > sumbangan sukarela dari warga sekitar yang > bersimpati," ujar Jono, > warga yang juga bekerja sebagai petugas > memandikan mayat di kawasan > tersebut. > Menurut Supriatna yang ikut mengurusi jenazah > Khaerunisa, biaya yang > dibutuhkan untuk penguburan jenazah Khaerunisa > kurang lebih Rp > 600.000. Biaya ke Dinas Pemakaman Rp 350.000 dan > biaya lainnya > semisal membeli kain kafan dan lain-lain sekitar > Rp 250.000. > Setelah diinapkan semalam, jenazah Khaerunisa > dimakamkan di taman > pemakaman umum (TPU) Menteng Pulo Blok A5 di > Jalan Casablanca, Pal > Batu, Tebet, Senin (6/6). "Khaerunisa akhirnya > bisa dikubut sekitar > pukul 11.00," ujar Supriatna. > Dalam pemakaman itu, kakan Khaerunisa, Nuriski > Saleh juga ikut > serta. Semula Nuriski belum menyadari bahwa > adiknya telah meninggal. > Ketika dia melihat adiknya dimasukkan ke liang > lahat, Nuriski > bertanya kepada ayahnya, mengapa adiknya dikubur. > "Nuriski baru tahu > bahwa adiknya sudah meninggal setelah upacara > pemakaman selesai. > Saya baru bisa menjelaskan saat pemakaman itu," > ujar Supri. > (mur/pro) > --------------------------- > > Kasus Gendong Mayat > Sumbangan Mengalir > > Seharian kemarin Redaksi Warta Kota menerima > telepon dari para > pembaca. Mereka menanyakan alamat Supriono, > pemulung yang harus > menggendong mayat anaknya, Khaerunisa (3), karena > tak mampu menyewa > mobil jenazah. Namun, hingga semalam keberadaan > Supriono masih > misterius. Warta Kota belum bisa menerima > sumbangan dari para > pembaca dan rekanan. > "Kami sangat kasihan, Pak. Kebetulan pimpinan > memerintahkan kami > untuk segera memberikan bantuan untuk biaya > penguburan. Tolong beri > tahu kami kalau sudah ketemu alamatnya," ujar > seorang corporate > secretary di Kebon Jeruk. > Perjalanan hidup keluarga Supriono memang tragis. > Ia berkeliling > dari kampung ke kampung sebagai pemulung, > bermodalkan gerobak tua. > Dua anaknya, Khaerunisa dan Muriski Saleh (6), > selalu ikut. > Minggu (5/6) pagi, Khaerunisa (3) tewas di dalam > gerobak karena > muntaber. Khaerunisa hanya pernah sekali diobati, > yaitu di > Puskesmas Setiabudi, empat hari sebelum tewas. > Meski biaya berobat > hanya Rp 4.000, Supriono tak bisa membawanya lagi > ke puskesmas. > Khaerunisa yang sudah sakit itu terus berada di > gerobak hingga > menemui ajal. > Karena tak punya uang sepeser pun, Supriono > membawa mayat anaknya > dengan gerobak ke Stasiun Tebet, untuk menunggu > kereta api listrik > (KRL) tujuan Bogor. Mayat si kecil dibungkus > sarung, kepalanya > dibungkus kaus. Supriono dibawa ke Polsektro > Tebet oleh penumpang > KRL yang curiga. Ia pun dipaksa kembali ke RSCM > untuk urusan autopsi > mayat anak. > Ia menolak. Berbekal surat keterangan dari RSCM, > Supriono kembali > berjalan entah ke mana. Sejak itu ia tak > terlacak. Beberapa pemulung > mulai dari depan Bioskop Megaria, Cikini, hingga > pinggiran rel > kereta menuju Bogor tidak mengenal Supriono. > Di RSCM, Supriono tercatat sebagai warga Kampung > Dalam RT 06/01, > Kramat Jati, Jakarta Timur. Tapi dalam > kesehariannya, Supriono lebih > sering mangkal di di bawah jembatan kereta api di > depan Bioskop > Megaria. Tapi pemulung di sana tak mengenal dia. > "Kalau dia sudah lama tinggal di sini, pasti kami > tahu. Nama itu > tidak ada. Nanti malam saya coba cari orangnya. > Besok siang saja > Bapak ke sini lagi," ujar Bunbun yang sudah lama > tinggal di bawah > rel layang di seberang Bioskop Megaria. > Di kawasan Cikini, juga tidak tidak ditemukan > pemulung yang mengenal > Supriono. Lokasi tempat kumpul pemulung berada di > dekat Mapolsektro > Menteng. Di sana pula para pemulung menggelar > lapak. Tapi tak ada > yang mengenal Supriono. > Demikian pula di Stasiun Kereta Api Bogor, para > pemulung tak > mengenal Supriono. "Saya tidak kenal dengan > Supriono, emangnya > mangkalnya di mana?," ujar Ny Wasiah (56), > seorang pemulung di > Stasiun Kereta Api Bogor. > Dia yang bersama suaminya, Rohmat (57), telah > menjadi pemulung > selama 12 tahun, tidak mendengar soal tewasnya > seorang anak pemulung > yang dibawa ke Bogor pada Minggu sore. Biasanya > suatu kejadian di > sekitar stasiun dengan cepat menyebar dari mulut > ke mulut. "Kalaupun > saya tidak melihat langsung, pasti saja tahu dari > teman-teman," > katanya seraya menanyakan ciri-ciri Supriono. (ang/wid) > ---------------------------- > > > > --------------------- > DISCLAIMER: > The information contained in this communication is intended > solely for the use of the individual or entity to whom it is > addressed and others authorized to receive it. It may contain > confidential or legally privileged information. If you are > not the intended recipient you are hereby notified that any > disclosure, copying, distribution or taking an action in > reliance on the content of this information is strictly > prohibited and may be unlawful. Unless otherwise specifically > stated by the sender, and documents or views presented are > solely those of the sender and do not constitute official > document or views of the Capital Managers Asia (CMA). > > If you have received this communication in error, please > notify us immediately by responding to this email and then > delete it from your system. CMA is neither liable for the > proper and complete transmission of the information contained > is this communication nor for any delay in its receipt. > --------------------- > > > [Non-text portions of this message have been removed] > > > > ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor > --------------------~--> > In low income neighborhoods, 84% do not own computers. > At Network for Good, help bridge the Digital Divide! > http://us.click.yahoo.com/EpW3eD/3MnJAA/cosFAA/GEEolB/TM > -------------------------------------------------------------- > ------~-> > > Bantu Aceh! Klik: > http://www.pusatkrisisaceh.or.id > Yahoo! Groups Links > > <*> To visit your group on the web, go to: > http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/ > > <*> To unsubscribe from this group, send an email to: > [EMAIL PROTECTED] > > <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: > http://docs.yahoo.com/info/terms/ > > > AYO GALANG SOLIDARITAS UNTUK MEMBANTU KORBAN MUSIBAH DI ACEH & DAN SUMATERA UTARA !!! ================ Kirim bunga, http://www.indokado.com Info balita: http://www.balita-anda.com Stop berlangganan/unsubscribe dari milis ini, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED] Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]