Dear Parents,

 

Setelah membaca cerita di bawah ini, saya jadi kembali memikirkan 'perang
batin' yang selama ini saya rasakan.

Saya yakin di antara moms and dads mungkin ada yang memiliki perasaan yg
sama dengan yg saya alami.

 

Setiap hari ketika antri menunggu lampu merah di jalan2 raya di Jakarta,
pasti ada saja kita jumpai anak2 kecil yg meminta-minta uang dari mobil ke
mobil.  Saya suka miris dan kasihan melihat mereka yang harus menghabiskan
waktunya di jalanan, kadang2 sampai malam hari atau di tengah gerimis hujan.

 

Hanya saja, saya pernah membaca di sebuah artikel (saya lupa dari mana),
bahwa anak2 tersebut ada yg mengorganisir, yaitu semacam 'kepala para
peminta-minta' dan mereka memang sengaja dipekerjakan untuk meminta2. Dalam
artikel tersebut juga disebutkan bahwa sebaiknya anak2 ini jangan diberi
uang karena itu akan mendidik mereka dengan salah.  Mereka akan terbiasa
untuk meminta-minta guna memperoleh 'easy money' sehingga mereka tidak
belajar bagaimana cara berusaha untuk memperoleh uang di kemudian hari.
Selain itu, mereka juga akan terbiasa untuk tidak 'malu' untuk
meminta-minta.

 

Terus terang, saya juga setuju dengan pendapat dalam artikel tersebut, bahwa
sebaiknya kita jangan membiasakan memberi uang kepada anak2 ini.  Tapi di
pihak lain, saya suka miris dan kasihan melihat mereka.  Mereka
meminta-minta bukan karena choice, tapi lebih krn terpaksa untuk membantu
keuangan keluarga mereka.  Saya jadi suka 'perang batin' sendiri antara
memberikan uang atau tidak.  Bagaimana pendapat moms and dads?  Mungkin bisa
memberi masukan/pandangan lain bagi saya...

 

Terima kasih,

Haryanti

 

-----Original Message-----

From: Tri Agustiyadi [mailto:[EMAIL PROTECTED] 

Sent: Wednesday, June 29, 2005 3:36 PM

To: Balita Anda

Subject: [balita-anda] Fw:Kisah dari Stasiun Jatinegara - Jakarta

 

FYI.

 

Muhammad Tri Agus

----- Original Message ----- 

From: Erwien Samantha Y 

To: [EMAIL PROTECTED] 

Sent: Monday, June 27, 2005 5:26 PM

Subject: [Klub Pengembangan Kepribadian] Fwd: Kisah dari Stasiun Jatinegara
- Jakarta

 

 

Maaf kalau sudah pernah di kirim ...,

 

----------  Forwarded Message  ----------

 

Subject:  Kisah dari Stasiun  Jatinegara - Jakarta

 

 

Kisah dari Stasiun Jatinegara - Jakarta

 

 

 Kereta Api Bima yang saya tumpangi dari Madiun

 perlahan-lahan

 memasuki stasiun Jatinegara. Para penumpang yang

 akan turun di

 Jatinegara saya lihat sudah bersiap-siap di depan

 pintu. Sementara

 itu, dari jendela, saya lihat beberapa orang

 porter/buruh angkut

 berlomba lebih dulu masuk ke kereta yang masih

 melaju. Mereka

 berpacu dengan kereta, persis dengan kehidupan

 mereka yang terus

 berpacu dengan tekanan kehidupan kota Jakarta. Saat

 kereta

 benar-benar berhenti, kesibukan penumpang yang turun

 dan porter yang

 berebut menawarkan jasa kian kental terasa.

 Sementara di luar kereta

 saya lihat kesibukan kaum urban yang akan

 menggunakan kereta. Mereka

 kebanyakan berdiri,karena fasilitas tempat duduk

 kurang memadai.

 Sebuah lagu lama PT. KAI yang selalu dan selalu

 diputar dengan

 setia.

 

 Tiba-tiba terdengar suara anak kecil membuyarkan

 keasyikan saya

 mengamati perilaku orang-orang di Jatinegara. Saya

 lihat seorang

 bocah berumur sekitar 10 tahun berdiri disamping

 saya. Kondisi

 fisiknya menggambarkan tekanan kehidupan yang berat

 baginya.

 Kulitnya hitam dekil dengan baju kumal dan

 robek-robek disana-sini.

 Tubuhnya kurus kering tanda kurang gizi.

 

 "Ya?" Tanya saya kepada anak itu karena saya tadi

 konsentrasi saya

 melihat orang-orang di luar kereta. "Maaf, apakah

 air minum itu

 sudah tidak bapak butuhkan ?" katanya dengan penuh

 sopan sambil

 jarinya menunjuk air minum di atas tempat makanan

 dan

 minum samping jendela. Pandangan saya segera

 mengikuti arah telunjuk

 si bocah. Oh, air minum dalam kemasan gelas dari

 katering kereta

 yang tidak saya minum. Saya bahkan sudah tidak

 peduli sama sekali

 dengan air itu. Semalam saya hanya minta air minum

 dalam kemasan

 gelas untuk jaga-jaga dan menolak nasi yang

 diberikan oleh

 pramugara. Perut saya sudah cukup terisi dengan

 makan di rumah.

 

 "Tidak. Mau ? Nih..." kata saya sambil memberikan

 air minum kemasan

 gelas kepada bocah itu. Diterimanya air itu dengan

 senyum simpul.

 Senyum yang tulus.

 

 Beberapa menit kemudian, saya lihat dari balik

 jendela kereta, bocah

 tadi berjalan beririringan dengan 3 orang temannya.

 Masing-masing

 membawa tas kresek di tangannya. Ke empat anak itu

 kemudian duduk

 melingkar dilantai emplasemen. Mereka duduk begitu

 saja. Mereka

 tidak repot-repot membersihkan lantai yang terlihat

 kotor. Masing-

 masing kemudian mengeluarkan isi tas kresek

 masing-masing. Setelah

 saya perhatikan, rupanya isinya adalah "harta karun"

 yang mereka

 temukan di atas kereta. Saya lihat ada roti yang

 tinggal

 separoh, jeruk medan, juga separuh; sisa nasi

 catering kereta, dan

 air minum dalam kemasan gelas !

 

 Selanjutnya dengan rukun mereka saling berbagi

 "harta karun" temuan

 mereka dari kereta. Saya lihat bocah paling besar

 menciumi nasi

 bekas catering kereta untuk memastikan apakah sudah

 basi atau belum.

 Tanpa menyentuh sisa makanan, kotak nasi itu

 kemudian disodorkan

 pada temannya. Oleh temannya, nasi sisa tersebut

 juga dibaui.

 Kemudian, dia tertawa dengan penuh gembira sambil

 mengangkat tinggi-

 tinggi sepotong paha ayam goreng. Saya lihat, paha

 ayam goreng itu

 sudah tidak utuh. Nampak jelas bekas gigitan

 seseorang.

 

 Tapi si bocah tidak peduli, dengan lahap paha ayam

 itu dimakannya.

 Demikian juga makanan sisa lainnya. Mereka makan

 dengan penuh lahap.

 Sungguh, sebuah "pesta" yang luar biasa. Pesta

 kemudian diakhiri

 dengan berbagi air minum dalam kemasan gelas !

 

 Menyaksikan itu semua, saya jadi tertegun. Saya

 lihat sendiri persis

 di depan mata, potret anak-anak kurang beruntung

 yang mencoba

 bertahan dari kerasnya kehidupan. Nampaknya hidup

 mereka adalah apa

 yang mereka peroleh hari itu. Hidup adalah hari ini.

 Esok adalah

 mimpi dan misteri.

 

 Cita-cita ?

 Masa Depan ? Lebih absurd lagi.

 

 

 Bagi saya pribadi, pelajaran berharga yang saya

 petik adalah, bahwa

 saya harus makin pandai bersyukur atas segala rejeki

 dan nikmat yang

 diberikan oleh Tuhan . Dan tidak lagi memandang

 sepele hal yang

 nampak sepele, seperti misalnya: air minum kemasan

 gelas. Karena

 bisa jadi sesuatu yang bagi kita sepele, bagi orang

 lain sangat

 berarti.

 

 

 

Kirim email ke