Pendidikan & Kesehatan
Mei 09, 2004
Bunda, dari Mana Aku Lahir?
SEJAK pagi, Lala, si gadis kecil yang kritis dan ceriwis terlihat kesal.

Dari mulut mungilnya keluar ocehan kekesalan kepada tantenya. "Tante ...
Lala marah sama Bunda!" 
"Lho, kenapa, La?" tanya Tante Lala yang perutnya sedang membuncit
karena hamil. "Lala cuma tanya, tapi Bunda nggak mau jawab. Katanya Lala
masih terlalu kecil. Hmh Lala sebel sama Bunda! Padahal Lala kan umurnya
4 tahun Tante, sudah besar. Lala keseel banget!" 
"Memangnya Lala tanya apa La?" si tante kembali menyahut. "Lala tanya,
kenapa perut Tante buncit. Kata Bunda, perut Tante ada adeknya, dulu
perut Bunda juga buncit waktu Lala masih dalam perut Bunda. Terus Lala
tanya lagi Tante, waktu Lala dalam perut, keluarnya lewat mana Bunda? Eh
... Lala malah dimarahin Tante, disuruh diem, nggak boleh tanya-tanya
lagi sama Bunda. Pokoknya Lala marah deh Tante!" jawab Lala sambil
cemberut.
BILA gadis kecil tadi menjelma menjadi seorang remaja, barangkali
temannya akan berkomentar, "Kasiaan deh lo ...!" Namun, dia hanya
seorang gadis kecil berusia 4 tahun yang masih senang bertanya dan
menyimpan beragam pertanyaan dalam kepalanya. Pertanyaan serupa sering
dilontarkan anak balita seusia Lala. Kebanyakan orang tua menjawab sama,
"Kamu masih terlalu kecil, tidak boleh tanya-tanya masalah itu, diam,
diam, dan diam", begitulah jawaban sebagian orang tua. Pada umumnya
mereka masih menganggap seksualitas adalah sesuatu yang tabu dan saru
untuk dibicarakan.
Padahal, di zaman yang 'gila' seperti ini, di mana kasus perkosaan dan
sodomi pada anak meningkat sangat tajam, pendidikan seks sejak dini
sangat diperlukan. Belum lagi masalah seks bebas di kalangan remaja yang
semakin merajalela. Dengan kondisi seperti itu orang tua mana yang tidak
cemas dan waswas melepas anaknya berangkat remaja. 
Penelitian di pelbagai negara menemukan bahwa anak remaja akan terhindar
dari keterlibatan dengan seks bebas, jika mereka dapat membicarakannya
masalah seks dengan orang tua. Artinya, orang tua harus menjadi pendidik
seksualitas bagi anak-anaknya. Hal ini hanya dapat dilakukan bila sejak
dini, orang tua telah memberikan pendidikan seks untuk mereka.
Dalam sebuah seminar mengenai 'Bicara Seks kepada Anak', Elly Risman,
S.Psi, seorang psikolog yang bertindak sebagai pembicara, menjelaskan
bahwa orang tua memikul tanggung jawab sebagai pendidik seksualitas bagi
anak-anaknya. Orang tua tidak dapat 'mengekspor' tanggung jawab ini
kepada guru di sekolah atau lingkungan sekitar. Ini adalah tanggung
jawab bersama, ayah dan ibu, sebagai pasangan yang telah diberi amanat
oleh Tuhan. Masing-masing memunyai porsi untuk menjelaskan masalah seks
pada anak. Sebagai contoh, ayahlah yang harus menjelaskan tentang mimpi
basah kepada anak lelakinya menjelang akil balig. Sedangkan ibu bertugas
membeberkan apa itu menstruasi kepada anak gadisnya yang beranjak
remaja.
Selanjutnya Elly menerangkan tentang hal-hal yang harus dilakukan orang
tua. "Landasan paling penting bagi orang tua dalam masalah ini adalah
agama. Jadikanlah agama sebagai pedoman, karena panduan pendidikan seks
pada anak sudah terangkum dalam ajaran agama. Orang tua harus
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan agar dapat menerangkan dan
menjawab pertanyaan anak. Selain itu, orang tua harus memutuskan masa
lalu dan keluar dari tabu-saru yang selama ini membelenggu."
Bagaimanakah kiat dasar mengasuh seksualitas? Elly mengungkapkan,
pendidikan ini tidak mungkin dilakukan secara 'borongan', tetapi harus
'dicicil' sedini mungkin. Orang tua harus proaktif, terlibat penuh dan
tidak menunggu anak bertanya. Contohnya, ketika sedang memandikan
balita, orang tua dapat sekaligus memberitahukan tentang tumbuhnya
rambut lain di bagian tubuhnya. Ibu dapat berkata "Nanti kalau adek
sudah besar, akan tumbuh rambut di ketiak dan di kemaluan adek." Atau
orang tua dapat menjelaskan tentang perlunya menjaga kemaluan dan bagian
penting tubuhnya. "Dek, bagian dada sampai lutut adalah bagian penting
tubuhmu, tidak boleh ada orang yang memegang kecuali ayah dan bunda ya."
Penjelasan ini penting untuk menghindari kasus perkosaan balita yang
terutama sering dilakukan oleh kerabat dekat anak. Untuk 'mencicil'nya
orang tua harus waspada pada setiap tahap perkembangan anak. Orang tua
harus paham, hal-hal apa saja yang perlu diketahui anak balita tentang
seksualitas, bagaimana dengan anak usia 7-9 tahun dan bagaimana dengan
remaja. Orang tua harus berada selangkah lebih maju dari anak, karena
lingkungan telah membuat mereka sangat kritis dan cerdas dalam masalah
ini.
Langkah-langkah praktis untuk menjelaskan tentang seks diterangkan Elly
sebagai berikut. Bagi yang beragama Islam, pergunakanlah term Alquran.
Ajarkan anak menyebut kemaluan laki-laki dan kemaluan perempuan seperti
dalam Alquran, bukan 'burung' atau 'dompet'. Istilah dalam bahasa Latin
juga dapat dipergunakan, yaitu vagina dan penis. Perhatikan dan gunakan
The Golden Opportunity (kesempatan emas). Maksudnya, setiap ada
kesempatan untuk menjelaskan sesuatu yang berhubungan dengan pendidikan
seks, kemukakan saat itu juga. Tentunya disesuaikan dengan tahapan usia
anak. Contoh, ketika melihat cicak sedang berdempetan-kawin, kucing
melahirkan atau menyusui, jelaskan kejadian tersebut, dihubungkan dengan
yang terjadi pada manusia. Terangkan dengan jelas, pendek, dan
sederhana, atau diberi singkatan KISS (Keep Information Short and
Simple) ,agar lebih mudah mengingatnya.
Kiat-kiat untuk menghadapi pertanyaan anak, orang tua harus tenang dan
dapat mengontrol diri. Bila orang tua merasa segan, ungkapkan saja apa
yang terasa dalam hati, bingung, kaget, heran atau perasaan lainnya.
Segera jawab pertanyaan anak saat itu juga, dan jangan lupa untuk
mengaitkannya dengan agama. Bila orang tua tidak siap menjawab
pertanyaan anak, jawaban dapat ditunda tetapi janji untuk menjawab harus
ditepati. Sebagai contoh, pertanyaan yang lazim ditanyakan anak usia 3-6
tahun adalah, "Bunda, dari mana aku lahir?" Orang tua dapat menjawab,
"Dari rahim Bunda, adek keluar melalui vagina (kemaluan perempuan)." 
Bila anak bertanya lebih lanjut, orang tua dapat menjelaskan melalui
buku yang benar, bukan buku mengenai pornografi. Tunjukan gambar yang
ada di buku dengan metode KISS. Orang tua dapat menerangkan "Kalau adek
sudah mau keluar dari rahim Bunda, kemaluan Bunda akan melar seperti
karet gelang ini." Bila anak sudah berhenti bertanya, tak perlu
melanjutkan penjelasan. Ingat, penjelasan harus jelas, singkat dan
sederhana.
Orang tua terkadang panik ketika mendengar anak yang berusia 7 atau 8
tahun tiba-tiba bertanya, "Sodomi itu apa sih bu?" Bila kaget, orang tua
dapat menarik napas terlebih dahulu agar tetap tenang di depan anak.
Orang tua dapat berkata "Bunda kaget kakak bertanya seperti itu, kakak
perlu jawaban sekarang?" Menunjukkan perasaan seperti ini akan membuat
orang tua lebih tenang dalam menghadapi anak. Orang tua yang tidak siap
dapat berkata kepada anaknya, "Wah jawabnya nanti ya sayang, Bunda harus
masak dulu." Tetapi jangan lupa, setelah berjanji menjawab, orang tua
harus menepatinya. Untuk melakukan semua ini harus dibangun komunikasi
yang baik antara orang tua dan anak, sehingga anak yakin bahwa orang
tualah tempat kembali 'pulang' di kala mereka kebingungan.
Pendidikan seks harus dimulai sejak dini dan bertahap sesuai
perkembangan anak. Bila hal ini dilakukan, saat beranjak dewasa mereka
tidak akan mencari penjelasan dari lingkungan sekitar yang terkadang
menyesatkan. Mereka tidak lagi berpikir bahwa seks adalah sesuatu yang
menarik dan patut untuk dicoba. Seks adalah suatu hal yang biasa karena
mereka telah mengetahui apa itu seksualitas dan bagaimana mengantisipasi
gejolak yang ada dalam dirinya. Apabila anak tidak mengerti, mereka akan
selalu kembali dan bertanya kepada orang tua. Anak yakin hanya orang tua
yang dapat dipercaya dan membantu menjawab seribu satu pertanyaan dalam
benak mereka. Seks bebas akan terhindar dan anak menjauh dari perbuatan
terlarang.
Menjadi pendidik seksualitas bagi anak memang tidak mudah. Namun,
sesulit apapun orang tua harus memulainya. Hapuslah belenggu tabu dan
saru. Bangun wacana baru dalam kehidupan mereka. Pertanyaan yang tak
pernah terjawab akan membuat anak semakin ingin mencoba. Kasus perkosaan
dan sodomi anak tak akan kunjung mereda. Jadilah pendidik seksualitas
bagi anak, karena dengan bangga mereka akan berkata, "Bunda, sekarang
aku tahu, dari mana aku lahir."***
Agnes Tri Harjaningrum
Sumber: Pikiran Rakyat, 9 Mei 2004
<http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0504/09/hikmah/lainnya01.htm> 

Kirim email ke