Mm Zalwa,...

Bisa sediakan link original arikel-nya? Isi artikel ini bagus banget, saya
mau simpan dg link-nya kalau bisa.

Thanks

Melisa

----- Original Message -----
From: "zalwa setiyadi" <[EMAIL PROTECTED]>
To: <balita-anda@balita-anda.com>
Sent: Tuesday, July 26, 2005 3:00 AM
Subject: [balita-anda] ttg tes alergi dr Uncle Goog


Tes Alergi? 'Ntar Dulu Ah

GloriaNet - Mendeteksi alergi kulit dengan mata awam, tak semudah
menemukan beruntusan atau bentol di kulit. Karena sepintas, tampak
luarnya mungkin sama dengan penyakit kulit akibat virus atau sebab
lainnya.

Apalagi, tak semua penderita terserang pada kesempatan pertama.
Kadang, butuh beberapa kali pertemuan dengan alergen pemicu. Setelah
itu, harus ada pemeriksaan intensif untuk menentukan jenis alergi dan
alergennya (bahan pemicunya).

Lantas, bagaimana cara orang yang belum pernah terpicu bakat
alerginya, tetapi ingin tahu tingkat kesensitifannya terhadap
alergen. Atau, alergen apa yang harus dihindari, agar kulit tetap
mulus?

Nah, di klinik-klinik penyakit kulit biasanya ada ruangan khusus
untuk tes alergi. Di beberapa rumah sakit swasta, paket tes sederhana
(lewat pengujian sampel alergen yang ditempelkan ke bagian tubuh)
tarifnya bisa mencapai Rp 500 ribuan..!

Namun, pikir dulu seribu kali sebelum memutuskan masuk ruangan tes.
Jika dalam kondisi segara bugar, proses tes bisa-bisa menjerumuskan
Anda menjadi pasien rumah sakit yang bersangkutan. "Risikonya, yang
sehat memang bisa jadi alergi. Karena tubuh diperkenalkan dengan
benda-benda asing, yang mungkin saja baru pertama kali ditemui.
Misalnya, zat A," cerita dr. Evita Halim Effendi dari Klinik Penyakit
Kulit dan Kelamin RSUPN Cipto Mangunkusumo. Jika berbakat alergi,
memori A ini bakal disimpan tubuh.

Pada pertemuan kedua atau ketiga, bisa saja terjadi di rumah mertua
atau di luar kota, pertemuan kembali dengan alergen A (terdapat dalam
makanan, bahan obat, atau apapun bentuknya) membuat Anda menjadi
pasien resmi alergi kulit. "Itu sebabnya, secara etis tes alergi ini
tidak layak dikerjakan tanpa adanya indikasi atau gejala klinis,"
tambah Evita. Jadi, jangan mudah tergiur tawaran-tawaran tes jenis
ini, seperti Anda tergiur iklan-iklan produk antiseptik.

Sebab, beda dengan tes HIV yang hanya menganalisis sampel darah, tes
alergi memasukkan sesuatu ke alam tubuh untuk mengetahui reaksi
klinis yang mungkin timbul. Dengan kata lain, tubuh dimanipulasi
untuk melihat tingkat kecocokan atau ketidakcocokan dengan alergen
tertentu. Untuk standar tes tempel (patch test), lazimnya disediakan
25 alergen untuk diujicoba.

Dengan alergen sebanyak itu, masih mau ikut tes..? (GCM/kcm)
=====================================================================

Minggu, 06 Maret 2005

Mewaspadai Alergi Obat



Alergi obat tak bisa diprediksi. Jadi, bagaimana caranya agar obat
yang kita konsumsi tak menimbulkan alergi? Obat bak pisau bermata
dua. Di satu sisi, ia bisa membantu mengatasi penyakit. Namun, pada
saat yang sama, ia pun bisa menimbulkan efek yang merugikan bila
digunakan dalam indikasi yang tidak tepat. Salah satu dampak negatif
yang bisa terjadi adalah alergi.

Istilah alergi pertama kali diungkapkan oleh Clemen von Pirquet pada
1906. Alergi terjadi akibat penyimpangan dari reaksi tubuh
(hipersensitivitas) apabila masuk bahan-bahan tertentu ke dalam
tubuh. Dalam istilah medis, bahan-bahan yang bisa menimbulkan reaksi
alergi disebut alergen. Nah, obat-obatan adalah salah satu bentuk
alergen itu. Bentuk alergen yang lain di antaranya: makanan, sengatan
tawon, udara panas atau dingin, debu, asap rokok, dan sebagainya.

Berkait dengan obat-obatan, dokter Heru Sundaru SpPD-KAI, konsultan
alergi imunologi dari FKUI (Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia), menjelaskan, saat ini penemuan, penelitian, dan produksi
obat berkembang demikian pesat. Jenisnya pun sangat beragam. Ada yang
digunakan untuk pengobatan, ada pula obat untuk pencegahan. Namun,
seiring dengan kemajuan itu, muncul pula reaksi obat yang tak
dikehendaki. Reaksi ini disebut adversi. ''Reaksi ini tak hanya
menimbulkan persoalan baru di luar penyakit dasarnya, namun kadang-
kadang juga membawa maut,'' ungkapnya dalam sarasehan mengenai alergi
obat yang digelar Pengurus Besar Perhimpunan Alergi-Imunologi
Indonesia, belum lama ini.

Menurut Heru, ada adversi yang sifatnya ringan, ada pula yang berat
(berbahaya). Heru menyebut beberapa contoh adversi yang tergolong
berbahaya yaitu hipokalemia, intoksikasi digitalis, keracunan
aminofilin, dan reaksi anafilaktik. Sedangkan gatal-gatal akibat
alergi obat dan mengantuk merupakan bentuk adversi ringan. Lebih
jauh, Heru mengatakan, kasus alergi obat berkisar antara 6-10 persen
dari seluruh kasus reaksi alergi. Adapun reaksi terberat akibat
alergi obat dinamakan anafilaktik. Alergi semacam ini berpotensi
merenggut nyawa. Dalam kasus ini, bisa saja hampir seluruh organ
tubuh terkena alergi.

Alergi obat juga menunjukkan gejala, antara lain rasa lesu, lemah,
rasa tak enak yang sukar dilukiskan, rasa tak enak di dada dan perut,
atau rasa gatal di hidung. Alergi obat memang bisa menyerang
pernapasan. Orang yang mengalaminya akan merasakan gatal-gatal di
hidung, hidung tersumbat, atau bersin-bersin. Lain lagi jika alergi
menyerang larings. Si penderita akan merasa seperti tercekik, serak,
dan sesak napas. Tak jarang pula, alergi obat muncul di kulit, atau
mata.

Bila alergen menyerang susunan saraf pusat, maka dampak yang akan
terjadi adalah gelisah atau kejang. Sementara alergi yang terjadi
pada bagian kardiovaskuler, bisa membuat si penderita langsung
pingsan, atau mengalami hipotensi (tekanan darah terlampau rendah)
sampai syok. ''Alergi yang paling berbahaya dan bisa menyebabkan
kematian adalah syok yang disertai hipotensi dan obstruksi saluran
napas,'' ujar Heru. Menurut Ketua Perhimpunan Alergi dan Imunologi
Indonesia ini, alergi obat yang sangat berat sangat jarang terjadi.
Tapi setidaknya, terdapat lebih dari 500 kematian setiap tahunnya
karena antibiotik golongan beta laktam, khususnya penisilin. Data
menunjukkan, penisilin menyebabkan reaksi fatal pada 0,002 persen
pemakainya.

Tak bisa diprediksi
Obat adalah salah satu sarana untuk mengenyahkan penyakit dari tubuh
kita. Tapi, mengapa ia bisa menimbulkan alergi? Tentang hal ini, Heru
menjelaskan, hasil metabolisme dari obat yang kita minum (maupun
lewat suntikan) ternyata bisa bersifat sebagai antigen. Itu terjadi
setelah obat bereaksi dengan protein dalam tubuh dan bertindak
sebagai carrier protein. ''Sehingga dalam tubuh akan terjadi respons
imunologik.'' Alergi obat bisa terjadi pada orang-orang yang memiliki
dasar alergi. Bakat alergi ini bersifat menurun. Namun, alergi akibat
obat adalah sesuatu yang tak dapat diprediksi. ''Banyak orang
melakukan tes alergi obat. Tapi sayangnya, tak semua obat bisa dites
alergi.''

Karena itu, untuk mencegah terjadinya alergi obat, masyarakat dan
dokter perlu bekerja sama. Bila akan berobat ke dokter, jelaskanlah
bila pernah mengalami alergi obat. Hal yang sama, mestinya juga
ditanyakan oleh dokter pada pasiennya. Itu perlu dilakukan agar
pasien terhindar dari kemungkinan terjadinya alergi. Namun terkadang,
waktu yang dimiliki dokter untuk melayani pasiennya hanya 10 menit.
Untuk mengatasi keterbatasan waktu itu, pasien bisa bertanya seluas-
luasnya kepada kepada apoteker saat menebus obat di
apotek. ''Masyarakat bisa bertanya, ini obat apa, kegunaannya apa,
dan bagaimana penggunaannya.''

(hri )
======================================================================

br dua dr banyak...ntar gak msk kalo kebanyakan....




AYO GALANG SOLIDARITAS UNTUK MEMBANTU KORBAN MUSIBAH DI ACEH & DAN SUMATERA 
UTARA !!!
================
Kirim bunga, http://www.indokado.com
Info balita: http://www.balita-anda.com
Stop berlangganan/unsubscribe dari milis ini, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]
Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]

Kirim email ke