Saya dpt dr milis tetangga nih, semoga bermanfaat, sapa tau orang terdekat kita 
mengalami hal yg tidak mengenakkan yg berhubungan ama dunia kedokteran or Rumah 
Sakit.
 
 
Warm Regards
 
 
Dewi Candra
===============
 
Bila Dokter Lalai, Adukan Saja Ke 021-34835118.

Tidak adanya peraturan pemerintah tentang standar
profesi tenaga kesehatan sering membuat pasien menjadi
korban.

Munculnya Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran
Indonesia di DKI Jakarta diharapkan bisa menolong
masyarakat bila mengalami kerugian dalam proses
perawatan kesehatan.

Semenjak kasus Irwanto, dosen Universitas Atmajaya
Jakarta mengemuka, beruntun kemudian muncul
kasus-kasus yang terkait dengan pekerjaan dokter, yang
sering disebut malapraktik.

Masyarakat, bahkan media sendiri, tidak jarang
mencampuradukkan setiap kegagalan yang berlangsung
dalam proses perawatan kesehatan sebagai malapraktik.

Sebagai contoh, kasus Marta Manulang yang meninggal
setelah dirawat di RS Carolus, Jakarta beberapa waktu
lalu, Keluarga Marta sempat tidak terima atas kematian
gadis usia 25 tahun ini dan menyebutkan kasus ini
adalah malapraktik.

Tidak jelas kemudian bagaimana kasus ini berakhir.
Yang jelas, perselisihan semacam ini sering terjadi
antara pihak rumah sakit atau dokter dengan masyarakat
atau pasien.

Kontrak Sosial

UU no.29 tahun 2004 pasal 39 menyebutkan bahwa praktik
kedokteran diselenggarakan berdasarkan pada
kesepakatan antara dokter atau dokter gigi dengan
pasien dalam upaya untuk pemeliharaan kesehatan,
pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan
penyakit, dan pemulihan kesehatan.

"Karena itu, hubungan terapetik antara pasien dan
dokter (rumah sakit) merupakan hubungan kontraktual,”
sebut Dr. Adib A. Yahya. MARS. Ketua Umum Perhimpunan
Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) ini melanjutkan
bahwa konsekuensi selanjutnya adalah adanya hak-hak
dan kewajiban yang mesti dijalani baik oleh pasien
maupun dokter (rumah sakit).

Sayang, seringkali baik pasien maupun dokter tidak
menyadari bahwa kedua hal ini harus dijalani dan
dipenühi,” sebut Dr. Marius Widjajarta, Ketua Yayasan
Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI).

Banyak orang sering tidak paham hak-haknya sebagai
pasien, misalnya bertanya mengenai obat yang
diresepkan untuknya. Sebaliknya, dokter juga tidak
berusaha menjelaskan secara rinci dan detail
tindakan-tindakan yang hendak dikenakan pada pasien,
meski tidak semua dokter berlaku begitu.

Belum adanya kesadaran yang meluas dalam hak dan
kewajiban ini sering menimbulkan kekacauan dalam
menilai suatu proses perawatan. "Yang sebenarnya
merupakan musibah medis disebut malapraktik,” ujar Dr.
Adib.

Atau bahkan sebaliknya, kelalaian medis yang
jelas-jelas merugikan pasien sering tidak bisa
dimintakan ganti ruginya. "Masak dokter hanya minta
maaf saja? Padahal, akibat tindakan itu satu rumah
mesti saya jual untuk biaya pengobatan selanjutnya,”
ungkap DR Irwanto soal kelumpuhan yang dialaminya.
Saat ini, Irwanto menderita lumpuh gara-gara disuntik
injeksi untuk penyakit jantung, padahal sebenarnya dia
tidak sakit jantung.

Dr. Marius menegaskan bahwa saat ini pasien sebagai
penerima jasa pelayanan kesehatan lebih sering
dikalahkan dan menjadi korban daripada ditolong bila
suatu kasus yang merugikan pasien terjadi.

Bahkan, Dr. Adib sempat menyebutkan selama ini kasus
dicopothya izin dinas dokter hanya terjadi karena
dokter tersebut dipindah atau meninggal. “Padahal,
jelas-jelas ada dokter yang melakukan malapraktik,
tetapi masih berpraktik sampai saat ini," tuturnya,
tanpa mau menyebutkan siapa dokter yang dimaksud.

Oleh karena itu, perlunya segera dibuat peraturan
pemerintah tentang standar profesi, hak pasien, serta
ganti rugi akibat kelalaian yang dilakukan tenaga
kesehatan agar ada kepastian hukum menjadi sesuatu
yang mendesak untuk dijalankan.

“Dan yang penting harus ada Komite Medik atau
Malpractice Review Committee Independen di setiap
rumah sakit," ungkap Dr. Marius. Komite ini secara
periodik membahas keadaan rumah sakit serta hal-hal
yang dilakukan tenaga kesehatan yang bekerja padanya.

Lembaga Otonom

    * Agar situasi ini tak semakin rumit dan
masyarakat tidak menunggu terlalu lama munculnya
peraturan mengenai perlindungan konsumen kesehatan,
Dinas Kesehatan DKI Jakarta memulai dengan membentuk
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia
(MKDKI).

Ini adalah lembaga otonom berjumlah sebelas orang yang
bertugas menerima pengaduan, memeriksa, dan memutuskan
kasus pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi yang
diadukan masyarakat.

Lembaga ini, menurut DR Dr. Herkutanto, Sp.F, SH, juga
bertugas menyusun pedoman dan tata cara penanganan
kasus pelanggaran disiplin dokter atau dokter gigi.
“Masyarakat, terutama penduduk DKI Jakarta, bisa
menyampaikan pengaduan mengenai kasus malapraktik ke
nomor 021- 3451338 atau 021- 34835118. Kalau ada
masalah dengan dokter, adukan saja ke sini,” kata Dr.
Herkutanto, yang pernah menjabat sebagai Kepala
Kompartemen Hukum Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Sekarang ini, bila masyarakat merasa dirinya dirugikan
entah itu secara pribadi oleh pihak dokter atau rumah
sakit bisa mengadukan langsung ke MKDKI. Lembaga ini
langsung bertanggung jawab kepada Konsil Kedokteran
Indonesia.

Perkara yang bisa dijadikan alasan pengaduan itu
antara lain tindakan yang dilakukan dokter atau dokter
gigi tidak sesuai dengan standar pelayanan yang
berlaku, dokter melakukan yang seharusnya tidak
dilakukan berdasarkan standar profesi, dokter tidak
melakukan yang seharusnya dilakukan berdasarkan
standar profesi, serta dokter melakukan perbuatan
asusila terhadap pasien.

“Semoga lembaga ini bisa berfungsi seperti yang
diharapkan, sehingga masyarakat menjadi tertolong,” ujarnya.


                
---------------------------------
 Start your day with Yahoo! - make it your home page 

Kirim email ke