Potret Keluarga
Setiap kali berkunjung ke rumah teman, sahabat, kerabat maupun famili, ada
sesuatu yang senantiasa menarik untuk saya perhatikan. Hampir setiap
rumah, entah pemiliknya orang berada maupun sederhana terpajang sebuah
potret keluarga di dinding ruang tamu. Biasanya perlu waktu untuk
mengumpulkan seluruh anggota keluarga agar tak ada yang tak tertinggal
dalam foto keluarga itu, kalau bukan Ayahnya yang lebih mementingkan
pekerjaan, mungkin anaknya yang sibuk kegiatan sekolah. Anak lainnya, bisa
jadi jarang pulang karena bekerja di luar kota. Begitu ada kesempatan
berkumpul semua, mereka kira itulah kesempatan langka yang harus
dimanfaatkan sebaik-baiknya.

Pakaian pun disiapkan yang terbaik, kalau pun tidak sempat membuat seragam
keluarga maka diupayakan mencari yang warna dan motifnya serasi. Crekk..
kilatan lampu blitz kamera menangkap senyum seluruh anggota keluarga yang
seolah dikomando untuk memberikan yang termanis, tanpa cemberut, tanpa
masam. Kalau pun ada yang kurang berkenan, adegan dan pengambilan gambar
pun wajid diulang sampai betul-betul mendapatkan hasil yang terbaik.
Maklum, potret keluarga itu akan dipajang di dinding ruang tamu. Agar
siapa pun yang bertamu akan melihat dan mempersepsikan dan menjadikan
mereka sebagai contoh keluarga yang baik, serasi, kompak, hangat, penuh
komunikasi dan yang tak kalah pentingnya; bahagia. Itu semua tergambar
dari potret keluarga.

Berbilang tahun sudah potret itu terpajang di dinding ruang tamu, tidak
ada yang berubah kecuali sedikit berdebu, atau posisinya agak miring jika
pemiliknya malas meluruskannya kembali. Tapi yang pasti gambar dalam
bingkai itu tidak satu pun yang berubah, senyumnya yang kompak, posisi
berdirinya yang diatur sehangat dan sedekat mungkin, keserasian warna dan
motif pakaian, ditambah wajah manis dan tampan yang terpoles make up.
Semua menggambarkan keutuhan sebuah keluarga bahagia.

Jikalah potret yang bahkan hingga puluhan tahun itu sudah berubah, apakah
dalam kenyataannya keluarga itu juga tak ada yang berubah? Mungkin tidak
demikian. Boleh jadi kepala keluarga dalam bingkai itu sudah pergi ke alam
lain, dan potret yang dibuat puluhan tahun silam itu pun menjadi kenangan
akan dirinya. Kalau lah masih lengkap seluruh keluarga, tapi satu persatu
anak-anak yang ada dalam potret itu kini menetap di tempat lain bersama
keluarga mereka masing-masing dan telah pula membuat satu potret keluarga
mereka sendiri. Tentu dengan proses yang tak jauh berbeda saat dulu ia
bersama Ayah, ibu, kakak dan adiknya mencari waktu dan berpakaian serasi
untuk membuat potret keluarga.

Sampai di sini tidaklah masalah. Justru yang kadang menjadi pertanyaan,
mungkinkah kebahagiaan, kekompakan, kehangatan serta keserasian dalam
potret keluarga itu kini hanya berstatus: Dahulu memang demikian? Karena
kedua orang tua yang terlihat bahagia dengan anak-anak bunga cinta mereka
itu kini sudah bercerai dan kemudian membentuk keluarga lagi. Atau Si
sulung yang pergi menghilang tanpa kabar setelah pertengkarannya dengan
Ayah belasan tahun silam. Sementara adik perempuannya lebih banyak
menghabiskan waktu malamnya bersama teman-temannya di kafe atau club, ia
kecewa menyaksikan ibunya yang kian hari semakin sibuk dengan urusan
bisnis dan arisan kelas atasnya. Tak ada lagi kasih sayang dan cinta yang
pernah ia dapatkan dari seorang ibu yang pernah diidolakannya belasan
tahun lalu, saat semuanya masih terasa begitu hangat.

Bagaimana nasib potret keluarga di dinding ruang tamu? Ia tak pernah lagi
dilirik oleh satu pun anggota keluarga dan tetap dibiarkan berdebu bersama
senyum dan kehangatan dalam bingkai yang kini hanya tinggal kenangan. Si
bungsu sering menatap dengan mata kosongnya setiap pulang sekolah. Getar
hatinya pun bergumam, "Dulu saya pernah punya keluarga yang bahagia".

Akankah kebahagiaan hanya akan menjadi masa lalu bagi keluarga kita?
Mungkinkah potret keluarga yang mencerminkan kehangatan itu dibuat hanya
untuk menjadi kenangan di hari kelak? Apakah senyum indah yang terangkai
dalam bingkai itu belasan atau puluhan tahun yang akan datang tak lagi
terwujud dalam kehidupan sehari-hari keluarga itu?

Saya telah membuat potret keluarga, dan semuanya terlihat sangat bahagia.
Meski tak terpajang menghiasi dinding ruang tamu, namun lekat terpatri di
dinding hati ini. Semoga tetap utuh dan bahagia hingga takdir yang
menghendaki satu persatu harus pergi. Setidaknya itu doa yang tak pernah
alpa saya pinta. Saya yakin Allah mendengar pinta itu.

Bayu Gawtama




   
----------------------------------------------------
EMAIL DISCLAIMER
   
This email and any files transmitted with it is
confidential and intended solely for the use of
the individual or entity to whom it is addressed.
Any personal views or opinions stated are solely
those of the author and do not necessarily
represent those of the company.
  
If you have received this email in error
please notify the sender immediately.
Please also delete this message and
attachments if any from your computer.

Kirim email ke