bagus banget  artikel yg dikirim sama mbak Ika ini,,,,,
selama ini baru suami saya yg sdh biasa....
mis. "kayaknya kakak Angel tambah cantik dech kalo ngga' nangis" ato "coba
minum susu dulu, baru nanti kita jalan2" dsb,,,,,
cuma mamanya ini nich yg masih susah,,,,,maunya teriak aja....."Kakak Angel
jangan nangis terus donk"....
hehehehe,,,
BA emang top habis, jd tahu nich pengaruhnya,,
sorry lho malah jadi cerita.

salam,
mamangel&bernad

---------------




Kampanye Bicara Kalimat Positif
Bicara menggunakan kalimat positif sangat penting, begitu kata banyak
pakar. Anjuran itu telah lama kudengar, kutulis bahkan kucamkan dalam
benakku. "Orangtua yang selalu berbicara positif, akan membantu menumbuhkan
harga diri anak. Kata-kata positif memiliki kekuatan untuk membuat anak
merasa berguna, merasa senang, memberi harapan dan memupuk jiwa mereka,"
tulis Mimi Doe, dalam bukunya 'Sepuluh Prinsip Spiritual Parenting".

Prakteknya bagaimana, gampangkah? Wuih jangan ditanya. Susahnya bukan
kepalang. Ah masak iya? Lha iya, wong seumur-umur orangtua kita dulu
kebanyakan mencekoki kita dengan kalimat negatif je. Wajar sekali kan kalau
akhirnya kalimat positif malah menjadi kalimat yang tak terbayangkan dan
sangat tidak familiar dengan kehidupan sehari-hari. Tapi bukan berarti
hendak menyalahkan orangtua kita dulu lho. Semua pasti ada sebab, jaman
dulu barangkali penelitian para ahli belum marak. Orangtua kita pun
sesungguhnya telah berbuat yang terbaik bagi anak-anaknya pada masanya.
Namun, jaman tentu saja berubah, kalau ada yang terbukti lebih baik, kenapa
tidak dicoba?

Belakangan ini aku melakukannya, menggerakkan lagi kampanye bicara kalimat
positif dalam keluargaku. Dan hasilnya? Wow, bagiku mencengangkan dan
sekaligus membuatku malu hati. Dulu aku pernah mencobanya, tapi hanya tahan
beberapa bulan. Kepindahanku ke negeri ini dengan segala dampaknya menguras
tenagaku lahir dan batin. Waktu banyak ku habiskan untuk menata diriku
sendiri yang memang lebih membutuhkan. Aku menjadi lebih sensitif, gampang
sekali naik darah. Padahal dulu aku termasuk ibu yang cukup sabar, walaupun
memang masih kalah dibandingkan suamiku. Bagaimana mungkin aku bisa menjadi
ibu yang baik, bila aku belum 'menemukan' diriku sepenuhnya.

Proses belajar terkadang memang melelahkan dan menyakitkan, tapi tentunya
akan berbuah juga. Perlahan aku mulai bangkit, mengontrol emosiku, menata
lagi kesabaranku dalam menghadapi anak-anakku. Saatnya tiba, ketika aku
mulai tersadarkan lagi untuk menggerakkan bicara positif dalam rumah kami.
Entah mengapa, hati dan telingaku kini menjadi tergelitik mendengar Lala
yang sering berbicara dengan kalimat negatif. Padahal sebelumnya aku sama
sekali tak terpengaruh atau tepatnya mengabaikan saja barangkali. "Aik!
Kalo Aik nggak mau berbagi, mbak Lala marah sama Aik!" begitu kira-kira
ucapan yang kerap terlontar dari mulutnya. Dan, tentu saja, kalimat ini
menular kepada Malik adiknya.

Lho? Kalau Malik tertular dari Lala, mestinya Lala berbicara seperti itu
juga tertular dari seseorang dong ya. He he, dari siapa lagi kalau bukan
dari orangtuanya. Mestinya begitu kan? Aku bisa saja ngeles bahwa aku tak
pernah mengajarkan anak-anakku berbicara seperti itu, seperti halnya aku
tak pernah mengajari mereka memukul. Toh akhirnya mereka memukul juga,
mencubit juga sebagai respon normalnya anak-anak saat tidak suka. Tapi
bagaimanapun, aku akui bahwa tidak selamanya aku bisa mengontrol diri untuk
bisa selalu berbicara baik-baik pada mereka.

Seorang ibu juga manusia yang bisa kesal dan marah tentu saja. Namun
alangkah mulianya bila si ibu bisa menahan kemarahan dan kekesalannya,
mengolahnya dalam hati sehingga tetap menjadi telaga yang meneduhkan bagi
anak-anaknya. Ibu yang seperti ini barangkali sudah melakukan jihad
terbesar, jihad melawan hawa nafsunya sendiri. Hmm...itu masih menjadi
mimpi bagiku. Sekarang? Aku sedang belajar, dan untungnya, anak-anakku
mengajariku banyak hal, termasuk dalam kampanye bicara positif ini.

Dalam sebuah pelatihan komunikasi pengasuhan anak yang pernah aku ikuti,
ada mendapatkan rumusan sederhana yang sering aku terapkan pada
anak-anakku. Rumusnya adalah menggunakan 'Pesan Saya' atau 'Mendengar
Aktif' dalam berkomunikasi dengan anak. 'Pesan saya' digunakan bila masalah
ada di orangtua. Sedangkan 'Mendengar Aktif' kita gunakan bila masalah ada
pada anak. Rumus 'Pesan Saya' dipermudah dengan kalimat seperti ini "Kalau
kamu....bunda merasa....akibatnya...." Contoh 'Pesan Saya' aku gunakan pada
kasus seperti ini: Malik sering sekali naik ke atas meja, artinya masalah
ada di aku, orangtuanya, karena bagi Aik, hal itu malah menyenangkan. Jadi
untuk kasus ini, aku memakai kalimat 'Pesan Saya' . Aku katakan pada Aik,
"Aik, kalo Aik naik-naik meja, bunda khawatir Aik jatuh, nanti Aik bisa
sakit kakinya."

Sederhananya begitu, tapi kadang-kadang dalam kondisi lelah dan penat,
rumusan yang bagus itu akhirnya terpotong. Alih-alih ingin mengajari anak
tentang sebab akibat dan memahami perasaan orang lain, akhirnya malah
menjadi ancaman dan perintah. Hal ini justru yang tampaknya sering terjadi.
Untung saja kesadaran itu muncul lagi. Kesadaran untuk memperbaiki cara
komunikasi diantara kami dan terutama berbicara dengan kalimat positif.

"Aik! Kalo Aik rebut mainan mbak Lala, mbak Lala marah sama Aik! Nanti
nggak ada orang yang suka sama Aik!" teriak Lala suatu hari. Lala sedang
marah karena mainannya direbut adiknya. Momen yang tepat, pikirku. Aku
tengahi mereka dan setelah mereka tenang, aku buat kesepakatan dengan
mereka. "Lala dan Aik, sekarang kita mulai bicara pake kalimat positif ya,"
kataku sehabis sarapan. "Jadi kalo mbak Lala lagi marah kayak tadi, mbak
Lala rubah kalimatnya, coba jadi begini : mbak Lala seneng sekali kalau Aik
ngembaliin mainan mbak Lala, pasti nanti Aik disukai temen-temen kalo Aik
begitu."

Hmm... sebetulnya aku juga kebat kebit sendiri, aku saja masih kelimpungan
membuat kalimat positif apalagi Lala dan Aik. Tapi ya sudahlah namanya juga
usaha hehe. Lalu aku katakan juga pada mereka, "Kalo mbak Lala sama Aik
denger ayah bunda bicara pake kalimat negatif, mbak Lala sama Aik tolong
ingetin ayah bunda juga ya." Aku tak berharap banyak, hanya berusaha saja,
kalau hasilnya seperti dulu lagi ya sudahlah.

Tapi ternyata, tak disangka, Lala menjadi pengingat setiaku! Dan ajaibnya,
dia jadi pintar merangkai kalimat positif. Sesekali memang dia lupa kalau
sedang dalam kondisi marah luar biasa, dan aku pun selalu mengingatkannya.
Namun obrolan selepas sarapan itu betul-betul diserapnya. Hasilnya? Malah
aku yang sering ditegur oleh Lala. Kalau sedang marah, boro-boro ingat mau
pakai kalimat apa, yang ada hanyalah perasaan ingin ngomel dan mencurahkan
semua kekesalan di hati. Seperti hari ini, suamiku sedang summer school ke
Edinburgh. Mau tak mau, semua pekerjaan rumah dan ulah anak-anak harus aku
tangani sendiri. Ingatan akan 2 minggu kepergiannya saja sudah membuat
hatiku tak karuan, apalagi ditambah mengurus anak-anak dan rumah sendirian.
Aku jadi lebih mudah meradang.

"Aik, kalau Aik nggak mau beresin baju-baju Aik yang berantakan itu, kita
nggak jadi main sekolah-sekolahan ya. Bunda mau ngetik t erus kalo Aik
nggak mau beresin! " sahutku kesal. Tiba-tiba saja Lala langsung
bersuara,"Bunda, bunda itu pake kalimat negatif Bun."
Hmh...Ggrh...Oh....entah apalagi yang ada di hati dan kepalaku saat
mendengar suara mungilnya, menohok hatiku. Rasanya hati ini masih ingin
meluapkan segala kekesalanku, tapi mendengar teguran gadis mungilku yang
lugu, oh...mana tahan. Kekesalan itu mau tak mau harus kuendapkan. Malu
pada anak sendiri? Ya memang bersitan rasa malu pun muncul, normalnya
keegoisan manusia barangkali. Tapi, bukankah mestinya aku bersyukur?

Ya, mestinya aku bersyukur. Ingatan tentang rasa syukur karena telah
diingatkan oleh putriku sendiri membuat kalimat maaf dan perbaikan leluasa
meluncur dari bibirku. "Oh,iya maafin bunda ya sayang, bunda lagi kesel.
Mestinya bunda bilang gini ya, Aik, bunda seneng sekali kalo Aik mau
beresin baju-baju Aik. Nanti kita bisa cepet main sekolah-sekolahan deh."
Hmm...walaupun Aik tetap saja melenggang kangkung dengan manisnya, tapi
setidaknya pelajaran untuk saling mengingatkan dan memaafkan ini semoga
saja masuk kedalam hatinya.

Kejadian semacam ini bukan hanya sekali dua, hampir setiap hari. Lala
betul-betul menjadi kontrol yang baik buatku. Kini Lala pun selalu berusaha
bicara dengan kalimat positif, dan berpikir dulu sebelum marah-marah kepada
Aik. Lain halnya kalau Lala sedang lelah, mengantuk atau marah besar, semua
aturan itu lenyap begitu saja dari pikirannya, sama saja lah seperti bunda
tadi hehe. Dan Malik, tampaknya juga menyerap semuanya dan ingin seperti
Lala, tapi dia belum bisa membedakan mana kalimat positif dan mana negatif.
"Aik pasti kelereng-kelereng itu akan senang sekali kalo dikumpulin lagi
sama Aik, nanti mereka nggak kedinginan diluar," ujarku mencoba memintanya
membereskan mainan. Tapi tiba-tiba wajah Aik langsung nyureng dan
berujar,"Bunda itu pake kalimat negatif! Bunda harus pake kalimat positif
bun!" Katanya dengan percaya diri, padahal salah hehe.

Anak-anak memang kadang mencengangkan, aku betul-betul terbantu dan banyak
sekali belajar dari mereka. Semoga saja usaha kami kali ini berhasil. Hanya
saja, jangan berharap aku bisa sukses memakai kalimat positif ini kala
sedang ngambek dengan suamiku. Dia kadang protes, "Ke anak-anak bisa
kampanye kalimat positif, lha koq sama aku ndak bisa." Hmm... kalau ini sih
lain soal, "sama siapa lagi aku bisa begitu kalau bukan sama ayah, kan
merajuk hehe, nggak seru lagi dong yah kalo kita baekan terus hi hi, asal
anak-anak nggak denger aja." Begitu alasanku kepada suamiku. Kepadanya, aku
memang bisa ngeles, malas memakai kalimat positif dengan alasan merajuk,
tapi kepada anak-anak? Ah, siapa yang mampu melawan keluguan dari suara dan
wajah-wajah mungil mereka. Merekalah malaikat-malaikat kecilku, yang datang
dari surga untuk mengajari aku.

Posted by Agnes Tri Harjaningrum at August 9, 2005 02:02 PM

,"
DISCLAIMER :

The information contained in this communication (including any attachments) is 
privileged and confidential, and may be legally exempt from disclosure under 
applicable law. It is intended only for the specific purpose of being used by 
the individual or entity to whom it is addressed. If you are not the addressee 
indicated in this message (or are responsible for delivery of the message to 
such person), you must not disclose, disseminate, distribute, deliver, copy, 
circulate, rely on or use any of the information contained in this transmission.

We apologize if you have received this communication in error; kindly inform 
the sender accordingly. Please also ensure that this original message and any 
record of it is permanently deleted from your computer system. We do not give 
or endorse any opinions, conclusions and other information in this message that 
do not relate to our official business.




================
Kirim bunga, http://www.indokado.com
Info balita: http://www.balita-anda.com
Stop berlangganan/unsubscribe dari milis ini, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]
Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]

Kirim email ke