Sudah sering terdengar bahwa hampir semua obat mempunyai efek samping. Salah 
satunya adalah obat-obatan yang menimbulkan gangguan pada pendengaran yang 
merupakan efek samping obat yang serius dan sering terjadi.
 
Dengan makin banyak obat-obatan paten yang beredar di pasaran, kemungkinan 
daftar obat-obatan yang mempunyai efek samping pada telinga juga makin 
bertambah. Dari abad ke-19 hingga kini telah banyak diketahui obat-obatan yang 
menimbulkan gangguan pada telinga, antara lain obat antimalaria (kina, 
klorokuin), obat antiradang (salisilat termasuk aspirin), antibiotika golongan 
aminoglikosida (streptomisin, neomisin, gentamisin, tobramisin, kanamisin, 
amikasin), antibiotika lain (eritromisin, vankomisin), diuretik kuat (asam 
etakrinat, furosemid), antikanker (bleomisin, cisplatinum), sampai obat tetes 
telinga (neomisin, polimiksin B, gentamisin). Obat-obatan tersebut sangat 
dibutuhkan dalam pengobatan kedokteran karena khasiatnya dapat menyembuhkan 
penyakit-penyakit yang mengancam nyawa.

Lalu, apa saja gejala utama dari efek samping obat pada telinga? Gejala 
tersebut misalnya telinga berdenging (tinitus), gangguan pendengaran sampai 
tuli, perasaan berputar atau pusing (vertigo) adalah gejala utama dari efek 
samping obat pada telinga. Telinga berdenging biasanya menyertai segala jenis 
tuli saraf oleh sebab apaun dan seringkali mendahului serta lebih mengganggu 
daripada tulinya sendiri.

Tuli yang diakibatkan obat antibiotika golongan aminoglikosida mengenai satu 
atau kedua telinga dan dapat disertai perasaan berputar. Berdasarkan serentetan 
pemeriksaan audiometri pada pasien yang mendapat pengobatan dengan antibiotika 
golongan aminoglikosida, frekuensi kejadian gangguan pendengaran akibat 
streptomisin 4-5% bila pengobatannya lebih dari satu minggu. Gentamisin, 
tobramisin, aikasin sampai 25% tergantung dosis dan faktor lain, kanamisin 
kurang lebih 30%.

Tuli sementara kadang-kadang disertai perasaan berputar dapat terjadi bila 
antibiotika jenis eritromisin diberikan dalam dosis tinggi secara intravena. 
Pemberian diuretik kuat dapat menyebabkan tuli sementara maupun menetap 
terutama bila diberikan intravena pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal. 
Biasanya gangguan pendengaran yang terjadi ringan, tetapi pada kasus-kasus 
tertentu dapat menyebabkan tuli permanen.

Obat antiradang dan antimalaria menyebabkan tuli saraf dan telinga berdenging. 
Bila pengobatan dihentikan, pendengaran pulih kembali dan telinga berdenging 
menghilang. Perlu dicatat bahwa obat antimalaria (kina dan klorokuin) dapat 
melalui plasenta sehingga dapat menyebabkan tuli bawaan karena pengobatan 
dengan obat tersebut selama ibu hamil.

Efek samping yang ditimbulkan pada pengobatan dengan antikanker (cisplatinum) 
adalah tuli pada kedua telinga disertai telinga berdenging dan perasaan 
berputar (pusing). Bila tuli ringan, pada penghentian pengobatan pendengaran 
akan pulih, tetapi bila tuli berat biasanya bersifat menetap.

Banyak ahli berpendapat bahwa sebagian besar obat tetes yang dijual di pasaran 
saat ini mengandung antibiotika yang dapat mengganggu pendengaran. Oleh sebab 
itu dianjurkan agar obat tetes telinga jangan diberikan secara terus menerus 
dalam jangka waktu yang lama.

Jadi, secara umum tuli akibat efek samping obat bisa bersifat sementara maupun 
menetap, mengenai satu atau kedua telinga dan dapat disertai gangguan 
keseimbangan. Berat ringannya gangguan pendengaran yang terjadi tergantung pada 
jenis obat, dosis dan lamanya pengobatan, usia tua, kerentanan pasien termasuk 
yang menderita gangguan fungsi ginjal dan sifat obat itu sendiri.

Apabila terjadi tuli yang menetap, dapat dilakukan rehabilitasi dengan alat 
bantu dengar (ABD), psikoterapi, belajar komunikasi total dengan belajar 
membaca dengan bahasa isyarat. Pada tuli total, di kedua telinga dapat 
dipertimbangkan pemasangan implan koklea.

Kepekaan setiap orang terhadap obat-obatan tersebut bervariasi, tetapi ketulian 
bisa dihindari jika kadar obat dalam darah berada pada kisaran yang dianjurkan. 
Percegahan juga dapat dilakukan dengan mempertimbangkan penggunaan obat-obatan 
yang menimbulkan gangguan pendengaran, menilai kerentanan pasien, memonitor 
efek samping secara dini yaitu dengan memperhatikan gejala-gejala keracunan 
telinga yang timbul seperti telinga berdenging, kurang pendengaran, dan 
perasaan berputar. Pada pasien yang mulai ada gejala tersebut harus dilakukan 
evaluasi telinga dan menghentikan pengobatan.

Yang paling penting diingat, berhati-hatilah mengkonsumsi obat tanpa anjuran 
dan pengawasan dokter. Bila ada keluhan pada telinga setelah minum obat 
tertentu, jangan dianggap remeh dan segera berkonsultasi dengan dokter. (dr. ni 
putu ari widayani)


                
---------------------------------
Yahoo! for Good
 Click here to donate to the Hurricane Katrina relief effort. 

Kirim email ke