*S**ekeliling kita tak luput dari ancaman zat-zat kimia yang berbahaya. Yang bisa kita lakukan, mengurangi bahaya dari ancamannya. *
** Dalam kehidupan sehari-hari kita sering berhubungan dengan bahan-bahan kimia. Lihat saja, sayuran dan buah-buahan yang kita makan, misal, tak lepas dari bahan kimia. Bukankah mereka disemprot memakai pestisida? Belum lagi, plastik yang membungkusnya, juga pembuatannya memakai bahan kimia yang berbahaya. Padahal, dari sekian bahan kimia tersebut, ada beberapa di antaranya yang merupakan persisten organik, yaitu bahan yang tak mudah terurai dalam alam maupun dalam metabolisme tubuh. Yang jelas, karena bahan ini tak terurai, dia bisa terbawa ke mana-mana, misal terbawa angin, mencapai tempat yang jauh dari sumbernya dan skala penyebarannya sudah global. Kalau bahan kimia ini sudah kadung terserap tubuh, misal, ia bisa tertimbun dalam lemak tubuh. "Ini artinya akan berada dalam tubuh untuk waktu yang sangat lama," terang *Lukas Laksono Adhyakso,* *Coordinator Southeast Asia Toxics Program*, dari WWF *(The World Wide Fund for Nature)* Indonesia. Dengan demikian, bila bahan tersebut diserap oleh ibu yang sedang mengandung, ia bisa mentransfer pada janinnya lewat plasenta. Sebagian besar, lanjut Lukas, bahan kimia itu struktur kimianya kompleks dan kadang hampir menyerupai hormon dalam tubuh manusia. Namun namanya tetap benda asing, bahan tersebut bisa mengganggu sistem hormon dan kimia tubuh. "Nah, yang paling rentan adalah ibu hamil, janin, dan anak yang sedang tumbuh kembang." Zat kimia ini bisa menyebabkan penurunan kualitas sperma dan kesuburan, juga menyebabkan kanker payudara dan prostat. Yang pasti, karena kita tak bisa menghindar dari bahan-bahan kimia tersebut, yang memang ada di sekeliling kita, mau tak mau upaya yang harus kita lakukan adalah meminimalkan bahayanya. *ZAT-ZAT BAHAYA DI SEKITAR KITA* ** Pestisida* Umumnya digunakan pada produk-produk pertanian yang bersifat massal dan rawan serangan hama, semisal padi, kentang, wortel, sayur-sayuran berdaun lebar, brokoli, sawi, bayam. Pestisida ini, jika terus menerus terkonsumsi dalam makanan kita, sedikit demi sedikit akan mempengaruhi hidup manusia. "Efeknya dalam jangka panjang, bisa ada gangguan hormon, kanker prostat, atau kanker payudara. Sementara buat anak, akan menganggu perkembangan dan pertumbuhannya." Padahal, kata Lukas, secara awam kita tak bisa tahu dengan pasti, mana bahan pangan yang menggunakan bahan kimia seperti pupuk pestisida atau hormon-hormon pertumbuhan lainnya, untuk mempercepat kematangan buah atau memicu pertumbuhan daun, dengan yang tidak. Idealnya, ada suatu lembaga yang melakukan sertifikasi mengenai hal ini. "Memang sulit membedakan sayur organik (diproduksi tanpa penggunaan bahan kimia, Red *.*) dan yang bukan." Daun yang berlubang akibat dimakan ulat, misal, bukan patokan bebas pestisida. Bisa saja lupa disemprot pestisida menjelang panen hingga dimakan ulat. "Jadi, berlubang atau tidak daunnya, bukanlah suatu bukti akurat." Kriteria organik pun bermacam-macam. "Ada juga sayur yang tampak mulus dan eksotik, tapi sebenarnya organik, yaitu menggunakan cara hidroponik atau diproduksi di lingkungan tertutup dan tidak pakai pestisida, melainkan menggunakan pupuk cair." Untuk meminimalkan bahaya pestisida, saran Lukas, orang tua harus selalu mengupayakan anaknya mengkonsumsi sayur yang organik. "Meski mungkin di supermarket harganya mahal." Padahal, tuturnya, kalau dipikir secara sederhana, sebetulnya bahan makanan yang diproduksi tanpa input bahan kimia harusnya lebih murah. Misal, kelapa organik, umbi-umbian, singkong, pisang, dan lain-lain. Untuk meyakinkan organik tidaknya, belilah bahan makanan yang ada labelnya atau diklaim organik. "Meski mungkin saja tak 100 persen menjamin." Kalau membeli di pasar tradisional, pakailah pengetahuan kita tentang bahan pangan yang diproduksi secara tadisional tanpa pestisida. Semisal, nangka, pisang, kangkung sungai/air yang biasanya lebih pendek-pendek serta daunnya keriting dan lembaran daunnya kecil-kecil. Karena ada juga kangkung atau bayam yang holtikultur, yang tinggi-tinggi dan lebar-lebar daunnya. Selain itu, umbi-umbian, kelapa, biasanya juga terbebas dari pestisida. Ada baiknya, kita pun tahu dari dinas pertanian, bahan mana saja yang diproduksi masal tanpa menggunakan pestisida. Kemudian, bila mengkonsumsi makanan seperti buah dan sayuran harus dicuci bersih."Gunakan sedikit larutan cuka untuk membersihkannya. Digosok sebentar, lalu dibilas lagi di air bersih." Walau, diakuinya, kini ada juga larutan pencuci sayur atau buah. "Boleh saja digunakan larutan tersebut, asal dicuci dengan bersih." Sebaiknya pula, untuk makanan yang ada kulitnya, sebelum makan dikupas lebih dulu, seperti apel, kentang, wortel, tomat, dan lainnya. Karena kandungan pestisida biasanya ada di permukaan kulitnya. "Permukaan kulit buah atau sayur ini terlapisi oleh semacam lilin yang berfungsi melindungi sayur dan buah tersebut agar kedap air. Nah, kalau disemprotkan pestisida, bahan ini akan menempel di dinding permukaannya karena pestisida mudah larut dalam lilin, lemak atau minyak." ** Bahan Plastik * Bahan plastik paling banyak ada di sekitar kita. "Kita masih tak berdaya mengatasi produk plastik karena belum ada yang bisa menggantikan bahan ini." Padahal, dalam proses pembuatan bahan plastik, akan terlepas bahan kimia berbahaya, semisal dioksin, ke udara. Menurut Lukas, secara harafiah, kita sendiri tak bisa membedakan plastik-plastik mana saja yang aman dan tidak. Yang bisa kita lakukan adalah meminimalkan dari bahaya kimia yang ada dalam produk plastik. Caranya, saran Lukas, gunakan dengan lebih bijaksana. Misal, tak menggunakan produk bahan plastik untuk perangkat makan. Terlebih untuk mewadahi makanan panas, karena bisa melunturkan senyawa yang ada di plastik ke dalam kuah atau makanan dan minuman tersebut. Jangan pula menaruh makanan dalam wadah plastik di * microwave*. Selain itu, jangan juga memberikan mainan plastik pada anak, karena anak suka mengulum dan menggigit-gigitnya. "Kandungan bahan plastik, salah satunya ada yang bernama talaid, yang membuat plastik jadi lunak atau lentur. Di Eropa, bahan ini dilarang dimasukkan dalam produk mainan plastik yang didesain untuk anak usia kurang dari 3 tahun. Karena umumnya anak usia ini sangat ingin belajar dan mengenali lingkungan dengan pancaindra yang ada, semisal menjilat-jilat atau memasukkan ke mulut." Sayangnya, di Indonesia belum ada penelitian mengenai bahan tersebut dalam mainan anak. ** Bahan-Bahan Pembersih* Hampir di semua produk pembersih, seperti deterjen, sabun, sampo, dan lain-lain, menggunakan kelompok bahan kimia yang berfungsi menghilangkan atau membersihkan segala macam kotoran dari suatu objek. Saran Lukas, dalam menggunakan deterjen dan pembersih lainnya, ada baiknya orang tua berhati-hati dengan bahan yang diklaim super bersih dan super lainnya. "Kalau bisa hindari apa-apa yang serba ekstra kuat dan lainnya. Kalaupun mengunakan deterjen semacam itu untuk mencuci pakaian bayi atau anak, setidaknya harus dibilas dengan sebersih-bersihnya. Minimal tiga kali bilasan. Juga kalau menggunakan sabun pembersih cuci piring, harus dibilas perangkat makan tersebut dengan bersih. Jangan sampai masih terasa licin di tangan." Yang paling baik adalah menggunakan produk-produk alamiah/herbal, meski tentu harganya lebih mahal. Menurut Lukas, berdasarkan penelitian, ditemukan bahan superaktif ini bisa menganggu sistem hormon dalam tubuh. "Misal, mengganggu perkembangan seksual hingga kualitas sperma tak bagus atau kemandulan. Pada anak pun akan menganggu pertumbuhan dan perkembangannya. Apalagi kalau terkena otak. Bukankah sejak di kandungan, otak janin terus berkembang? Perkembangan ini diatur oleh hormon. Nah, kalau sampai otak terganggu perkembangannya, maka kerusakan yang diakibatkan akan permanen." Kalau pada orang dewasa, akibatnya memang tak terlalu bisa dirasakan karena seluruh perkembangannya sudah terjadi dan berkembang. Lain dengan bayi yang masih rentan dan sedang menyusun kemampuan serta mengembangkan organ-organnya. "Selain itu, ada juga pendapat bahwa gangguan hormon juga bisa menganggu perilaku." Kalau untuk produk khusus bayi dan anak, seperti sabun dan sampo, menurutnya, biasanya sudah jelas diproduksi dengan bahan khusus yang sudah ada faktor keamanannya. ** Obat Nyamuk* Menggunakan obat nyamuk memang seperti makan buah simalakama. Tak disemprot anak bisa terkena demam berdarah, disemprot juga bisa berbahaya. Meski tak diketahui sejauh mana bahayanya. Namun, papar Lukas, obat nyamuk mengandung pestisida, yaitu bahan kimia yang digunakan untuk membasmi hama. Dalam hal ini hamanya adalah nyamuk. Sebetulnya ada obat nyamuk alamiah, dari bunga sukun yang dikeringkan dan dibakar sebagai obat nyamuk. Ini biasanya di dilakukan oleh masyarakat Jawa Tengah. "Obat nyamuk demikian sangat organik, aman karena terbuat dari tumbuh-tumbuhan dan tak ada bahan kimianya." Namun tentunya tak semua orang bisa mendapatkan bunga sukun. "Alternatif amannya, tentu tak pakai obat nyamuk sama sekali, baik yang semprot ataupun bakar. Untuk menghindari dari nyamuk, bisa gunakan kelambu di tempat tidur. Meski mungkin cara ini tidak trendi atau *fashionable*. Bisa juga dengan menutup lubang-lubang angin dengan kasa nyamuk." Kalaupun terpaksa menggunakan obat nyamuk, sesudah disemprotkan ditutup ruangannya. Kemudian tunggu beberapa jam sampai bahan-bahan kimia tersebut mengendap, baru masuk ke kamar. ** Merkuri* Sebetulnya bahan kimia ini banyak ditemui di daerah pedalaman yang ada penambangan emas. Efeknya sangat berbahaya kalau masuk ke air minum karena bisa membahayakan sistem saraf. Bahkan kalau sampai keracunan parah, bisa sampai mengalami kelumpuhan total. Merkuri juga ada dalam termometer, yang warnanya keperakan. "Maka itu untuk menghindari bahaya tertelan karena termometernya pecah, sebaiknya pengukuran suhu jangan lewat mulut." Pada penambalan gigi, sering juga digunakan merkuri, yaitu penambalan yang berwarna perak. "Ketika tambalan gigi diganti dengan membor lagi, bisa saja ketika kumur-kumur ada tambalan perak tersebut yang tertelan oleh anak." Jadi, sebaiknya kalau anak perlu penambalan gigi, minta jangan memakai tambal dari merkuri. "Tapi kalau sudah kejadian ditambal dengan merkuri, biarkan saja terperangkap dalam lubang gigi tersebut. Kalau ada lubang gigi baru mintalah untuk ditambal dengan tak menggunakan tambalan merkuri." ** Timbal* Umumnya bahan ini banyak terdapat akibat pencemaran udara. Terutama lalu lintas di perkotaan. Banyak debu yang sudah bercampur timbal. Padahal kita tahu timbal bisa membahayakan saraf, juga merusak ginjal. "Usia anak yang sedang berkembang sangat rentan akan bahaya ini. Karena itu, jangan biarkan anak main di luar yang banyak lalu lintas kendaraan. Hindarkan mereka dari tempat-tempat yang cukup banyak polusi." Bahkan debu-debu yang kerap menyelubungi badan mobil pun tak luput dari kandungan timbal. Karena itu, hindari mereka bermain tulis menulis atau mencoret-coret badan mobil. Biasakan setelah bermain di mobil, anak mencuci tangan. Kalau ada debu di rumah jangan disapu/divakum tapi sebaiknya dipel agar debu menempel di kain pel. Ini lebih efektif karena debu jadi tak terbang ke mana-mana. Tanaman di depan rumah juga harus sering disiram terutama rumah yang di dekat jalan raya. Selain lantai, yang harus sering dipel adalah kisi-kisi jendela. Karena debu masuk lewat celah-celah itu. "Meski tak semua debu mengandung timbal, tapi usaha preventif tentunya lebih penting." ** Rokok* Ada beberapa bahan kimia yang sangat berbahaya sekali dari rokok, seperti nikotin, karbonmonoksida, hidrogen sianida, karsinogen, dan sebagainya. Yang sering terjadi, ancaman bahaya bagi anak dari rokok ini justru datang dari orang tua sendiri yang merokok. Padahal, perokok pasif pun sama risikonya dengan perokok aktif, yaitu bisa terkena kanker paru-paru. "Boleh dibilang, merokok tindakan yang tak bertanggung jawab. Meski haknya orang untuk merokok tapi ketika asapnya diisap orang lain, itu bukan haknya lagi, itu sudah menyangkut kepentingan orang banyak. Kalau dalam keluarga, ini menyangkut anak, istri atau sebaliknya. Jadi, sebaiknya hindari merokok di rumah untuk mengurangi bahayanya," jelas Lukas. -- Have you visited my blog today? http://andriesalima.multiply.com