Menyangsikan Imunisasi BCG

Masynanda Aryani di RS Soetomo Surabaya (GATRA/Arif Sujatmiko)TUBUHNYA kurus. Wajahnya pucat. Napasnya tersengal-sengal. Begitulah kondisi Masynanda Aryani. Gadis cilik enam tahun ini tergolek lemas di ruang penyakit paru Instalasi Rawat Inap Anak Rumah Sakit Soetomo, Surabaya. Sudah tiga pekan ia terbaring. Selang berisi cairan infus glokusa 5% tersambung di tangannya. Selang oksigen pun menempel di lubang hidungnya.

Sang ayah, Ahmad Syaifuddin, setia dan sabar menemani Yani, nama panggilan bocah tersebut. Sesekali Ahmad mengajak putri pertamanya itu berbicara. Tapi Yani tetap diam. Oleh dokter, Yani divonis mengidap penyakit tuberkulosis (TBC). "Kasihan dia, masih kecil sudah kena TBC," kata Ahmad, seraya membelai sambut putrinya.

Dia tidak sendirian di ruangan berukuran 8 x 12 meter itu. Ada lima pasien anak-anak yang juga menghuni ruangan itu. Seperti Yani, kelima pasien anak-anak ini juga mengidap penyakit paru-paru mematikan. Dan Yani sendiri adalah pasien kedua yang masuk ke ruangan Irna Anak tersebut.

Ahmad tidak ingat mulai kapan anaknya mengidap penyakit itu. Padahal, Yani sudah diberi vaksin bacillus calmette guerin (BCG) di rumah sakit setelah lahir. Yang jelas, sejak usia empat tahun, dia sering batuk-batuk. "Saya pikir itu batuk biasa," ia mengaku.

Yani sempat dirawat di sebuah rumah sakit di Bangkalan, Madura, selama tiga pekan. Lalu dirujuk ke Rumah Sakit Soetomo, Yani langsung mendapat perawatan intensif dari dokter di sana. Tiga hari selanjutnya, dokter memutuskan untuk mengoperasi paru-paru Yani. "Dokter menyarankan agar anak saya dioperasi," kata Ahmad, Rabu pekan lampau. Hasilnya, kondisi Yani lebih baik. Napasnya sudah mulai teratur, meskipun masih dibantu dengan oksigen.

Yani tak sendirian. Puluhan anak yang sudah divaksinasi BCG beberapa bulan dan tahun kemudian terinfeksi bakteri TB. Selain di Surabaya, di Jakarta juga dijumpai anak-anak senasib dengan Yani. Belum termasuk di beberapa daerah lain. Dengan fakta tersebut, kemujaraban vaksi BCG sebagai penangkal TBC mulai diragukan.

Ini dikuatkan dengan temuan mutakhir Dokter Ajit Lalvani, peneliti pada Welcome Trust Senior Clinical Research Fellow, Universitas Oxford, Inggris. Ia bersama koleganya meneliti 979 anak. Tujuannya kala itu, meneliti faktor risiko infeksi tuberkulosis pada mereka. Anak-anak itu tinggal di Istanbul, Turki. Yang dipilih menjadi objek penelitian adalah yang minimal punya seorang kerabat yang pernah mengidap TBC. Anak-anak itu juga pernah divaksinasi dengan vaksin BCG.

Setelah diperiksa, ternyata mereka memiliki scar BCG. Ini berarti, mereka menunjukkan risiko terbesar kena infeksi TBC. Bahkan jumlah anak yang sudah terpapar TBC sebanyak 770 anak atau 70% dari jumlah anak tadi. "Hasil studi ini menentang teori lama bahwa vaksinasi BCG bisa menangkal TBC. Temuan ini menunjukkan perlunya pengembangan vaksin baru yang lebih baik," ujarnya, seperti dikutip situs bbc.co.uk.

Hasil itu menumbuhkan kekhawatiran baru. Sebab setiap tahun muncul 10 juta kasus TB. Jumlah ini diperkirakan terus meningkat, karena penularan bakteri TB gampang, yaitu lewat udara yang tercemar.

BCG merupakan vaksin yang sudah digunakan secara luas. Sejak ditemukan pada 1927, hampir semua negara memanfaatkannya. Setiap bayi yang baru lahir diimunisasi BCG. Tapi ada beberapa negara yang tidak menggunakannya. Di Amerika Serikat, misalnya, karena dinilai kurang efektif, warganya tidak divaksin BCG.

Tetapi pemerintahnya menjaga ketat terhadap orang atau kelompok yang berisiko tinggi, serta melakukan diagnosis terhadap mereka. Pasien yang terdeteksi akan langsung diobati. Sistem deteksi dan diagnosis yang rapi inilah yang menjadi kunci pengontrolan TBC di Amerika Serikat. Di sana orangtua dianjurkan melakukan proteksi terhadap serangan TBC. Di Indonesia, vaksin BCG hanya diberikan sekali seumur hidup. Biasanya diberikan pada anak di bawah usia setahun.

Retno Widyaningsih, dokter spesialis paru anak Rumah Sakit Anak dan Bersalin Harapan Kita, Jakarta Barat, mengakui bahwa daya kekebalan BCG antara 0% dan 80%. Bahkan kerap hanya 20%. Artinya, vaksin itu tidak memberikan perlindungan sepenuhnya dari serangan TBC. "Vaksin hanya berfungsi melindungi agar tidak terkena TBC berat," katanya kepada Romdony Setiawan dari Gatra.

Kalaupun terkena, ia tidak langsung menderita TBC cukup parah. Jadi, vaksinasi tetap diperlukan. Yang dimaksud dengan TBC berat, antara lain, TBC selaput otak, usus, dan TBC tulang. Bila kuman itu menyerang organ-organ tadi, kecil kemungkinan pasien bisa bertahan hidup.

Vaksinasi BCG, menurut Retno, masih tetap efektif, terutama untuk daerah yang endemis seperti Indonesia. Jumlah penderita TBC di Indonesia terbesar ketiga di dunia, setelah Cina dan India. Selain itu, berjangkitnya TBC pada anak bukan semata-mata karena vaksinnya lemah. "Bisa juga tergantung daya tahan tubuh anaknya, jumlah kuman, dan lingkungannya," kata Retno.

Bila daya tahan kuat, risikonya kecil untuk menderita TBC. Untuk menunjang daya tahan itu, vaksinasi tetap penting. Dan tentu asupan nutrisi yang bergizi. Indonesia masih menggunakan BCG lantaran sejauh ini belum ada vaksin anti-TBC baru yang bisa menggantikannya. Riset mengenai vaksin masih terus berlangsung hingga saat ini.

Lucy Landia Setyawati, dokter spesialis paru anak pada Rumah Sakit Soetomo, menyebutkan bahwa vaksinasi BCG hanya untuk mengaktifkan kekebalan pada anak. Dengan memasukkan bakteri tuberkulosis yang dilemahkan, tubuh akan menciptakan antibodi. Ia akan mendeteksi dan melawan bakteri tadi. Meski begitu, tak menjamin steril dari gempuran TBC. Salah satu pemicunya, kalau anak sering sakit-sakitan. "Ini mengakibatkan sistem kekebalan tubuh menjadi terpecah-pecah," katanya. Ini memberi peluang bakteri mengganas.

Karena manfaatnya masih lemah, pencegahan utamanya agar tak terkena TBC adalah jangan kontak dengan penderita TBC dewasa. Anak-anak kena TBC biasanya karena tertular dari orang dewasa yang mengidap penyakit itu. Karena itu, pemberantasan TBC pada orang dewasa menjadi penting.

Aries Kelana, dan Arif Sujatmiko (Surabaya)
[Kesehatan, Gatra Nomor 50 Beredar Senin, 24 Oktober 2005]

http://www.gatra.com/artikel.php?id=89751

Kirim email ke