original at : http://www.alergi.co.id

 Current Issues on Allergy and 

ETAC (Early Treatment of the Atopic Child)

Prof. Dr. Karnen G. Baratawidjaja, SpPD, KAI

 

Pendahuluan

Sejak tahun 1988, prevalensi penyakit alergi seperti asma, rinitis dan
dermatitis atopi (DA) di banyak negara maju cenderung meningkat.
Penyakit alergi merupakan hasil interaksi antara predisposisi genetik
dan lingkungan. Berbagai studi menunjukkan hubungan yang erat antara
rinitis-asma, asma-DA dan DA-rinitis-asma.1-3

Asma ditemukan pada sekitar 10-15% anak dan 5-7% dewasa, sedang
rinitis pada sekitar 10-20% di masyarakat. 75% dari anak-anak dengan
asma masih akan menderita asma pada usia dewasa. 1 Prevalensi asma
pada anak dapat meningkat sampai 30% bila salah satu orang tua atopi
dan meningkat sampai 50% bila anak menderita eksim waktu bayi, bahkan
sampai 80% bila disamping eksim juga disertai mengi.2 Dalam studi pada
1000 penderita alergi di Jakarta, ditemukan pada 288 pasien asma 114
(39,58%) disertai rinitis dan pada 390 pasien rinitis 180 (46,15%)
disertai asma.4

Holgate et al dikutip dari 2,5 menemukan prevalensi DA tertinggi pada
usia di bawah 6 tahun sedang asma di bawah 10 tahun. Anak yang
menderita dermatitis atopi (DA) pada usia 1-2 tahun, cenderung
menderita asma pada usia sebelum 5 tahun. Sekitar 50% anak dengan DA
di kemudian hari akan menderita asma. Anak dengan DA, meskipun tidak
selalu disertai asma, kebanyakan menunjukkan hiperreaktivitas bronkus
nonspesifik.

Menurut Kjellman dikutip dari 5 usia 1-2 tahun merupakan usia
terpenting dalam sensitisasi terhadap alergen dan bayi laki lebih
sensitif dibanding perempuan. Pada studi Jakarta, prevalensi asma dan
rinitis tertinggi ditemukan pada anak usia 6-13 tahun yang disertai
dengan sensitivitas tertinggi terhadap tungau debu rumah (TDR)
dibanding dengan golongan usia lainnya. Prevalensi rinitis dan asma
dalam golongan anak 6-13 tahun, juga ditemukan pada anak laki lebih
banyak dibanding perempuan.4 Oleh karena itu banyak ahli yang
menganjurkan agar pencegahan alergi dilakukan sedini-dininya bahkan
bila mungkin sejak terjadi gestasi.

 

Inflamasi

Pajanan pertama dengan alergen menimbulkan respons inflamasi yang
biasanya hanya sementara. Pajanan berulang akan menimbulkan inflamasi
kronis yang mengakibatkan kerusakan jaringan atau hipersensitivitas.
Pada asma, sekalipun derajatnya sangat ringan, sudah ditemukan
inflamasi saluran napas yang merupakan faktor patogenik fundamental.
Inflamasi berhubungan baik dengan derajat penyakit, perubahan faal
paru dan reaktivitas bronkus. Dewasa ini inflamasi bronkus merupakan
sasaran utama dari terapi. Proses inflamasi baik yang tidak disertai
gejala (silent) maupun yang progresif sudah terjadi pada bayi usia < 1
tahun. 2

 

Petanda biologis 

Petanda biologis (BP) berupa sel sistem imun atau produk aktivasi sel
inflamasi yang dapat diperiksa dan hasilnya dijadikan ukuran untuk
status alergi. Kadarnya berhubungan dengan derajat inflamasi dan atau
aktivasi sel inflamasi. PB mempunyai aplikasi klinis penting seperti
dalam diagnosis, meramalkan eksaserbasi penyakit, memantau penyakit
dan intervensi terapi. Hal ini dimungkinkan karena ketepatannya
memenuhi kriteria klasik dan memberikan nilai prediktif positif dan
negatif tinggi dengan positif palsu dan negatif palsu yang minimal.7
PB ditemukan dalam darah dan cairan biologis di rongga jaringan
sekitar inflamasi seperti cairan bilas bronkus (CBB), sputum, cairan
bilas nasal dan cairan skin window. PB masuk ke dalam sirkulasi akibat
kebocoran di tempat reaksi alergi. Berbagai sel seperti eosinofil,
mastosit, sel T, dan mediator seperti sitokin, leukotrin, granul asal
sel dan molekul adhesi dapat merupakan PB alergi.7

 

Eosinofil

Seperti sel inflamasi lainnya, eosinofil dalam pembuluh darah siap
memberikan reaksi, bermigrasi ke jaringan dengan konflik biologis.
Mekanismenya sangat kompleks. Kunci untuk menghentikan kerusakan oleh
eosinofil ialah mencegah migrasi dan akumulasi sel di jaringan sasaran
sehingga reaksi alergi dapat dipatahkan.6

 

Sel T

Bayi yang dilahirkan orang tua atopi menunjukkan respons sel T
terhadap alergen umum seperti susu sampi, telor dan kucing dan
cenderung menderita alergi makanan berupa eksim di kemudian hari. Uji
coba makanan yang dilakukan pada bayi waktu lahir tersebut menunjukkan
proliferasi sel T yang lebih besar dibanding bayi normal disertai
dengan kadar g . Karena itu diduga bahwa sensitasi sudah terjadi dalam
uterus.6

Warner dikutip dari 1,7 yang mempelajari jaringan abortus, menemukan
sel T pada gestasi sekitar 18 minggu yang sebagian besar sudah
diaktifkan alergen. Dengan demikian, beberapa bahan yang menimbulkan
alergi dapat diperiksa sehingga alergi pada bayi baru lahir dapat
diramalkan. Telah diukur respons sel T terhadap tungau debu rumah
(TDR) pada bayi waktu lahir dan pada ibu yang terpajan dengan TDR
waktu hamil trimester ke 3. Pada keduanya ditemukan peningkatan jumlah
dan respons sel T terhadap TDR. Hal ini menunjukkan pajanan dengan TDR
dalam uterus. Hal yang sama ditemukan dengan pollen. Penemuan di atas
menunjang hipotesis bahwa sensitasi sudah terjadi pada janin dan
respons imun spesifik yang ditemukan waktu lahir dapat meramalkan
alergi di kemudian hari.6 

 

ECP

Mastosit dan eosinofil yang diaktifkan pada asma akut melepas mediator
seperti Eosinophil Cationic Protein (ECP), Eosinophil Peroxidase
(EPO), Eosinophil Protein X dan Eosinophil Derived Neurotoxin (EPX
atau EDN), Major Basic Protein (MBP), Myeloperoxidase (MPO), Human
Neurotrophil Lipocalin (HNL) dan elastase asal neutrofil. Beberapa
diantaranya sangat spesifik. ECP diproduksi oleh eosinofil dan
peranannya sebagai PB sudah banyak diketahui.7 

Infiltrasi eosinofil ke paru pada bayi mengi terjadi sangat dini. Pada
studi 2000 bayi usia beberapa bulan, ditemukan kadar ECP bayi mengi
lebih tinggi dibanding bayi tidak mengi.

Hedin et al dikutip dari 7 memeriksa kadar ECP, triptase dalam serum
anak (7-15 tahun) asma perenial yang 2 tahun mendapat terapi
bronkodilator dan aerosol steroid (200-800ug/hari budesonide). Pada
uji coba dengan alergen, ditemukan korelasi yang bermakna antara ECP
dan PEF. Triptase tidak ditemukan baik sebelum maupun sesudah uji
coba. Disimpulkan bahwa pada anak asma meskipun di luar serangan
ditemukan inflamasi saluran bronkus persisten.

ECP merupakan PB yang lebih berarti dibanding dengan jumlah eosinofil,
merupakan petanda khas keterlibatan eosinofil, merefleksikan sub
populasi eosinofil yang diaktifkan, derajat aktivasi/inflamasi,
aktivitas asma, dapat digunakan dalam pemantauan asma dan dijadikan
petanda untuk meramalkan serangan.

Kapp et al dikutip dari 7 menemukan ECP pada pasien DA dan pasien
dengan reaksi pseudo-alergi terhadap asam asetilsalisilat lebih tinggi
dibanding dengan kontrol. Diduga ECP berhubungan dengan aktivitas DA.

Czech et al dikutip dari 7 menemukan ECP pasien DA meningkat pada fase
akut. Pada perbaikan, kadar ECP menurun yang berhubungan dengan skor
klinis.

Niggeman et al dikutip dari 7 menemukan pasien DA peningkatan ECP, 8
jam setelah uji coba dengan makanan (sesuai fase lambat). ECP dapat
digunakan sebagai petanda dalam pemantauan respons challenge dengan
alergen.

Krutman et al dikutip dari 7 dari studinya menyimpulkan bahwa ECP
dapat digunakan sebagai petanda perbaikan pada DA yang diobati dengan
UV-1. Sugai et al dikutip dari 7 mengukur ECP dan TNF darah perifer
anak DA dan kontrol. ECP ditemukan lebih tinggi pada anak DA dan
berhubungan dengan jumlah eosinofil TNF tidak berbeda pada semua
golongan anak. Kristjansson et al dikutip dari 7 menemukan peningkatan
ECP pada pasien DA yang menurun setelah pemberian steroid.

Studi-studi di atas menunjukkan bahwa ECP dapat digunakan sebagai PB
pada DA dalam intervensi terapi (steroid dll-nya), menemukan dini
eksaserbasi, membedakan derajat berat penyakit, identifikasi inflamasi
eosinofil dan follow up pasien dengan penyakit yang disertai aktivasi
eosinofil.

EPX ditemukan dalam urin dan kadarnya lebih meningkat pada anak atopi
yang mengi dibanding dengan anak mengi nonatopu. EPX berhubungan
dengan ECP dan MPO dalam serum 4 dan dapat digunakan sebagai PB atopi,
bahkan mungkin sebagai prediktor asma.



 

Molekul adhesi

Molekul adhesi (MA) yang ditemukan dalam serum merupakan juga PB. MA
menggambarkan aktivasi dan pengerahan sel ke tempat infalamasi.
Endhotelial leukocyte adhesion molecule-1 (ELAM-1) merupakan petanda
spesifik sel endothel, sedangkan vascular cell adhesion molecule-1
(VCAM-1) dan intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1) mempunyai
peranan utama dalam pengerahan eosinofil ke tempat reaksi alergi. 2
ICAM-1 diekspresikan pada permukaan eosinofil, dinding vaskuler dan
jaringan yang memungkinkan eosinofil bermigrasi meninggalkan pembuluh
darah menuju tempat reaksi alergi.

Anak dengan asma memproduksi ICAM-1 yang jumlahnya dalam CBB lebih
tinggi dibanding dengan anak tanpa asma. Anak mengi tetapi bukan asma
menunjukkan kadar ICAM-1 di antara yang asma dan tidak asma/mengi.

Cononica et al dikutip dari 7 mempelajari efek alergen alamiah
terhadap ekspresi ICAM-1 pada sel epitel in vitro dengan cell-line
asal bronkus, intestinal dan konjungtival. ICAM-1 diekspresikan pada
permukaan semua cell-line yang ditingkatkan oleh stimulasi IFN dan
dihambat oleh antihistamin dan budesonide. Selanjutnya dilakukan studi
in vivo pada epitel nasal dan konjungtiva. ICAM-1 tidak diekspresikan
pada subjek normal. Pasien yang sensitif terhadap TDR, meskipun tanpa
gejala secara persisten menunjukkan ekspresi ICAM-1 pada sel
konjungtiva dan nasal, disertai dengan inflamasi ringan. Inflamasi
ditemukan pada pasien dengan asma juga di luar serangan. Ekspresi
ICAM-1 ditingkatkan pada epitel nasal dan konjungtiva pada pasien
dengan alergi pollen setelah dilakukan challenge dengan polen dan TDR
ICAM-1 ditemukan pada epitel kebanyakan pasien dengan asma dan tidak
pada non-asma. Disimpulkan bahwa ICAM-1 merupakan PB/risiko untuk asma
pada anak.

Kowalzick et al dikutip dari 7 menemukan kadar ICAM-1 serum DA
meningkat. Setelah diberikan pengobatan dengan UVA1 ditemukan
perbaikan kulit dengan penurunan ICAM-1. 

Wutrich et al dikutip dari 7 mengukur ICAM-1 dalam serum pasien DA
dengan eksaserbasi akut yang dirawat di rumah sakit. Pemeriksaan
dilakukan sebelum pasien masuk dan dipulangkan. Kadar ICAM-1 pasien
lebih tinggi dibanding donor. Sesudah terapi dengan steroid (rata-rata
22 hari), keadaan kulit membaik disertai dengan penurunan ICAM-1 yang
berarti SIL-2R juga berhubungan dengan aktivasi DA, tetapi ECP lebih
menunjukkan hubungan.

Dari studi di atas dapat disimpulkan bahwa ICAM-1 dapat digunakan
sebagai PB pada DA.

 

Atopi, pola alergi dan IgE

Gejala alergi pada bayi bebera[pa bulan biasanya belum diketahui DA
pada umumnya merupakan jenis alergi pertama yang diketahui secara
klinis pada usia sekitar 6 bulan. Bayi dengan risiko tinggi akan
menjadi sangat sensitif terhadap inhalan pada usia satu tahun. Sekitar
50% pasien dengan DA akan menderita asma di kemudian hari.

Banyak ahli yang berpendapat bahwa untuk tindakan pencegahan alergi
pada anak tidak perlu menunggu gejala. Perkembangan penyakit alergi
akan sangat sulit dicegah bila sensitasi sudah terjadi. Oleh karena
itu perlu diindentifiisir bayi dengan risiko tinggi sebelum timbul
gejala. Untuk tujuan praktis, atopi pada orang tua perlu diketahui.
Atopi dapat digunakan sebagai PB/petanda risiko pada bayi yang belum
dilahirkan.

Petanda risiko lain ialah IgE dalam darah umbilikus yang ditentukan
sewaktu bayi lahir. Menurut Busisco 2 kadar > 0,9 IU/ml dianggap
sebagai risiko. Fetus manusia sudah mampu membentuk IgE nonspesifik
pada gestasi 13 minggu.2

Respons IgE menunjukkan pola tertentu. Pembentukan IgE terhadap
alergen makanan terjadi pada usia 6-12 bulan, disusul respons terhadap
inhalan pada usia 3-5 tahun. IgE terhadap putih telur ditemukan
sebelum timbul gejala. Karena itu adanya IgE tersebut dapat dianggap
sebagai prediktor terbentuknya IgE terhadap alergen inhalan TDR dan
pollen dan gejala saluran napas di kemudian hari. 7

 

Early Treatment of the Atopic Child (ETAC)

Kita telah melihat adanya kecenderungan peningkatan prevalensi
penyakit alergi dan hubungan yang erat antara DA dan asma. Anak dengan
DA pada usia 1-2 tahun cenderung menderita asma pada usia < 5 tahun.
Adanya hubungan patologis yang kuat antara eosinofil - DA, eosinofil -
asma dan asma - DA merupakan dasar studi ETAC. Pangkal pemikiran ETAC
ialah bahwa asma tidak akan menyembuh bila jumlah dan aktifitas
eosinofil tidak diturunkan. Tujuan utama ETAC, studi 3 1/2 tahun
(1994-1998) ialah untuk menentukan apakah terapi parmakologis dini
terhadap bayi dengan risiko tinggi, dapat menghentikan progresivitas
perkembangan DA menjadi asma pada ± 50% atau sedikitnya mengurangi
gejala bila asma masih timbul.

Tujuan kedua ETAC ialah memeriksa sejumlah PB relevan yang belum
banyak diketahui, terutama ECP.

Cetirizine (CTR) merupakan obat pilihan studi ETAC karena efeknya yang
dapat menghambat adhesi eosinofil dengan sel endotel, reaksi lambat
antigen di kulit dan bronkus, akumulasi eosinofil di bronkus setelah
uji coba dengan antigen dan ekspresi ICAM-1 pada epitel in vivo dan in
vitro. 8 In vivo CTR dapat mencegah influks eosinofil ke jaringan. 6
CTR juga aman untuk diberikan kepada anak < 3 tahun bahkan sampai usia
7 bulan di samping dapat diberikan dalam bentuk tetes oral. 5

ETAC merupakan obat double, randomized, placebo-controlled study, yang
dilakukan 56 senter yang tersebar di 12 negara Eropa dan Canada pada
817 anak usia 12-24 bulan asal keluarga atopi (saudara atau satu orang
tua dengan alergi) dengan DA sedikitnya satu bulan dan tidak/belum
menunjukkan gejala asma.5,6 CTR diberikan 2x/hari (0,25 mg/kg) untuk
18 bulan dalam bentuk tetes oral. Kepada golongan plasebo juga
diberikan tetes oral plasebo, 2x/hari yang mempunyai rasa sama dengan
obat aktif. Pada akhir 18 bulan, ke 3 golongan akan dievaluasi untuk
kesediaan dan derajat berat asma.

IgE total dan spesifik terhadap pollen rumput, susu sapi, telur,
tungau debu rumah dan alergen kucing diperiksa pada awal penelitian,
3, 12 dan 18 bulan kemudian.

Sesudah itu akan diawasi 18 bulan lagi tanpa pengobatan untuk melihat
efek panjang cetirizine.

 

Hasil ETAC

Proporsi peningkatan IgE (total dan spesifik) pada kelompok CTR dan
plasebo adalah sama kecuali telur pada plasebo lebih tinggi dibanding
dengan kelompok CTR.

Penderita dengan nilai IgE total awal ³ 30 ku/I atau IgE spesifik >
0,35 kUA/I menunjukkan peningkatan risiko relatif insidens asma. Ini
terlihat pada pollen rumput, tungau debu rumah dan kucing. Selanjutnya
tidak ditemukan perbedaan statistik bermakna dalam insidens asma
antara kelompok CTR (37,7%) dan plasebo (38,0%). CTR tidak menurunkan
insidens asma yang bermakna pada bayi dengan peningkatan eosinofil.
Namun demikian, subkelompok CTR dengan nilai awal IGE total > 30 kU/I
atau IgE spesifik > 0,35 kUA/I menunjukkan penurunan insidens asma
lebih besar dibanding subkelompok plasebo pada tungau debu rumah
(p=0,005) dan pollen rumput (p=0,002) baik sendiri-sendiri maupun
dalam kombinasi.9

 <Picture>

Gambar 1. Insidens asma pada kelompok yang tersensitisasi dengan
tungau debu rumah (kiri) dan pollen rumput (kanan)

 

Kesimpulan ETAC

CTR dapat menurunkan insidens asma pada bayi yang menunjukkan
sensitivitas terhadap pollen rumput dan tungau debu rumah. CTR dapat
digunakan dalam pengobatan intervensi primer pada bayi dengan
dermatitis atopi yang tersensitasi dengan pollen rumput dan atau
tungau debu rumah untuk mencegah timbulnya asma.

 

Kepustakaan



1.Baseline Epidemiological Data from ETAC, 1997 2.Etac Science 1, Aims
1994 3.Etac Science 5, Aims 1996 4.Iris R. Baratawidjaja, Pramita P.
Baratawidjaja, Allan Darwis, Karnen G. Baratawidjaja. Allergy Profile
Study in Patients Attending a Private Allergy Clinic (in print MJI
July-Sept.1998) 5.Etac Science 2, Aims 1994 6.Etac Science 4, Aims
1996 7.Etac Science 6, Aims 1997 8.Etac Science 3, Aims 1994 9.Wahn U.
Allergic factors associated with the development of asthma and the
influence of cetirizine in a double-blind randomized placebo
controlled trial: Fistr result of ETAC. Pediatr Allergy Immunol
1998;9:116-124.



 

 

 




_________________________________________________________
DO YOU YAHOO!?
Get your free @yahoo.com address at http://mail.yahoo.com


Untuk melihat diskusi milis ini sebelumnya, klik:
http://www.mail-archive.com/balita-anda@indoglobal.com/

--------------------------------------------------------------------------
"Untuk mereka yang mendambakan anak balitanya tumbuh sehat & cerdas"
Berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]
Berhenti berlangganan, e-mail ke:  [EMAIL PROTECTED]
http://pencarian-informasi.or.id/ - Solusi Pencarian Informasi di Internet


Kirim email ke