this is a very good one as well ...

> ----------
> From:         [EMAIL PROTECTED][SMTP:[EMAIL PROTECTED]]
> Reply To:     [EMAIL PROTECTED]
> Sent:         Wednesday, April 21, 1999 4:14 PM
> To:   [EMAIL PROTECTED]
> Subject:      Re: [balita-anda] Buat para ayah dan calon ayah : AYAH JUGA
> LUPA
> 
> Purnomo
> 04/21/99 04:14 PM
> 
> Saya juga punya artikel nih, mungkin ada yang sudah pernah membacanya.
> 
> Ayah Juga Lupa
> W. Livingstone Larned
> 
>         Dengar, Nak: Ayah mengatakan ini pada saat kau terbaring tidur,
> sebelah tangan kecil merayap di di bawah pipimu dan rambutmu yang
> keriting pirang melekat pada dahimu yang lembap. Ayah menyelinap masuk
> seorang diri ke kamarmu. Baru beberapa menit yang lalu, ketika ayah
> membaca koran di ruang perpustakaan, satu sapuan sesal yang amat dalam
> menerpa. Dengan perasaan bersalah Ayah datang masuk ke pembaringanmu.
>         Ada hal-hal yang Ayah pikirkan, Nak; Ayah selama ini bersikap =
> kasar kepadamu. Ayah membentakmu ketika kau sedang berpakaian hendak
> pergi ke sekolah karena kau cuma menyeka mukamu sekilas dengan handuk.
> Lalu Ayah lihat kau tidak membersihkan sepatumu. Ayah berteriak marah
> tatkala kau melempar beberapa barangmu kelantai.
>         Saat makan pagi Ayah juga menemukan kesalahan. Kau meludahkan
> makananmu. Kau menelan terburu-buru makananmu. Kau meletakkan sikumu di
> atas meja. Kau mengoleskan mentega terlalu tebal dirotimu. Dan begitu
> kau baru mulai bermain dan Ayah berangkat mengejar kereta api, kau
> berpaling dan melambaikan tangan sambil berseru,"Selamat jalan, Ayah!"
> dan Ayah mengerutkan dahi, lalu menjawab, "Tegakkan bahumu!".
>         Kemudian semua itu berulang lagi pada sore hari. Begitu Ayah =
> muncul dari jalan, Ayah segera mengamati-mu dengan cermat, memandang
> hingga lutut, memandangmu yang sedang bermain kelereng. Ada
> lubang-lubang pada kaus kakimu. Ayah menghinamu di depan kawan-kawanmu,
> lalu menggiringmu untuk pulang ke rumah. Kaus kaki mahal dan kalau kau
> yang harus membelinya kau akan lebih berhati-hati! Bayangkan itu, Nak,
> itu keluar dari pikiran seorang ayah!.
>         Apakah kau ingat, nantinya ketika Ayah sedang membaca di =
> perpustakaan, bagaimana kau datang dengan perasaan takut dengan rasa
> terluka di dalam matamu? Ketika Ayah terus memandang koran, tidak sabar
> karena gangguanmu, kau jadi ragu-ragu di depan pintu. "Kau mau apa?"
> semprot ayah.
>         Kau tidak berkata sepatah pun, melainkan berlari melintas dan =
> melompat ke arah Ayah, kau melemparkan tanganmu melingkari leher saya
> dan mencium ayah, tangan-tanganmu yang kecil semakin erat memeluk dengan
> hangat, kehangatan yang telah Tuhan tetapkan untuk mekar di hatimu dan
> yang bahkan pengabaian sekali pun tidak akan mampu melemahkannya. Dan
> kemudian kau pergi bergegas naik tangga.
>         Nak, Nak, sesaat  setelah itu koran jatuh dari tangan Ayah, dan
> satu rasa takut yang menyakitkan menerpa Ayah. Kebiasaan apa yang sudah
> Ayah lakukan? Kebiasaan dalam menemukan kesalahan dalam mencerca, ini
> adalah hadiah ayah untukmu sebagai seorang anak lelaki. Bukan berarti
> Ayah tidak mencintaimu; Ayah lakukan ini karena Ayah berharap terlalu
> banyak dari masa muda. Ayah sedang mengukurmu dengan kayu pengukur dari
> tahun-tahun Ayah sendiri.
>         Dan sebenarnya begitu banyak hal yang baik dan benar dalam
> sifatmu. Hati mungil kecilmu sama besarnya dengan fajar yang memayungi
> bukit-bukit luas. Semua ini kau tunjukkan dengan sikap spontanmu saat
> kau menghambur masuk dan mencium Ayah sambil mengucapkan selamat tidur.
> Tidak ada masalah lagi malam ini,Nak. Ayah sudah datang ke tepi
> pembaringanmu dalam kegelapan, dan Ayah sudah berlutut disana, dengan
> rasa malu!
>         Ini adalah sebuah rasa tobat yang lemah; Ayah tahu kau tidak
> akan mengerti hal-hal seperti ini kalau Ayah sampaikan padamu saat kau
> terjaga. Tapi esok hari Ayah akan menjadi Ayah sejati! Ayah akan
> bersahabat karib dengamu, dan ikut menderita bila kau menderita dan
> tertawa bila kau tertawa. Ayah akan menggigit lidah Ayah kalau kata-kata
> tidak sabar keluar dari mulut Ayah. Ayah akan terus mengucapkannya kata
> ini seolah-olah sebuah ritual: "Dia cuma seorang anak kecil, anak lelaki
> kecil!"
>         Ayah khawatir sudah membayangkanmu sebagai seorang lelaki.
> Namun, saat Ayah memandangmu sekarang, Nak, meringkuk berbaring dan
> letih dalam tempat tidurmu, Ayah lihat bahwa kau masih seorang bayi.
> Kemarin kau masih dalam gendongan ibumu, kepalamu berada di bahu ibumu.
> Ayah sudah meminta terlalu banyak, sungguh terlalu banyak.
> 
> 
> 
> Untuk melihat diskusi milis ini sebelumnya, klik:
> http://www.mail-archive.com/balita-anda%40indoglobal.com/
> 
> --------------------------------------------------------------------------
> "Untuk mereka yang mendambakan anak balitanya tumbuh sehat & cerdas"
> Berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]
> Berhenti berlangganan, e-mail ke:  [EMAIL PROTECTED]
> http://pencarian-informasi.or.id/ - Solusi Pencarian Informasi di Internet
> 
> 
> 

Untuk melihat diskusi milis ini sebelumnya, klik:
http://www.mail-archive.com/balita-anda%40indoglobal.com/

--------------------------------------------------------------------------
"Untuk mereka yang mendambakan anak balitanya tumbuh sehat & cerdas"
Berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]
Berhenti berlangganan, e-mail ke:  [EMAIL PROTECTED]
http://pencarian-informasi.or.id/ - Solusi Pencarian Informasi di Internet


Kirim email ke