Dear netter,
Kalau saya nggak salah, dulu pernah ada diskusi tentang anak yang suka
ngamuk, berikut saya kirimkan artikel judulnya "Jika Anak Suka
Marah-marah", dari KOMPAS (kebetulan pas iseng, lagi buka-buka KOMPAS bulan
Februari). Mudah-mudahan ada gunanya. Mohon maaf artikelnya agak panjang,
kalau tidak berkenan bisa langsung di-trash aja...
Wassalam, 
Iffon L. Prihananto

JIKA ANAK SUKA MARAH-MARAH


        Sungguh mengesalkan. Di saat acara belanja belum usai, sibuyung tiba-tiba
merengek, menangis, marah-marah, tanpa alasan jelas. Yang lebih
menjengkelkan, ia berteriak-teriak atau bahkan menangis berguling-guling
sampai seluruh pengunjung toko melirik. Dibujuk seperti apa pun, si buyung
tetap pada pendiriannya: menangis, malah lebih keras.
        Temper tantrum, begitu gejala ini disebut, biasa terjadi pada balita,
terutama yang usianya berkisar antara 1-3 tahun, bahkan bisa juga sampai
4-5 tahun. Bentuknya beragam, mulai dari menangis biasa sampai berteriak,
menendang, memukul, dan menahan napas. Pendeknya, kelakuan si buyung
benar-benar MPO (menarik perhatian orang).
        Lora Grigsby dari Burlington, Washington (AS), misalnya, kepada majalah
Parents edisi Februari mengaku, Max, anaknya yang baru berusia empat tahun,
bisa tiba-tiba meledak untuk suatu hal yang sepele. "Biasanya ini terjadi
kalau ia perlu sesuatu dan tidak mendapat tanggapan cepat, misalnya kalau
saya sedang bicara dengan seseorang di telepon atau sedang membuat makan
malam," kata Lora.
        Mula-mula Max cuma merengek. Tetapi, dengan cepat tiba-tiba ibu dan anak
ini saling adu teriak. "Saya tidak mengerti mengapa ia (Max) bernada
tinggi," tutur Lora. Belakangan Lora sadar, kalau dirinya tenang,
sebetulnya masalah bisa diselesaikan dengan baik.
        Oleh karena itu, pertanyaannya sekarang, perlukah kita marah atas kelakuan
si kecil ini ? Bolehkah kita frustasi menghadapinya? Jangan, kata Dr. Heidi
Feldman, Direktur Bagian Pediatrik di RS Anak Pittsburgh (AS). "Tantrum
mestinya dilihat sebagai kesempatan mendidik, bukan bencana."
        Pada saat menangani anank tantrum, kita bisa menanamkan nilai-nilai yang
harus dipelajarinya. Misalnya, ketika kita bersikap tidak peduli pada si
buyung atau si upik yang ngamuk, ia akan belajar bahwa kelakuannya tak
pantas dilakukan.
        Akan tetapi, di lain pihak sebenarnya kita juga bisa bercermin dari
perilaku mereka. Maklum, anak-anak balita adalah peniru yang baik. Jika
orang tuanya mudah meledak dan kehilangan kontrol untuk mendapatkan apa
yang diinginkan, maka si buyung dan si upik pun akan melakukan gaya serupa.

Gampang-gampang susah
        Menangani anak tantrum sebenarnya gampang-gampang susah. Tetapi, ada
patokan umum yang bisa dipegang: jangan terlalu lunak, jangan terlalu
keras. Terlalu lunak, anak justru akan mempelajari betapa mudah merajuk.
Lain kali ia akan ulangi cara serupa. Sementara, penanganan yang terlalu
keras - misalnya, orang tua memukul pantat, mencubit, menjewer, atau
menggoyang-goyangkan tubuh anak - malah akan membuat anak trauma.
        Yang penting, orang tua harus tetap tenang. Jika orang tua ikut marah, ia
sebenarnya menurunkan derajat menjadi setingkat anak-anak lagi. Yakinkan
diri anda, bahwa anak itu sebenarnya tidak bersungguh-sungguh ingin
menyakiti. Ia cuma sekadar tak bisa mengatasi rasa marahnya.
        "Seorang anak bisa merasakan meningkatnya nada suara orang tua. Hal itu
malah akan meningkatkan emosi, akibatnya kemarahan anak malah menjadi-jadi.
Cobalah untuk ambil napas," kata Dr. Feldman.
        Jika orang tua sudah bisa tenang, baru cari tahu apa yang menyebabkan anak
marah-marah. Biasanya ada empat hal yang mengganggu: butuh perhatian,
lelah, lapar, dan merasa tidak nyaman. Selain itu, tantrum biasanya
merupakan bentuk frustasi anak ketika berhubungan dengan dunia luar, saat
ia ingin melakukan sesuatu tetapi tidak bisa. Pada orang tua, tantrum ini
bisa diibaratkan saat orang frustasi akibat tidak bisa menggunakan remote
control, misalnya. Lantas marah, keluar, dan membanting pintu.
        Pengetahuan tentang penyebab munculnya tantrum memudahkan orang tua untuk
menentukan perlakuan apa yang perlu diberikan. Kalau sang anak benar-benar
kecewa berat, bersikaplah yang menyenangkan dan membuatnya terhibur.
        Sebaliknya, jika ia cuma mengada-ada, jangan acuhkan dia. Pura-puralah
tidak peduli, meski tetap waspada, dengan mengawasi terus perilakunya dari
jarak tertentu. Yang penting, jangan tinggalkan dia sendirian, karena ia
akan merasa dibuang.
        Jika karena tidak diacuhkan, lantas anak Anda berlaku membahayakan,
segeralah membawanya ke tempat sepi agar ia bisa menenangkan diri (hal ini
juga berlaku jika tantrum muncul saat anda berdua di tempat umum). Tetapi,
bila anak sudah berusia sekolah, anda bisa menyuruhnya masuk ke kamar dan
meninggalkannya, dengan peringatan: ia tidak boleh keluar sebelum bisa
menenangkan diri.

Beri Pujian
        Tidak selamanya, tantrum harus berakhir dengan suasana hati tidak nyaman,
baik bagi orang tua maupun anak. Bagi anak tertentu, memang sulit untuk
mendamaikan hati. Tetapi jangan biarkan sang anak terus menerus memendam
rasa marah. Bantulah dia untuk mengatasi kemarahan, mendinginkan kegeraman,
dengan menjanjikan langsung padanya bahwa anda akan menbantunya.
        Berikanlah juga pujian bagi anak-anak yang bisa menenangkan diri, sesudah
marah-marah tak keruan. Bahkan, jika acara marah-marah sudah bubar
sepenuhnya, berilah pelukan dan ciuman. Ini memberi keyakinan pada anak,
"perang" yang sempat terajdi tidak mengubah rasa cinta Anda padanya.(fit)



Untuk melihat diskusi milis ini sebelumnya, klik:
http://www.mail-archive.com/balita-anda%40indoglobal.com/

--------------------------------------------------------------------------
"Untuk mereka yang mendambakan anak balitanya tumbuh sehat & cerdas"
Berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]
Berhenti berlangganan, e-mail ke:  [EMAIL PROTECTED]
http://pencarian-informasi.or.id/ - Solusi Pencarian Informasi di Internet


Kirim email ke