Ji... ada e-mail yang menyetuh.. pagi-pagi aku ngebaca, mataku  udah
berkaca-kaca. Kalau kamu enggak kali ya.... soalnya kamu kan belum punya anak
sih.

-----Original Message-----
From:   Iwans [SMTP:[EMAIL PROTECTED]]
Sent:   Friday, July 09, 1999 3:15 AM
To:     [EMAIL PROTECTED]
Subject:        [balita-anda] Renungan Sang Ayah

Rekan-rekan,

Saya warga baru di milis ini. Saya dapat tulisan ini dari seorang teman
di England. Saya sampai menangis membacanya, karena saya juga Ayah yang
terkadang membentak gadis kecilku,

Selamat membaca,


Iwan (Seorang ayah, seorang suami dan seorang wartawan)


AYAH JUGA LUPA

W. Livingstone Larned

Dengar, Nak : Ayah mengatakan ini pada saat kau terbaring tidur, 
sebelah tangan kecil merayap di bawah pipimu dan rambutmu yang ikal,
hitam dan lebat melekat pada dahimu yang lembap. 

Ayah menyelinap masuk seorang diri ke kamarmu. 
 
Baru beberapa menit yang lalu,  ketika ayah membaca koran di ruang
perpustakaan,  satu sapuan sesal yang amat dalam menerpa. Dengan
perasaan bersalah Ayah datang masuk ke pembaringanmu. 
 
Ada hal-hal yang Ayah pikirkan, Nak; 
Ayah selama ini telah bersikap kasar kepadamu. 
Ayah membentakmu ketika kau sedang berpakaian hendak pergi ke sekolah
karena kau cuma menyeka mukamu sekilas dengan handuk. 
Lalu Ayah lihat kau tidak membersihkan sepatumu. 
Ayah berteriak marah tatkala kau melempar beberapa barangmu ke lantai. 
Saat makan pagi Ayah juga menemukan kesalahan. Kau meludahkan makananmu.
Kau menelan terburu-buru makananmu. 
Kau meletakkan sikumu di atas meja. Kau mengoleskan mentega terlalu
tebal dirotimu. 
Dan begitu kau baru mulai bermain dan Ayah berangkat mengejar kereta
api, kau  berpaling dan melambaikan tangan sambil berseru,"Selamat
jalan,  Ayah!" dan Ayah mengerutkan dahi, lalu menjawab, "Tegakkan
bahumu!". 

Kemudian semua itu berulang lagi pada sore hari. 
Begitu Ayah muncul dari jalan, Ayah segera mengamati-mu dengan cermat,
memandang  hingga lutut, memandangmu yang sedang bermain kelereng.  Ada
lubang-lubang pada kaus kakimu. Ayah menghinamu di depan  kawan-kawanmu, 
lalu menggiringmu untuk pulang ke rumah. Kaus kaki mahal dan kalau kau
yang harus membelinya kau akan  lebih berhati-hati! 
 
Bayangkan itu, Nak, itu keluar dari pikiran seorang ayah!. 
Apakah kau ingat, nantinya ketika Ayah sedang membaca di perpustakaan,
bagaimana kau datang dengan perasaan takut dengan rasa  terluka di dalam
matamu? Ketika Ayah terus memandang koran,  tidak sabar karena
gangguanmu, kau jadi ragu-ragu di depan pintu. "Kau mau  apa?" 
semprot ayah. 

Kau tidak berkata sepatah pun, melainkan berlari melintas dan melompat
ke arah Ayah, kau melemparkan tanganmu melingkari leher saya dan mencium
ayah, tangan-tanganmu yang kecil semakin erat memeluk dengan hangat,
kehangatan yang telah Tuhan tetapkan untuk mekar di  hatimu dan yang
bahkan pengabaian sekali pun tidak akan mampu melemahkannya. Dan
kemudian kau pergi bergegas naik tangga. 

Nak, Nak, sesaat setelah itu koran jatuh dari tangan Ayah, dan satu rasa
takut yang menyakitkan menerpa Ayah. 
Kebiasaan apa yang sudah Ayah lakukan? 
Kebiasaan dalam menemukan kesalahan dalam mencerca, ini adalah hadiah
ayah untukmu sebagai seorang anak lelaki. 

Bukan berarti Ayah tidak mencintaimu; Ayah lakukan ini karena Ayah
berharap terlalu banyak dari masa muda. 
Ayah sedang mengukurmu dengan kayu pengukur dari tahun-tahun  Ayah
sendiri. Dan sebenarnya begitu banyak hal yang baik dan benar dalam
sifatmu. 
Hati mungil kecilmu sama besarnya dengan fajar yang memayungi
bukit-bukit luas. 
Semua ini kau tunjukkan dengan sikap spontanmu saat kau menghambur masuk
dan mencium Ayah sambil mengucapkan selamat tidur.
 
Tidak ada masalah lagi malam ini,Nak. Ayah sudah datang ke tepi
pembaringanmu dalam kegelapan, dan Ayah sudah berlutut  disana, dengan
rasa malu! 
 
Ini adalah sebuah rasa tobat yang lemah; Ayah tahu kau tidak akan
mengerti hal-hal seperti ini kalau Ayah  sampaikan padamu saat kau 
terjaga. 

Tapi esok hari Ayah akan menjadi Ayah sejati! Ayah akan bersahabat karib
dengamu, dan ikut menderita bila kau menderita dan tertawa bila kau
tertawa. Ayah akan menggigit lidah Ayah kalau kata-kata tidak sabar
keluar  dari mulut Ayah. 
Ayah akan terus mengucapkannya kata ini seolah-olah sebuah ritual: "Dia
cuma seorang anak kecil, anak lelaki kecil!" 
 
Ayah khawatir sudah membayangkanmu sebagai seorang lelaki. 
Namun, saat Ayah memandangmu sekarang, Nak, meringkuk berbaring dan
letih dalam tempat tidurmu, Ayah lihat bahwa kau masih seorang  bayi.
Kemarin kau masih dalam gendongan ibumu, kepalamu berada di bahu ibumu. 

Begitu mungil, begitu ringkih 
Ayah sudah meminta terlalu banyak, sungguh terlalu banyak. 

Maka Sesungguhnya, bersama kesulitan itu terdapat kemudahan sesungguhnya
bersama kesulitan itu terdapat kemudahan
 
Dan ketika suatu pekerjaan selesai kau tunaikan,segera beralihlah ke
pekerjaan yang lain,
 
Dan kepada Tuhanmulah kau berharap

Kunjungi:
http://www.balita-anda.indoglobal.com
"Untuk mereka yang mendambakan anak balitanya tumbuh sehat & cerdas"

------------------------------------------------------------------------
Berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]
Berhenti berlangganan, e-mail ke:  [EMAIL PROTECTED]
EMERGENCY ONLY! Jika kesulitan unsubscribe, kirim email ke:
[EMAIL PROTECTED]
http://pencarian-informasi.or.id/ - Solusi Pencarian Informasi di Internet









Kunjungi:
http://www.balita-anda.indoglobal.com
"Untuk mereka yang mendambakan anak balitanya tumbuh sehat & cerdas"

------------------------------------------------------------------------
Berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]
Berhenti berlangganan, e-mail ke:  [EMAIL PROTECTED]
EMERGENCY ONLY! Jika kesulitan unsubscribe, kirim email ke: 
[EMAIL PROTECTED]
http://pencarian-informasi.or.id/ - Solusi Pencarian Informasi di Internet






Kirim email ke