FYI > ---------- > From: Muh. Ramli Mustaha[SMTP:[EMAIL PROTECTED]] > Reply To: [EMAIL PROTECTED] > Sent: 05 Oktober 1999 10:05 > To: tulalitý;ý elektro_90_ftuh > Subject: [tulalit] Ayah dan Stress Anak > > From: "Muh. Ramli Mustaha" <[EMAIL PROTECTED]> > > > > Ummi No.05 Tahun XI, 1999 > > > > Ayah dan Stress Anak > > Adriano Rusfi > > Direktur Lembaga Pengembangan Ekonomi & Manajemen Syari'ah (LPEMAS) > > > > Ternyata anakpun bisa stres. Awalnya memang agak mengherankan: masa' > Si > > > > Kecil yang penuh dengan keceriaan dan nyaris "tanpa pikiran" itu bisa > > mengalami tekanan kejiwaan. Namun kenyataan kiwari tak dapat kita > ingkari > > bahwa anak sekarang semakin rentan terhadap stres. Yang > > lebih mengherankan lagi adalah terjadinya peningkatan yang berarti > > terhadap > > angka bunuh diri pada anak. Anak-anak Jepang sebagai pemegang rekornya. > > > > Yang paling sering di tuding menjadi biang keladi biasanya adalah > sistem > > > > pendidikan yang memberikan beban terlalu berat terhadap anak. Kurikulum > > padat dan PR yang luar biasa banyaknya. Setelah sistem pendidikan maka > > peran > > ibu juga banyak disalahkan, karena merekalah yang paling banyak > > berinteraksi > > dengan anak dan sekaligus menjadi ujung tombak pendidikan. Paling enak > > jadi > > ayah. Ayah jarang menjadi sasaran tudingan alasannya ayah hanyalah > seorang > > > > pencarai nafkah dan > > jarang berinteraksi dengan anak. Namun, dapatkah seorang ayah cuci > tangan > > sepenuhnya dari persoalan ini? Atau, jangan-jangan ayahlah yang justru > > menjadi biang keladi dari semuanya? > > > > Bahkan semuanya barmula dari ayah. Ya, karena ayahlah Sang Pemimpin. > > Ayah > > adalah The Man of Idea, orang dari mana visi, misi dan filosofi > > rumahtangga > > bersumber dan bermula. Ayah adalah sang pelempar batu. Dan ayah tak > > mungkin > > sembunyi tangan. Ayah dan suami adalah orang yang tak > > berhak berkata, "Anak dan istri saya susah diatur," karena kalimat yang > > benar adalah "Saya tak pandai mengatur anak dan istri" > > > > Seorang ayah sering berkilah bahwa ia hanya seorang pencari nafkah. Ia > > > harus pergi pagi pulang petang. Sedangkan sisanya adalah urusan istri. > > Maka, > > baiklah, kita akan memulai dari yang satu ini: > > nafkah. Karena boleh jadi segalanya berawal dari pandangan dan perlakuan > > > terhadap nafkah. > > > > Sering kali seorang ayah berpendapat bahwa ayah yang baik adalah > mereka > > yang mampu memberikan nafkah secara terjamin kepada keluarganya. > > Keterjaminan yang dimaksud biasanya meliputi tiga hal: jumlah, waktu, > dan > > konsistensi. Untuk mempermudah keterjaminan nafkah bagi keluarga maka > > sebagian ayah mewujudkan dengan cara yang dipandang paling pragmatis: > > menjadi pegawai. Dengan menjadi pegawai maka resiko ekonomi dapat > > diminimisir, bahkan dieliminir. > > > > Maka segalanya mulai menjadi rutin. Ada jam kerja yang rutin, ada jam > > makan yang rutin, ada waktu rekreasi yang rutin, jam tidurnya pun rutin. > > > Terakhir, ada nafkah yang rutin. Rutinitas ini membuat > > penafkahan memiliki jadwal pasti: Setoran ke Istri di awal bulan, SPP > > dibayar tepat waktu, kredit dilunasi sebelum jatuh tempo, dan piknik di > > akhir pekan jika kelebihan. Datar....segalanya menjadi > > saaaangat datar. Tidak ada riak, apalagi gelombang. Kantor telah > mengatur > > segalanya, dari menit ke menit. Bahkan jadwal sakit anak pun harus > diatur: > > > > di luar jam kerja atau hari libur. > > > > Alhasil, sulit untuk dielakkan bahwa anak yang tumbuh dalam keluarga > > semacam ini adalah anak-anak yang sama sekali tidak lentur. Bak sebilah > > bambu yang selalu kepanasan tanpa pernah kehujanan, atau selalu > kehujanan > > tanpa sekalipun diterpa sinar matahari: mudah lekang atau lapuk. > > Suasana rutinitas akan menumbuhkan anak manja rawan stres. Si anak > akan > > sangat panik ketika ternyata SPP bulan ini tak dapat dibayarkan tepat > > tanggal lima seperti biasanya. Jika janji ke Taman Safari ahad besok > > dibatalkan si anak akan merajuk berkepanjangan. > > > > Anak produk rutinitas datar yang menjemukan ini adalah anak dengan > > toleransi yang sangat buruk. > > Ketika jam tidur menjadi begitu rutin, maka terbangun satu jam lebih > > dini > > menjadi begitu menyakitkan. Kamar tidur yang tiba-tiba harus ditempati > > orang > > lain telah membuat tidut tidak lagi nyenyak. Sedangkan debu nakal yang > > menempel di karpet bersih bisa memunculkan alergi. > > > > Akhirnya, anak produk disiplin struktural semacam ini akan menjadi > anak > > yang miskin rasa ridho terhadap situasi tak menyenangkan. Akibat > minimnya > > rasa ridho terhadap takdir buruk ini akhirnya anak sering gagal dalam > > beradaptasi terhadap kenyataan yang harus dihadapinya.. Padahal ridho > > adalah > > kemampuan lahir batin untuk beradaptasi terhadap kehendak Allah SWT. > > Inilah > > kemudian yang ,emembuat manusia dapat tinggal di kutub yang membeku atau > > di > > gurun yang menyengat. > > > > Maka adalah bijak bagi seorang ayah untuk membangun kelenturan yang > > tinggi > > pada anak dan seluruh anggota keluarga agar tak mudah patah dan menjadi > > stres. Ajarilah mereka hidup bergelombang, karaena fluktuasi adalah > > sunnatullah ekonomi yang mustahil diingkari. 'Ajaklah > > mereka tinggal di sebuah kapal yang berlayar di atas ombak besar', agar > > mereka tak mudah mabuk laut dan muntah hanya karena belaian riak kecil. > > > > Ayah yang bijak adalah ayah yang mendidik anak dan seluruh anggota > > keluarganya bahwa hidup adalah esiko dan keserbamungkinan. Jangan racuni > > > mereka dengan keserbapastian. Kaena dalam ikhtiar manusia yang ada > > hanyalah > > keserbamungkinan. Ajaklah mereka ke surga dan surga itu > > terletakdi bawah naungan resiko. > > > > "Apakah kalian mengira akan masuk surga, padahal belum kalian rasakan > > (resiko) sebagaimana yang telah dialami umat kalian. Mereka telah > > menderita > > kesusahan, kemudharatan, dan keguncangan, sehingga berkatalah Rasul dan > > orang-orang yang beriman bersamanya : "Kapankah > > datangnya pertolongan Allah?" Ketahuilah, bahwa sesungguhnya pertolongan > > > Allah itu dekat." > > > > "Dan sungguh akan kami uji kalian dengan satu cobaan berupa ketakutan > > dan > > kelaparan dan kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah > > kabar > > gembira kepada orang-orang yang sabar" > > > > Dan ayah yang demikian adalah ayah dengan mentalitas kewirausahaan, > > bukan > > seorang pengejar riba yang hidup anti resiko. Ayah demikian adalah ayah > > yang > > berkeyakinan bahwa riba bukanlah semata-mata persoalan membungakan uang. > > > Esensi riba adalah upaya perolehan ekonomi tanpa resiko. Ayah yang bijak > > > bukanlah ayah yang menjerumuskan keluarganya kepada siklus ekonomi > > kebinatangan yang bulat total serta pasti. Karena hanya binatanglah yang > > > memiliki kepastian > > ekonomi. Sedangkan bagi manusia, sebagai konsekuensi ikhtiar, yang ada > > hanyalah peluang. > > > > Insya Allah, melalui ayah yang demikian akan tumbuh anak yang memiliki > > > daya tahan terhadap stres. Kita pun akan lega melepaskan mereka ke masa > > depan. Jika ia laki-laki, kita cukup membekalinya dengan kapak dan tali. > > > Jika ia perempuan, kita tak perlu khawatir jika kelak suaminya > membawanya > > tinggal di hutan.? > > > > > > --------------------------- ONElist Sponsor ---------------------------- > > Choose from a wide selection of high-quality newsletters at ONElist. > For details on ONElist's PROS&PUNDITS newsletters, click below. > <a href=" http://clickme.onelist.com/ad/prospun2 ">Click Here</a> > > ------------------------------------------------------------------------ > Call Ended Community > Kunjungi: http://www.balita-anda.indoglobal.com "Untuk mereka yang mendambakan anak balitanya tumbuh sehat & cerdas" ------------------------------------------------------------------------ Etika berinternet, kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] Berhenti berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED] EMERGENCY ONLY! Jika kesulitan unsubscribe, email: [EMAIL PROTECTED] Panduan Menulis Email yang Efektif http://hhh.indoglobal.com/email/ http://pencarian-informasi.or.id/ - Solusi Pencarian Informasi di Internet