Wa'alaikum salam wr wb

Tidak jarang saya mendengar seperti ini.
Saya jadi bertanya, apakah semua ayah begitu bejadnya sehingga tidak
menyayangi anaknya?
Apakah memang tidak ada seorang ayahpun yang begitu mulia hatinya demi
anak-anaknya?
Bagaimana dengan seorang ayah yang harus bergulat dengan sampah, mengangkat
beban berat di pelabuhan, bergulat dengan api memadamkan kebakaran mencari
nafkah demi anak-anaknya yang harus makan, untuk membayar sekolah, membayar
utang, membayar ini, ...itu.....bagaimana....?
Adakah yang pernah membicarakan hal ini....? Saya belum pernah
mendengarnya.
Kalau begitu semua ayah bukan ahli surga yach.....!?

Papanya Tasya



Please respond to [EMAIL PROTECTED]

From: Anna Dwiyana <Anna @ jsx.co.id> on 02/15/2000 06:07:10 AM GMT
To:   "'[EMAIL PROTECTED]'" <balita-anda @ indoglobal.com>
cc:    (bcc: HERI PUJI/PARTS/UNITED_TRACTORS)
Subject:  [balita-anda] FW: [Keluarga-Sakinah] Ibu yang dibenci




Assalamu 'alaikum Wr. Wb.

Insya Allah berguna untuk bahan bacaan dan renungan.

Wassalamu 'alaikum Wr. Wb.

Anna Dwiyana



-----Original Message-----
From: Ummu Ja'far - [mailto:[EMAIL PROTECTED]]
Sent: Tuesday, February 15, 2000 12:34 PM
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: [Keluarga-Sakinah] Ibu yang dibenci


http://www.ummigroup.co.id/ummi/index.html

Ibu yang Dibenci

Suatu sore di bulan Ramadhan, depan Metropolitan Mall Bekasi. Langit masih
menyisakan gerimis setelah hujan lebat  mengguyur bumi. Air sungai
Kalimalang yang keruh naik ke permukaaan. Aroma selokan mampet menyeruak.
Seorang perempuan berdiri di perempatan jalan sambil menggendong bocah
berbilang bulan. Tangan kanannya menyeret paksa anak perempuan usia tujuh
tahunan.  "Ayo, cepet! Goblok, mau makan apa, lu!" tangannya mendorong
keras

kepala si anak. "Dasar anak engga tau diri. Sialan, tolol, awas lu!"
teriakannya memecah udara ketika sang anak malah lari menjauh sambil
memeletkan lidahnya. "Ini, lagi. Diam, brengsek!" mulutnya kembali memaki
ketika bayi dalam gendongannya menangis, mungkin karena kaget.  Acuh tak
acuh dilangkahkan kakinya menuju antrian mobil di lampu merah. Tangannya
mengetuk kaca mobil sambil menadahkan tangan. Wajahnya dingin. Barangkali
begitu pula
hatinya. ???

Hari itu 22 Desember. Perempuan Indonesia memperingatinya sebagai hari Ibu.
Begitu mulianya perempuan sebagai ibu, hingga Rasulullah menaikkannya tiga
derajat di atas sang ayah dan meletakkan surga di bawah tapak kakinya. Ibu
adalah sosok mulia. Kepadanya Allah nisbatkan sifatNya yang agung  -ar
rahiim- sebagai  wadah mengandung anak-anaknya. Ini adalah isyarat,
seyogyanya perempuan dapat bersikap halus, lembut dan welas asih,
setidaknya

bagi anak-anak yang dilahirkan dari rahimnya sendiri. Ikatan batin selama
sembilan bulan lebih adalah modal dasar baginya untuk mengolah rasa dan
emosi sang anak. Wajar, bila kemudian ibu seperti sekolah. Bermain dan
bercengkrama dengan ibu adalah bersekolah. Senyum, tutur kata, bahkan rasa
kesal dan sedihnya adalah pembelajaran hakiki. Beruntunglah bila kita
mempunyai ibu sejati.  Keteduhan jiwa ibu adalah tempat berlabuh yang mampu
mengobati segala lara.  Bagaimana dengan bocah perempuan tujuh tahun yang
berani memantati dan memeletkan lidah kepada ibunya? Bisa jadi ia pun dulu
adalah bayi dalam gendongan yang selalu dihardik dan dikasari, diajak
berpanas dan berhujan-hujan, bahkan dimanipulasi untuk sesuap nasi....
   Kemiskinan dan kesengsaraan memang membuat manusia kehilangan nurani.
Seorang ibu pun bisa kehilangan nurani karena kepahitan hidup. Hanyakah ibu
yang berlimpah materi yang dapat melimpahi kasih sayang sejati pada
anaknya?

  Jika begitu, kasihan sekali para ibu papa. Ia akan menuai kebencian  dari
anak yang dikandung dan dilahirkannya sendiri.... ???

Seorang perempuan miskin dengan dua putrinya yang masih kecil datang ke
rumah Aisyah ra. Karena iba,  istri Rasulullah itu memberikan tiga biji
kurma. Dengan penuh kasih disuapinya mulut mungil putrinya
yang memang sedang lapar. Tinggal sebiji kurma untuknya. Baru saja mulutnya
membuka, putrinya merengek. Sambil tersenyum, dibelahnya sebiji kurma itu
lalu  diserahkan pada anak-anaknya. Ia sendiri
menanggungkan lapar.  Aisyah menceritakan hal itu pada Nabi. "Sungguh Allah
telah menentukan baginya surga atau Allah akan membebaskannya dari api
neraka disebabkan anaknya...." (DSW)
______________________________________________________
Get Your Private, Free Email at http://www.hotmail.com



_______________________________________________
Keluarga-Sakinah mailing list
[EMAIL PROTECTED]
http://www.halteknet.com/milis/listinfo/keluarga-sakinah

Info balita, http://www.balita-anda.indoglobal.com
Kirim bunga untuk handaitaulan & relasi di jakarta http://www.indokado.com
Situs sulap pertama di Indonesia http://www.impact.or.id/dmc-sulap/
Etika berinternet, kirim email ke: [EMAIL PROTECTED]
Berhenti berlangganan, e-mail ke:  [EMAIL PROTECTED]














Info balita, http://www.balita-anda.indoglobal.com
Kirim bunga untuk handaitaulan & relasi di jakarta http://www.indokado.com 
Situs sulap pertama di Indonesia http://www.impact.or.id/dmc-sulap/
Etika berinternet, kirim email ke: [EMAIL PROTECTED]
Berhenti berlangganan, e-mail ke:  [EMAIL PROTECTED]









Kirim email ke