> Tanya Jawab(11): > Ajaran Islam Menghadapi Kelahiran Seorang Bayi > --------------- > Tanya: > --------------- > Assalamu'alaikum Wr. Wb. > > Saya ingin bertanya tentang kewajiban seorang calon > orang tua yang Insya Allah akan mendapatkan seorang > anak. > 1. Sewaktu istri akan melahirkan, apa yang sebaiknya > dilakukan oleh calon bapaknya? > 2. Setelah anak lahir di dunia (dan Insya Allah istri & > anaknya dalam keadaan selamat juga sehat wal'afiat), > apa saja yang disunnahkan oleh Rasullulah? > > Wassalamu'laikum Wr. Wb. > Gaffar > > --------------- > Jawab: > --------------- > Dalam menghadapi perubahan-perubahan kehidupan dunia > yang demikian pesat, tidak hanya kita yang perlu > mempersiapkan bekal mental-spiritual, agar tidak > tergelincir dalam dosa dan kebutaan hati, lebih-lebih > lagi adalah generasi yang lebih muda, yang akan > menghadapi perubahan-perubahan yang lebih cepat lagi. > Pendidikan, pengajaran dan praktek agama yang mengisi > rohani dapat kita rasakan pentingnya. Untuk itu > ajaran-ajaran Islam telah mempersiapkan berbagai > perangkat, di antaranya adalah pendidikan dan praktek > agama sejak bayi dilahirkan. > > 1. Seorang calon ayah atau ibu amat was-was menunggu > kelahiran bayinya. Pada sat-saat seperti itu mereka > berdoa sebagaimana Nabi Zakaria (Ali Imran 38) > "Tuhanku, karuniakanlah kepadaku dari sisi-Mu keturunan > yang baik. Sungguh Engkau Maha Mendengar permohonan." > > 2. Dan saat tiba waktunya sang bayi lahir, terurailah > senyum tawa, menyaksikan sang bayi yang lucu, yang baru > lahir dan ibu bayi yang selamat. Tak lupa diucapkan > "alhamdulillah" sebagai rasa syukur ke hadirat Allah. > > 3. Sejak saat itu pendidikan dan praktek agama bagi > sang bayi dimulai. Dengan penuh sigap sang ayah > mengumandangkan azan di telinga kanan dan iqamah > (qamat) di telinga kiri. Agar kalimat-kalimat tauhidlah > yang pertama-tama ia dengar, sehingga pada akhir > hayatnya kalimat kalimat itu pulalah yang akan ia > dengar dan ia ucapkan. > > 4. Pada hari ketujuh sebagai ungkapan rasa syukur dan > sebagai bekal bagi sang bayi dilaksanakan upacara > "aqiqah". Ia merupakan kesaksian dari anggota > masyarakat atas kehadirannya dan penerimaan mereka. Ia > merupakan isyarat dan harapan bahwa sang bayi nantinya > siap untuk berkorban dan memberi manfaat bagi > masyarakatnya. > > Upacara "aqiqah" sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah > saw adalah: > "Kul-lu ghulâmin rahînatum bi 'aqîqatih, > tudzbahu 'anhu yauma sâ-bi-'ih, > wa yusam-mâ fîh, wa yuhlaqu ra'sah." (H.R.Lima) > Artinya: > "Setiap anak tergadai pada aqiqahnya, > dilakukan dengan menyembelih (ternak) pada hari ke > tujuh, > diberikan namanya dan dipotong rambutnya." > > Kata "aqiqah" berarti memotong, karena pada saat itu > dipotong ternak untuk jamuan dan dipotong rambut sang > bayi. Hukum melaksanakan "aqiqah" adalah sunnah > muakkadah, atau sunnah yang kuat. Kata tergadai dalam > hadits tadi diartikan oleh Imam Ahmad bin Hambal > sebagai, "orangtua tidak mendapatkan syafaat dari > anaknya sampai dilaksanakan "aqiqah" untuknya". > Sehingga upacara "aqiqah" menurut para ulama dapat > dilaksanakan sampai anak menjadi besar atau baligh. > > Jumlah ternak yang dipotong, dua ekor kambing untuk > anak laki-laki dan seekor untuk anak perempuan. Kambing > yang sudah berumur setahun, yang sehat, yang tidak > cacat, dengan harapan agar sang anak sehat dan tidak > cacat, dan diniatkan dipotong untuk kurban sang bayi. > Daging kambing disunnahkan untuk dimasak dengan > dicampur bumbu yang manis, dengan harapan sang anak > tumbuh dengan akhlaq yang elok. Lalu dihidangkan kepada > para undangan. Hanya bagian kakinya, disunnahkan untuk > diberikan pada sang bidan yang ikut melahirkan sang > anak. > > Rambut sang bayi dipotong gundul dan disunnahkan untuk > memberikan sedekah seberat timbangan rambut tadi dengan > emas atau perak. Sang bayi juga diberi makanan yang > manis, kurma yang dihaluskan, dengan harapan akan > menjadi anak yang manis dan generasi penerus yang > melaksanakan kebajikan. > > 5. Sang bayi juga diberi nama yang baik. Dalam sebuah > hadits disebutkan: > "Min haq-qil waladi 'alal wâlid, ay-yuhsina adabahu wa > yuhsinasmah" > "Merupakan sebagian dari hak seorang anak atas > orangtuanya adalah mendidiknya dengan baik dan > memberikan nama yang baik." > > Perlu kami garis bawahi di sini tentang pemberian nama. > Nama yang terbaik bagi seorang bayi laki-laki adalah > Abdullah dan Abdurrahman. Setelah itu nama para rasul, > nabi, malaikat, orang-orang yang salih dan yang > memiliki arti yang baik. Semua itu dengan harapan bahwa > sang bayi nantinya akan tumbuh dengan menjadikan > namanya sebagai referensi. Kalau namanya Abdullah, maka > ketika ia hendak berbuat tak baik, dan tak sengaja > dipanggil, ia akan teringat peraturan-peraturan Allah, > dan tak jadi berbuat aniaya. Dan begitulah seterusnya. > > Pada masa ini, banyak orangtua yang melupakan kewajiban > ini, yang merupakan hak dari sang anak. Diambilnya nama > dengan tidak memakai referensi "shalih". Bahkan > sebagian memberi nama anaknya mengikuti kemarahan > hatinya. Maka tidaklah juga dapat disalahkan sang anak > ketika besar bukan referensi "shalih" yang digunakan. > Karena sang anak tidak mendapatkan haknya, maka lupalah > ia akan kewajibannya. Pada akhirnya orangtualah yang > kewalahan. > > -- > Dijawab oleh: Ustadz Muhammad Taufiq Prabowo > Dewan Asaatidz Pesantren Virtual > > > > >> www.jajak.com >> Pilih jawabannya dan rebut hadiahnya << >> Kirim bunga ke-20 kota di Indonesia? Klik, http://www.indokado.com >> Info balita, http://www.balita-anda.indoglobal.com Etika berinternet, email ke: [EMAIL PROTECTED] Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]