Penyakit Rinitis Alergi Turunkan Kualitas Hidup Surabaya, Kompas Rinitis alergi sebagai penyakit keturunan meski bukan penyakit yang mematikan manusia, mampu menurunkan kualitas hidup. Pengobatan terhadap penyakit dengan gejala utama bersin, gatal hidung, beringus, dan hidung tersumbat, bukan menghilangkan penyakitnya tetapi sekadar mengurangi gejalanya. Demikian diungkapkan dr Teti Madiadipoera Sp THT dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung, pada simposium "Alergi dan Kualitas Hidup pada Abad ke-21" yang digelar PT Aventia Pharma di Surabaya, Minggu (28/5). "Menurunnya kualitas hidup otomatis berdampak pada penghasilan penderita rinitis alergi," katanya. Hal senada dikemukakan dr Roestiniadi Djoko Soemantri Sp THT dari Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya. "Upaya dini menghindari penyakit rinitis alergi pada anak, gunakan kasur busa, jauhkan karpet dan tumpukan buku dari kamar tidur, serta hindari pemakaian kelambu." Ditambahkan, karena penyakit ini kumat-kumatan sepanjang tahun (perenial) dan gejalanya sering mengganggu, penderita harus diberi edukasi dengan komunikasi dua arah antara dokter dan pasien, agar penderita aktif menangani penyakitnya atau self management. "Usaha lain mengubah perilaku sakit menjadi perilaku sehat dengan meningkatkan komunikasi dokter, baik dengan pasien maupun keluarganya, sehingga tercapai normal life," kata dr Roestiniadi. Kurang tidur Gejala pada penyakit rinitis alergi itu sangat mengganggu konsentrasi penderitanya, sehingga tak jarang penderita menjadi kelelahan akibat kurang tidur. "Kurang tidur yang sering dialami penderita mengakibatkan psikomotor atau keterampilan penderita dan daya ingat terganggu, karena hidungnya tersumbat atau bersin. Dampaknya produktivitas menurun," ujarnya. Terganggunya aktivitas sehari-hari penderita rinitis alergi, menurut hasil penelitian Internasional Congress of Allergy and Clinical Immunology (IAACI) Cancun Meksiko, kata dr Teti lagi, yakni di Amerika Serikat terdapat 3,4 juta orang kerjanya terganggu. Di Indonesia belum ada penelitian berapa besar dampak dari kurangnya produktivitas pekerja yang menderita rinitis alergi. Meski demikian, data dari rumah sakit besar di Indonesia menunjukkan, hampir 20 persen pasien yang berobat ke rumah sakit menderita rinitis alergi. Menurut dr Teti yang sehari-hari bekerja di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung ini, penderita rinitis alergi terbanyak menyerang anak usia sekolah dan usia produktif. (eta)