Bagi yang belum sempat baca, berikut saya copykan artikel dari nakita online no. 40 
tahun I. Semoga ada manfaatnya.

endra
******************************
      TUBERCULOSIS PADA ANAK

      Gejalanya berbeda dengan yang terjadi pada orang dewasa. Batuk bukanlah ciri 
utama gejalanya. 
      "Saya agak was-was dengan kondisi anak saya. Belakangan ini badannya sering 
panas. Memang sembuh setelah diobati, tapi tak lama kemudian timbul lagi. Selain itu, 
ia pun tampak selalu lesu dan berat badannya tak naik-naik," keluh Ibu Ima. 


      Ibu Ima tak mau menunggu lagi, ia segera membawa si kecil ke dokter. Hasil 
diagnosa dokter menunjukkan bahwa buah hatinya terkena tuberculosis (TB/TBC). 


      Bagaimana bisa sampai terjadi TB pada anak? Mari ikuti penjelasan Dr. Nastiti N. 
Rahajoe, Sp.A (K). 


      GEJALA UMUM 


      Penyakit TB ini disebabkan basil tuberculosis yang disebut Mycobacterium 
tuberculosis. "TB, terutama pada anak merupakan penyakit yang didapat atau ditularkan 
dari orang dewasa," jelas Kepala Sub. Bag. Pulmonologi bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI 
ini. 


      Gejala utama adanya TB pada anak yang harus dicurigai adalah panas badan atau 
demam yang berkepanjangan. Dan tidak juga turun kendati sudah diobati oleh berbagai 
macam obat penurun panas. Misalnya, satu bulan demam tinggi dan adakalanya tak terlalu 
tinggi. Biasanya suhu tubuh berkisar antara 38-39 derajat celcius. Rata-rata stabil 
dengan suhu 38 derajat celcius (subfebril). 


      Kemudian nafsu makan anak akan berkurang, sehingga berat badan tak mau naik-naik 
kendati sudah menkonsumsi makanan bergizi. Bahkan, berat badan cenderung turun. Anak 
tampak kurus, lesu dan tak bergairah. 


      Adakalanya dibarengi batuk. Tetapi, tandas Nastiti, batuk bukan merupakan gejala 
utama TB pada anak. "Kalau pada orang dewasa, kan, justru muncul batuk yang 
berkepanjangan." Bisa juga timbul gejala lainnya seperti adanya diare yang kronik. 
Walau diare ini tak tergolong berat, tapi berlangsung terus menerus, dan tak bisa 
diobati dengan obat diare biasa. 


      MENYEBAR KE SELURUH TUBUH 


      Umumnya TB pada orang dewasa (TB post primer) terlokalisir di paru-paru. Hal ini 
disebabkan karena tubuh orang dewasa telah memiliki kekebalan, sehingga basil TB yang 
masuk hanya terlokalisir di paru-paru saja. 


      "Sedangkan yang terjadi pada anak-anak, selain di paru-paru, juga terdapat 
penyebaran ke seluruh tubuh," terang Nastiti, yang juga menjabat Ketua Sub Komite Ahli 
DepKes dalam Gerakan Terpadu Nasional TB. Hal ini terjadi karena belum ada kekebalan 
alami dari tubuh, saat basil TB jenis primer masuk ke paru-paru. "Akibatnya, basil ini 
tidak tinggal diam di paru-paru saja. Tetapi akan menyebar melalui saluran limpa ke 
kelenjar dan masuk ke aliran darah, kemudian menyebar ke seluruh tubuh." Sehingga 
terkadang ditemui adanya TB tulang, TB hati dan limfa, TB selaput otak atau 
meningitis. 


      Yang penting diketahui, tandas Nastiti, penularan penyakit TB selalu melalui 
udara. "Pertama kali masuk ke paru-paru, berkembang biak lalu masuk ke aliran darah 
dan menyebar ke seluruh tubuh." 


      Pada anak, lanjutnya, penyakit TB biasanya ditularkan dari orang dewasa. Orang 
dewasa pengidap TB yang batuk akan mengeluarkan basil tuberculosis. Sehingga partikel 
kecil-kecil (di bawah 10 micron) yang mengandung basil tersebut bisa beterbangan lama 
di udara. Dan udara inilah yang terhirup oleh anak. 


      Jadi, bila di rumah atau di sekitar rumah terdapat pengidap TB, orang tua harus 
waspada karena dikhawatirkan anaknya akan tertular. Terlebih bila udara dalam rumah 
kurang, tak ada ventilasi dan kurangnya sirkulasi udara, tak ada sinar matahari, di 
perumahan yang padat, karena tempat-tempat seperti itu nyaman untuk hidup dan 
berkembangnya basil tuberculosis. 


      BISA SEJAK BAYI 


      Kendati demikian, tidak berarti anak harus diisolir dari lingkungannya. Karena, 
jelas Nastiti, anak pengidap TB tidak akan menularkan penyakitnya pada lingkungannya. 
Disamping itu, tandas Nastiti, "tak semua anak yang kemasukan atau terinfeksi basil TB 
akan sakit TB." Hal tersebut sangat tergantung pada daya tahan tubuh anak dan 
virulensi/keganasan basil TB-nya. Juga dari dosisnya, misalnya kalau pengidap TB 
seringkali batuk dalam suatu ruangan, maka kuman yang ada pun bisa banyak. "Sehingga 
bisa mengalahkan daya tahan tubuh anak meskipun kecukupan gizi anak tersebut baik," 
ujar Nastiti. 


      Bisa juga terjadi basil TB itu mati atau hanya bersarang di dalam tubuh. Jadi, 
basil tersebut hidup di dalam tubuh, tetapi tak aktif dan tak mengganggu. Nah, begitu 
anak beranjak dewasa, basil itu bisa saja berubah menjadi aktif apabila kondisi 
tubuhnya tak baik, atau karena imunitasnya kurang. Tetapi, karena tubuh sudah mengenal 
basil tersebut, maka hanya terlokalisir di paru-paru saja tanpa komplikasi di tempat 
lain. 


      Untuk mengetahui ada tidaknya TB pada anak dilakukan tes Mantoux (sesuai nama 
penemunya). Tes ini bisa dilakukan sedini mungkin, misalnya usia 1-2 bulan. Tes ini 
dilakukan dengan menyuntikkan zat tuberculin. Penyuntikan dilakukan terhadap kulit 
dengan tidak terlalu dalam, agar reaksinya dapat terlihat. Reaksinya berupa warna 
merah pada kulit dan agak keras menonjol. Bila hasil tes positif berarti menunjukkan 
adanya infeksi. Tes ini dilanjutkan dengan foto rontgen paru-paru untuk menentukan ada 
tidaknya TB aktif. 


      BCG-ITIS 


      Apa yang harus dilakukan untuk mencegah TB? Seperti kita tahu, pencegahan 
dilakukan dengan pemberian vaksin BCG. Biasanya disuntikkan di bahu atau paha. 
Pemberian dilakukan sedini mungkin, usia 1-2 bulan. Dan pemberiannya harus diulang 
sesuai yang dijadualkan dokter. Menurut Nastiti, hal ini dilakukan karena bila terlalu 
dini, pembentukan kekebalan pada bayi sendiri belum sempurna. Tetapi, bila pemberian 
vaksin terlambat bayi akan mudah tertular dari lingkungan sekitarnya. Pemberian vaksin 
BCG sendiri, lanjut Nastiti, baru efektif dan memberikan imunitas/kekebalan setelah 
2-3 bulan penyuntikan. "Dalam masa tersebut anak belum terlindungi dan masih bisa 
terkena TB. Jadi, orang tua pun harus waspada, jangan dianggap bahwa hari ini disuntik 
BCG berarti besok anak sudah kebal TB," jelas Nastiti. Kecuali itu, keberhasilan 
imunisasi BCG ini tidak seratus persen. "Jadi, jangan mentang-mentang sudah 
diimunisasi lantas menganggap enteng penyakit ini." 


      Yang jelas, penyuntikan vaksin BCG sering menimbulkan efek bekas berupa benjolan 
seperti bisul. Biasanya terdapat di tempat suntikan atau di daerah kelenjar yang 
bereaksi, misalnya di ketiak atau selangkangan. Ibu tak perlu khawatir jika terjadi 
hal semacam itu, karena justru hal tersebut menunjukkan suatu reaksi kekebalan. Dengan 
kata lain, respon imunitasnya bagus. 


      Memang reaksi yang ditimbulkan berbeda satu sama lain. Ada yang reaksinya 
berlebihan, sehingga benjolan tampak agak besar (BCG-itis). Ada juga yang hanya 
mengakibatkan benjolan kecil saja, bahkan tak teraba. "Hal tersebut bukanlah masalah. 
Dengan anak bertambah besar benjolan tersebut relatif akan menghilang," kata Nastiti. 


      Tetapi, jika bekas suntikan tersebut sampai menimbulkan abses, sebaiknya segera 
diperiksa dokter untuk dibersihkan. Jika didiamkan saja, dikhawatirkan berkembang 
menjadi infeksi. 






       

      Dedeh Kurniasih . Foto : Rohedi (nakita) 

     

      PENCEGAHAN TB PADA ANAK


      Mencegah selalu lebih baik dari mengobati. Nah, untuk mencegah agar tidak 
terjadi TB pada anak, sebaiknya Anda melakukan hal-hal berikut ini: 


      * Hidup sehat dengan menciptakan lingkungan yang sehat; ventilasi rumah baik, 
sinar matahari masuk dengan baik, makanan bergizi yang baik. 


      * Berikan anak Anda imunisasi BCG. 


      * Jika orang tua berisiko tinggi TB dan takut menulari anak, maka berilah obat 
pencegahan INH pada bayi Anda. Dan tentu saja, orang tua pun menjalani pengobatan TB 
dengan benar. 



      Dedeh 

     

      PENGOBATAN TB PADA ANAK


      * Pemberian Obat 
      Jika anak terkena TB, dokter akan memberi obat anti TB dan obat kombinasi. Ada 
tiga jenis obat standar TB yaitu, INH yang dipakai sebagai obat pencegahan. Kemudian 
ditambah Rifampisin, dan Pirazinamide. Pemberian obat minimum selama 6 bulan. 


      Jika TB yang diderita berat atau hebat sekali, misalnya sampai meningitis, 
pengobatan bisa memakan waktu 9-12 bulan. Dan ini pun bisa dicapai berkat perkembangan 
obat-obatan yang lebih baik. Sebelumnya bisa mencapai 18-24 bulan dengan dosis yang 
banyak. 


      Jika pengobatan tersebut belum memadai, masih akan dilanjutkan dengan menambah 
obat Etambutol dan suntikan Streptomicin selama 4-5 bulan yang disuntikkan setiap 
hari. Bahkan bisa sampai menjalani rawat inap. Yang paling penting, pemberian obat 
sesuai dengan dosis yang diberikan dokter dan diberikan dengan jadual teratur. 


      * Check Up
      Usai pengobatan akan dilakukan evaluasi. Biasanya pada dua bulan pertama sudah 
kelihatan ada perubahan, misalnya berat badan naik, demam mereda, bila ada diare maka 
akan berkurang juga. Jangan menghentikan pengobatan, kendati kondisi si anak mulai 
membaik. Tujuannya untuk mencegah agar tidak kambuh lagi. Karena jika kambuh lagi, 
basilnya akan kebal dan pengobatannya sangat sulit. Dengan demikian pengobatan TB 
harus dilakukan tuntas. Karena itu orang tua harus bisa memotivasi anak agar mau 
berobat secara teratur. 


      Kemungkinan kambuh tetap ada kendati sudah sembuh benar. Misalnya, ketika kecil 
terkena TB kemudian kambuh saat sudah dewasa. Karena itu, perlu dilakukan check-up 
rutin setiap tahun. Terutama pada usia rawan, yaitu saat balita dan masa akil balik. 


      * Tetap Bersosialisasi
      Jangan mengisolasi anak karena ia menderita TB. Perlu diketahui TB pada anak 
tidak menular. Biarkan ia sekolah dan bermain sebagaimana mestinya. Biarkan pula ia 
memiliki pergaulan yang wajar agar tetap memiliki pertumbuhan dan perkembangan yang 
normal. 



      Dedeh 
     

Kirim email ke