Jangan dikira penyakit TB alias tuberkulose sudah musnah. Justru sejak awal
tahun 1990-an penyakit yang menyerang paru-paru ini kembali mendapat
perhatian dunia. Di Indonesia TB malah merupakan penyebab kematian pertama
untuk kelompok penyakit menular. Penyakit ini pun sangat erat hubungannya
dengan virus HIV.

-------------------------------------------------------------------

Tuberkulose atau tuberculosis (dulu disingkat TBC) sebenarnya sudah diderita
manusia sejak ribuan tahun lalu. Berdasarkan penelitian pada mumi
peninggalan zaman Mesir kuno, saat itu sudah banyak orang meninggal
gara-gara penyakit ini.

Belakangan, ketika penderita HIV/AIDS semakin bertambah jumlahnya, penyakit
TB pun tampil kembali setelah lama tak terdengar ulahnya. Kedua penyakit itu
rupanya sangat erat hubungannya. Menurunnya daya tahan tubuh yang drastis
mengakibatkan seseorang rentan terhadap penyakit infeksi seperti TB. Tentu
saja terjangkitnya TB pada penderita HIV akan semakin memperburuk ketahanan
tubuhnya serta mempercepat replikasi virus dalam tubuhnya. Berarti infeksi
HIV akan mempercepat perjalanan penyakit TB.

Sebaliknya, TB dalam tubuh orang yang terinfeksi HIV akan semakin
mempercepat perjalanan penyakit menjadi AIDS. Dalam kasus ini TB menjadi
amat sulit dibasmi dan acap kali berakibat fatal. Sekitar sepertiga kematian
pada penderita AIDS disebabkan oleh TB, dan sekitar 40% kematian pada
penderita AIDS di Afrika dan Asia disebabkan oleh TB. Menurut perkiraan WHO,
akhir abad ini virus HIV akan menyebabkan sedikitnya 1,4 juta kasus TB
aktif.

Dengan tanda awal demam, bobot badan menurun, cepat lelah, berkeringat
dingin malam hari, gejala TB juga disertai batuk yang dahaknya acap kali
bercampur darah.

Penyakit ini mulai menyebar ke segala penjuru dunia pada abad XVII - XVIII.
Saat itu TB menyebabkan kematian hampir seperempat jumlah kaum dewasa di
Eropa. Di AS bagian utara, dari tahun 1800 sampai awal 1900-an, TB merupakan
penyebab kematian utama.

Walaupun mikrobakteri tuberkulose sudah ditemukan oleh dr. Robert Koch pada
24 Maret 1882 di Berlin, Jerman, penyakit ini baru bisa diberantas setelah
ditemukan obatnya

pada 1940 - 1950-an. Obat pertama yang diproduksi antara lain streptomycin,
isioniazid, dan para-aminosacylic acid. Kemudian muncul obat ethambutol,
rifampicin, thiacetazone, dan pyrazinamide.

Sejak itu, TB sempat mereda dan tidak lagi terlalu dimasalahkan oleh
kalangan kedokteran. Namun, awal tahun 1990-an TB kembali menjadi bahan
pembicaraan dunia kedokteran karena ternyata masih membunuh sekitar 2 - 3
juta penduduk dunia, khususnya di negara ekonomi lemah dan menengah. Dari
tujuh juta penderita TB, lebih dari setengahnya berada di negara
berpendapatan menengah seperti Brasil, Indonesia, Iran, Meksiko, Filipina,
Rusia, Afrika Selatan, dan Thailand. Belum lagi di negara berpendapatan
rendah seperti Afghanistan, India, Myanmar, Nigeria, Pakistan, Sudan, atau
Uganda.

Menurut dr. Tjandra Yoga Aditama, ahli penyakit paru-paru dari RS
Persahabatan, Jakarta, kini diperkirakan setiap tahun di dunia muncul empat
juta penderita TB menular. Belum lagi sekitar empat juta penderita yang
tidak menular atau pembawa kuman TB. Setiap tahun diperkirakan tiga juta
orang meninggal karena penyakit ini, di antaranya satu juta kaum wanita dan
sekitar 100.000 anak-anak.

Di Indonesia sendiri TB masih merupakan penyebab kematian kedua setelah
penyakit jantung dan pembuluh darah. Bahkan, peringkat pertama penyebab
kematian karena penyakit menular. Jumlah penderitanya sekitar 500.000
orang/tahun dan kematian sekitar 175.000 orang/tahun, khususnya di daerah
pedesaan miskin dan daerah kumuh perkotaan yang rawan kuman itu.

Di Singapura, negara termaju di Asia Tenggara itu, penambahan penderita TB
hanya sekitar 2% atau sekitar 56 orang per 100.000 penduduk. Tapi jumlah ini
masih 5 - 10% lebih tinggi dibandingkan dengan negara maju lain. Sebagian
besar kasus TB di Singapura terdeteksi pada para pendatang asing yang
mengajukan izin kerja. Jumlahnya sekitar 12% dari 2.483 - 2.786 pendatang.
Sedangkan di negara-negara maju, penderita TB sebagian besar para pengungsi
atau gelandangan.

Harus diberantas tuntas
Bakteri TB, yang berbentuk batang dan bertahan hidup sampai berbulan-bulan
di lingkungan kering, mudah disebarkan lewat batuk, bersin, dan ludah.
Seseorang akan terinfeksi bila terjadi kontak dekat secara terus-menerus
dengan penderita. Sebab itu, bila dalam sebuah keluarga ada seseorang yang
terjangkiti TB hendaknya segera disarankan untuk berobat. Bila dirawat di
rumah hendaknya di kamar tersendiri dengan segala peralatan atau
perlengkapan tersendiri pula. Lantai ruangan harus setiap hari dibersihkan
dengan disinfektan yang cukup kuat. Sambil diobati, gizi makanan penderita
harus baik dan istirahat cukup.

Anak-anak hendaknya dijauhkan dari penderita mengingat mereka rentan
terhadap penyakit sehingga lebih mudah tertular, terutama kalau sanitasi dan
higiene lingkungan serta gizi makanan anak kurang memenuhi syarat.

Kuman TB bisa juga menyerang hewan seperti babi, unggas, dan sapi. Sebab itu
TB juga bisa ditularkan melalui susu sapi yang terkontaminasi kuman (M.
Bovis) kalau tidak dipasturisasi secara saksama.

Namun selama daya tahan tubuh kuat dan bakteri yang masuk tidak terlalu
banyak, beberapa bakteri dengan sendirinya akan mati oleh serangan sel darah
putih.

Komplikasi yang bisa terjadi pada penderita TB antara lain pleurel effusion
(pengumpulan cairan di antara paru-paru dan dinding rongga dada) atau
pneumothorax (terdapat udara di antara paru-paru dan dinding rongga dada).
Keadaan akan fatal kalau kerusakan paru-paru sudah luas. TB ada kalanya
dapat menjalar ke organ tubuh lain melalui aliran darah. Terkadang pula
infeksi primer TB tidak terjadi pada paru-paru (10%), tapi pada sendi atau
tulang, ginjal, usus, rahim serta getah bening (leher).

Jutaan manusia sebenarnya hidup dengan kuman TB tanpa harus menjadi sakit.
Namun suatu saat bila daya tahan tubuh menurun, kuman tubercle dapat bangkit
memperbanyak diri kembali, kemudian menyerang masuk ke bagian lain dari
paru-paru. Pada taraf ini mungkin penderita masih merasa sehat sampai
gejalanya muncul, misalnya saat fungsi pernapasan terganggu, batuk, dll.

Pengetesan terhadap kuman TB yang sederhana adalah melalui ludah. Sedangkan
untuk pencegahan biasanya digunakan vaksin BCG. Vaksin ini berupa kuman TB
yang sudah dilemahkan. Sebelum mendapatkan suntikan ini, seseorang harus
mendapatkan tes Manteaux terlebih dulu untuk mengetahui apakah ia memang
masih terbebas dari kuman itu. Melalui foto X-Ray-thorax dapat diketahui
pula keadaan paru-paru penderita (paru-paru penderita TB tampak berawan).
Ada kalanya, pada stadium lanjut paru-paru sampai berlubang-lubang. Pada
paru-paru yang pernah terjangkit penyakit TB pun pasti akan tetap terlihat
bebas-bekasnya. Khusus untuk orang yang terinfeksi virus HIV, pencegahan TB
dilakukan dengan langsung memberikan obat INH.

Jangan sampai kebal
Dalam usaha menumpas penyakit TB ini WHO (Organisasi Kesehatan Dunia)
sebenarnya telah memperkenalkan strategi DOTS (Directly Observed Treatment
Short-course). Strategi ini terdiri atas lima komponen utama yakni adanya
komitmen politik, tersedianya pelayanan pemeriksaan mikroskopik, terjaminnya
penyediaan obat yang merata dan tepat waktu, adanya sistem monitoring yang
baik, dan adanya program pengawasan keteraturan minum obat disertai jaminan
agar setiap pasien pasti minum obat sampai tuntas. Penanganan TB secara
langsung, terawasi, cepat, dan tuntas ini sebenarnya ampuh dan efektif untuk
menumpas TB.

Namun, di beberapa negara, termasuk Indonesia, upaya pemberantasan TB masih
berlangsung lamban. Hambatannya antara lain letak geografis wilayah
Indonesia yang terpencar-pencar, kurang penerangan, kurang teraturnya
pengobatan, dll. Bahkan, di negara-negara berpenghasilan rendah, proyek ini
masih tertunda. Padahal pengobatan penyakit TB tidak boleh
setengah-setengah, harus rutin, berturut-turut sampai tuntas dan memakan
waktu paling sedikit enam bulan.

Kalau pengobatan tidak tuntas, menurut dr. Tjandra, malah menyebabkan kuman
kebal obat dan tentu akan muncul lebih ganas. "Setelah makan obat dua atau
tiga bulan, tidak jarang keluhan pasien memang hilang. Tapi ini belum
berarti sudah sembuh total," katanya. Padahal, kalau saran DOTS dari WHO itu
dijalankan dengan baik, pada tahun 2001 nanti sedikitnya 70% kasus TB di
dunia dapat terdiagnosis dan terobati. Diharapkan angka kesembuhan nanti
mencapai 85 - 95%. Artinya, dapat dicegah seperempat kasus baru dan kematian
akibat TB.

Dalam pemberantasan TB, Singapura pernah menerapkan STEP(Singapore
Tuberculosis Elimination Program)atau Program Pemberantasan TB. Caranya,
Kementerian Kesehatan setempat mengadakan kampanye pendidikan masyarakat
agar waspada terhadap bahaya penyakit menular ini. Juga kepada para dokter
diberikan bimbingan dalam mendiagnosis serta mengobati pasien TB. Dokter
diharapkan segera memberitahukan dan menyarankan untuk pengobatan kepada
pasien yang terdeteksi mengidap penyakit ini. Bagi pasien yang resisten atau
kurang (tidak) bereaksi terhadap obat yang diberikan, langsung ditangani di
bawah kontrol program DOTS agar ditanggulangi sampai tuntas.

Kadang-kadang, menurut dr. Tjandra, kuman TB kebal atau resisten terhadap
obat TB. Di India misalnya, pernah dilaporkan, adanya kombinasi obat
rifampisin, INH, serta obat lain lagi yang tidak tercampur baik sehingga
malah menyebabkan keadaan resisten yang disebut Multi Drug Resistance
Tuberculosis (MDR-TB). Penyebab lain MDR adalah penderita tidak minum obat
secara teratur sampai tuntas. Kasus MDR biasanya ditangani dengan obat
sekunder yang mahal harganya walaupun kadang masih kurang ampuh. Dalam hal
ini diperlukan penanganan sangat khusus dan membutuhkan waktu pengobatan
rutin yang jauh lebih lama (bisa dua tahun atau lebih).

Menurut sebuah laporan di AS, MDR-TB, khususnya pada mereka yang telah
terinfeksi virus HIV, menyebabkan angka kematian lebih tinggi (7 - 80%)
dalam waktu hanya 4 - 16 minggu. Sangat menyedihkan bahwa sekarang
diperkirakan sekitar 50.000 kasus TB di 35 negara (lima benua), atau 20%
penduduk dunia, telah tertular atau terinfeksi MDR TB ini, khususnya di
Rusia, Latvia, Estonia, India, Argentina, Cina, Pantai Gading, serta
Republik Dominika.

Sebenarnya, tidak sulit membasmi penyakit TB asalkan penderita mengikuti
semua nasihat yang diberikan dokter. Untuk menyebarluaskan pencegahan serta
pengobatan TB tentu masih diperlukan tenaga non-medis yang dapat ikut
membantu menyebarkan informasi sampai ke pelosok yang sulit terjangkau.
(Nanny Selamihardja).




>> kirim bunga, pesan cake & balon ulangtahun? klik, http://www.indokado.com  
>> Info balita, http://www.balita-anda.indoglobal.com
Etika berinternet, email ke: [EMAIL PROTECTED]
Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]




















Kirim email ke