> ***Bagian 3.....
>
> Berulang-ulang Dian  menengok resep masakan yang dipegangnya.
> "Hmm.., tambah garam lagi. Trus, bumbu masak... nah, apa lagi?
> Oya, kecap...hmmm, rasanya sudah.. ha.. siapa bilang aku Dian anak
Datuk
Sutan
> Rangkayo tak bisa memasak..? Biar Baringin Sati, Lembah Harau jadi
saksi..
aku
> Dian Kaharudin, bisa memasak.." celetuk Dian memuji dirinya sendiri.
> "Anak-anak.., ayo.., Ayah sudah masak untuk kalian..," teriak Dian.
> Asiik.., ayah masak.., Senja dan Fajar berlarian menuju ruang makan.
> Dian tersenyum lebar sekali. Hari Ahad yang menyenangkan pikirnya.
> "Nah,sekarang baca doa dulu..."
> "Allahumma bariklana fima razaqtana wakina adzabannarr.."
> Ketika Fajar menyuapkan sendok pertamanya ke mulut. Dian memperhatikan
> dengan cermat wajah Fajar. Alis mata Fajar berkerut. Tiba-tiba
"heeek!!!"
> Fajar muntah. Dian terbelalak.
> "Heeek..asin ayah.., rasanya aneh!!!" protes Fajar. Dian menengok
Senja,
> siapa tahu merasakan enak. Tapi, wajah Senja juga menunjukkan ekspresi
yang
> sama. Tidak enak!!!
> Selera makan Dian langsung lenyap.
> "Assalamu'alaikum..," terdengar salam di pintu depan.
> "Ha..itu, Oom Tommy, yah?! Fajar buka pintunya, ya?" pinta Fajar.
> Dian mengangguk.
> "Lho... sedang sarapan rupanya. Hmmm, boleh juga Oom ikut ya?!"
> Mata Dian sedikit berbinar. Siapa tahu Tommy merasakan enak masakannya.
> Tommu menciduk sayur. Dian menatapnya. Senja dan Fajar pun menatapnya.
> Mereka menunggu.
> "Hueeek...rasanya seperti nano-nano, manis asem asiiinnn...," teriak
Tommy
> spontan. Dian menghembuskan nafas kesal.
> "lho, ini Uda yang masak? Aduh Uda.. maaf, tapi memang rasanya begitu
> kok..," celetuk Tommy membela diri.
> "Ya, sudah.., tolong belikan lauk sana Tom, nanti dua prajurit kecil
ini
> nggak  mau makan," perintah Dian.
> "Iya dehh..."
>
> ***
>
> Begitulah Bulan.., aku tidak bisa mengurus rumah tangga sepertimu..,
> aku tidak bisa telaten sepertimu.., tidak bisa sabar sepertimu..,"
suara
Dian
> setengah berbisik. Digenggamnya erat jemari istrinya yang diam
terbaring.
>
> Dian menatap wajah pucat milik Bulan. Ya  Allah.., kenapa peristiwa itu
> menimpa istriku? Kenapa bukan menimpaku saja...
> Bulan sudah koma selama dua hari, setelah ia dirawat hampir satu bulan
> karena pendarahan otak, sepedanya ditabrak orang yang tidak bertanggung
jawab!
>
> "Bulan.., jangan pergi., aku membutuhkanmu, Senja, Fajar dan si kecil
> Bayu..Aku berjanji membantumu mengurus mereka. Jika engkau sembuh, biar
> aku yang mencuci pakaian, aku janji akan  mengembalikan buku-buku ke
> tempatnya jika selesai kubaca, aku tidak akan menginjak lantai yang
sedang
> kau bersihkan, aku janji.., tapi jangan pergi..," pinta Dian lirih.
> Diamatinya wajah Bulan lama-lama. Seakan menanti sebuah keajaiban di
sana.
> "Ya Allah..jangan ambil istriku.."
> Tak lama kemudian Dian melantukan surat Yassin, disamping istrinya.
Pelan,
> dengan nada-nada gamang.
> Ketika hampir selesai surat Yassin dibacanya. Tiba-tiba Dian merasakan
> jemari Bulan yang ada dalam genggamannya bergerak. Dian tesentak!
> Ditatapnya wajah istrinya. Ya Allah..tunjukkan kebesaran-Mu.
> Oh, kelopak mata istrinya bergerak-gerak!!
> "Susterrr...!!!" teriak Dian histeris.
>
> ***
>
> Beberapa hari kemudian...
> "Bunda..., tolong boneka Nja kakinya copot..," teriak Senja.
> "Bunda tempat pensil Fajar mana????"
> Bulan tergopoh-gopoh mendapatkan mereka, meninggalkan lantai yang
sedang
> dibersihkannya. Bayu tiba-tiba menangis. Bulan tersenyum sambil
memberikan
> tempat pensil pada Fajar dan memperbaiki kaki boneka milik Senja.
> "Assalamu'alaikum.. ini ayah pulang," tanpa melepas sepatunya, kaki
Dian
> melangkah menjejak lantai yang sudah dipel, meninggalkan pola-pola
tertentu
> dari lumpur kotor.
> Dan seperti biasa, Bulan hanya tersenyum.

-selesai-



>> Mau kenduri di kantor? Perlu nasi tumpeng? klik, http://www.indokado.com  
>> Info balita, http://www.balita-anda.indoglobal.com
Etika berinternet, email ke: [EMAIL PROTECTED]
Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]



Kirim email ke