> Toxoplasma gondii: Aspek Biologi, Epidemiologi, Diagnosis, dan Penatalaksanaannya > > GALATIA CHANDRA > Aventis Pharma Indonesia > > > -------------------------------------------------------------------------------- > > Pendahuluan > > Akhir-akhir ini, banyak tenaga medis, veterinarian, ilmuwan peneliti, dan kalangan >ekonomi mulai memperhatikan kehadiran Toxoplasma gondii yang merupakan patogen yang >berperan penting dalam kehidupan kita. Toksoplasmosis pada hewan-hewan domestik >mempunyai arti ekonomis yang sangat penting di negara-negara seperti Inggris dan >Selandia Baru, dimana parasit tersebut mengakibatkan banyak kasus aborsi pada domba1. >Suatu penelitian di Norwegia yang melibatkan 35.940 wanita hamil selama 1992 hingga >1994, memberikan gambaran sebagai berikut: 10,9% wanita terinfeksi sebelum kehamilan >dan 0,17% terjangkit infeksi selama kehamilan. Ini berarti, 1 dari 10 ibu hamil >berisiko mengidap infeksi Toxoplasma gondii2. > > Toxoplasma gondii adalah suatu parasit/protozoa berbentuk kokus yang berkaitan >dengan Plasmodium, Isospora, dan anggota lainnya dari phylum Apicomplexa. Penjamu >(host) definitif yang berkaitan erat dengan parasit ini adalah dari keluarga >kucing/felidae. Selain itu, banyak hewan mamalia dan burung yang merupakan penjamu >menengah (intermediate host)3,4. > > Manifestasi klinis toksoplasmosis sangat beragam, mulai dari asimtomatik, demam, >limfadenopati, nyeri otot, sakit kepala, hingga cacat kongenital yang bersifat >permanen seperti retardasi mental, hidrosefalus, hingga kematian, khususnya pada >penderita AIDS4. > > Struktur, Multiplikasi, dan Siklus Kehidupan > > Toxoplasma gondii mempunyai beberapa bentuk kehidupan. > > > 1.. Tachyzoite yang berbentuk sabit atau oval dengan satu sisi runcing dan yang >lain bundar. > > 1.. Ekstraselular (anak panah) terlepas dari sel-sel penjamu. Bandingkan dengan >ukuruan dari sel-sel darah merah dan limfosit. Impression smear, pewarnaan Giemsa. >Panjang garis = 20 µm. > 2.. Intraselular dalam kultur sel. Terlihat suatu kelompok berbentuk seperti >bunga mawar (anak panah) dan berada di dalam vakuola (kepala anak panah). Pewarnaan >imunohistokimia dengan sebuah tachyzoite-specific monoclonal antibody. Panjang garis >= 20 µm. > 3.. Transmisi mikroskop elektron dari suatu tachyzoite intraselular. Terlihat >suatu vakuole parasitoforus (PV) seputar tachyzoite. Organel-organel terlihat di >dalam gambar ini adalah conoid (c), micronemes (m), granula-granula terdensasi, >nukleus (n), dan roptries (r). Panjang garis = 0.8 µm. > > 2.. Jaringan Kista dari Toxoplasma gondii. > > 1.. Jaringan kista ini diambil dari otak tikus. Anak panah memperlihatkan >dinding kista yang berisi ratusan bradyzoite. Tidak diwarnai. Panjang garis = 20 µm. > 2.. 2 buah jaringan kista (anak panah) pada bagian otak. Hematoxylin dan >pewarnaan eosin. Panjang garis = 20 µm. > 3.. Transmisi mikroskop elektron dari sebuah jaringan kista kecil pada kultur >sel. Lihat dinding kista yang tipis (anak panah) berisi 6 bradyzoite (kepala anak >panah). Panjang garis = 1.0 µm. > > 3.. Bentuk seksual dari Toxoplasma gondii. > > 1.. Skizon (kepala anak panah ganda), gamon-gamon betina (anak panah), dan >gamon-gamon jantan (kepala anak panah) pada bagian superfisial sel-sel epitel dari >usus halus kucing. Pewarnaan hematoxylin dan eosin. Panjang garis = 15 µm. > 2.. Tiga gamet jantan dengan masing-masing 2 flagela (kepala anak panah) >dibandingkan dengan sebuah merozoit (anak panah). Gambar diambil dari sel epitel usus >seekor kucing. Pewarnaan Giemsa. Garis = 10 µm. > 3.. Ookista tidak berspora (kepala anak panah) pada feses seekor kucing. >Terlihat 2 Ookista dari jenis parasit coccidium lain, yaitu Isospora felis (anak >panah). Isospora felis berspora lebih cepat dibandingkan dengan T. gondii. Ookista >yang paling atas dari gambar sudah berisi 2 sporokista, sedangkan pada seluruh >ookista T. gondii masih belum berspora. Tidak diwarnai. Panjang garis 65 µm. > 4.. Transmisi mikroskop elektron dari suatu ookista berspora. Terlihat dinding >ookista yang tipis (anak panah), 2 sporokista (kepala anak panah), dan 4 sporozoite >(kepala anak panah ganda) pada sporokista. Panjang garis = 2.25 µm. > Ukuruan ookista kurang lebih 10 hingga 12 µm. Spora muncul di luar dari tubuh >dan ookista menjadi infeksius dalam 1 hingga 5 hari setelah diekskresikan. Semula, >ookista berbentuk sferikal, tetapi setelah terjadi spora maka mereka akan berubah >menjadi agak oval1,4. > > Siklus kehidupan dari T. gondii pertama kali dideskripsikan pada 1970, ketika >ditemukannya penjamu definitif, yaitu keluarga felidae, termasuk kucing-kucing >peliharaan. Beberapa macam hewan berdarah hangat juga berperanan sebagai penjamu >menengah. T. gondii diketahui ditularkan melalui beberapa cara seperti yang terlihat >pada gambar 4. Di antaranya: > > > 1.. Masuknya ookista dari kotoran (faeces) hewan yang menempel pada bulu >kucing dan hinggap di makanan. > 2.. Masuknya kista yang berasal dari daging hewan yang dimasak tidak >sempurna/setengah matang. > 3.. Masuknya tachyzoite/trofozoit dari ibu yang terinfeksi melalui plasenta >lalu menuju janin. > Patogenesis > > Banyak kasus toksoplasmosis pada manusia didapat dari masuknya jaringan kista pada >daging yang terinfeksi atau ookista pada makanan yang tercemar kotoran kucing. >Bradyzoite dari jaringan kista atau sporozoite yang terlepas dari ookista masuk ke >sel-sel epitel di usus dan bermultiplikasi di usus. Toxoplasma gondii dapat menyebar, >baik secara lokal ke nodus limfe mesentrik maupun ke organ-organ yang cukup jauh >dengan menyerang kelenjar-kelenjar limfe dan darah. Nekrosis pada usus dan nodus >limfe mesentrik dapat muncul sebelum organ-organ lain menjadi rusak parah. Gambaran >klinis akan tampak setelah beberapa waktu dari rusaknya jaringan dari beberapa organ >yang terinfeksi, khususnya yang vital dan penting seperti mata, jantung, dan kelenjar >adrenal. Toxoplasma gondii tidak memproduksi toksin. Nekrosis pada jaringan biasanya >disebabkan oleh multiplikasi intraselular dari tachyzoite. > > Toksoplasmosis oportunistik pada pasien AIDS biasanya terjadi karena reaktivasi dari >infeksi kronik. Lesi predominan dari toksoplasmosis - ensefalitis pada pasien-pasien >ini adalah nekrosis yang terkadang menghasilkan abses multiganda. Beberapa di >antaranya dapat berbentuk sebesar bola tenis. > > Daya Tahan Tubuh > > Infeksi T. gondii pada penjamu (host) dapat berakhir dengan kematian, tetapi lebih >sering ditemukan kasus yang mengalami perbaikan dan mendapat kekebalan tubuh. >Inflamasi biasanya menyertai nekrosis. Kurang lebih tiga minggu setelah infeksi, >tachyzoite Toxoplasma gondii mulai menghilang dari jaringan viseral dan mulai >terlokalisir menjadi jaringan kista di sistem saraf dan jaringan otot. Tachyzoite >toksoplasma dapat bertahan lebih lama di sumsum tulang belakang dan otak karena >respons imun pada umumnya kurang efektif pada organ tersebut. Infeksi kronis dapat >teraktivasi berulang secara lokal (misalnya pada mata). Aktivasi berulang terjadi >akibat ruptur dari jaringan kista. Kemungkinan ruptur jaringan kista dapat terjadi >selama hidup penjamu. Bradyzoite yang terlepas secara normal akan dihancurkan oleh >respons imun dari si penjamu. Reaksi ini dapat mengakibatkan nekrosis lokal yang >disebabkan oleh proses inflamasi. Hipersensitivitas dikatakan juga mempunyai peranan >yang penting pada reaksi tersebut. Tetapi, pada penjamu imunokompeten umumnya infeksi >dapat reda sendiri, dengan tanpa terjadinya multiplikasi toksoplasma. Pada pasien >imunosupresif, ruptur dari jaringan kista dapat terjadi pada saat terjadinya >multiplikasi dari bradyzoite menjadi tachyzoite. Penjamu dapat meninggal oleh >toksoplasmosis. Penyebab dari ruptur kista tersebut tidak diketahui. Bahaya laten T. >gondii yang kronik secara eksperimen dapat diaktivasi oleh dosis eksesif dari >kortikosteroid, serum anti-limfosit, dan berbagai terapi lain immunosupresan4. > > Infeksi Toksoplasma Kongenital > > Secara umum telah disetujui sejak dulu bahwa transmisi toksoplasmosis kongenital >muncul hanya ketika infeksi Toxoplasma gondii didapat selama masa gestasi. Konklusi >ini diambil berdasarkan data riset klinis dan epidemiologi1. Bukti yang mendukung >konsep tersebut di antaranya observasi yang dilakukan oleh Feldman dan Miller (204 >kasus)5. Sabin dkk. (216 ibu melalui 380 kehamilan)6 dan Desmonts (Studi prospektif >terhadap 400 kasus)1. Desmonts mengumpulkan data dari observasi-observasi ini dan >menganalisa kehamilan pada lebih dari 800 wanita yang melahirkan anak yang terinfeksi >secara kongenital. > > Ada suatu korelasi positif yang sangat bermakna antara isolasi toksoplasma dari >jaringan plasenta dan infeksi pada neonatus. Sebagai suatu standar, isolasi positif >menandakan adanya infeksi dan isolasi negatif menandakan tidak adanya infeksi pada >neonatus. Korelasi ini merupakan hasil penelitian dari otopsi neonatus dengan >toksoplasmosis kongenital dan mengindikasikan bahwa infeksi tersebut didapat oleh >fetus melalui uterus via pembuluh darah. Hal ini membentuk konsep bahwa plasenta >adalah suatu organ yang sangat penting dalam menghubungkan infeksi maternal dan fetus >dimana organisme tersebut mencapai plasenta selama periode parasitemia pada ibu yang >terinfeksi1. > > Frekuensi dari infeksi toksoplasmosis kongenital diteliti oleh Desmonts dan >Couvreur. Sebanyak 542 wanita yang terjangkit infeksi toksoplasma selama kehamilan >diperlihatkan pada tabel 1. Anak-anak yang terlahir dari ibu yang terjangkit infeksi >ini diklasifikasikan menjadi 5 kelompok: > > > 1.. Tidak ada infeksi kongenital (jika tes pada bayi menunjukkan titer negatif). > 2.. Infeksi kongenital subklinis (jika titer positif, tetapi asimtomatis). > 3.. Infeksi toksoplasmosis kongenital ringan (jika bayi tampaknya normal dan >berkembang secara normal juga pada penelitian selanjutnya tidak dijumpai adanya >retardasi mental maupun kerusakan neurologik, akan tetapi pada pemeriksaan >selanjutnya dijumpai adanya luka parut pada retina/pemeriksaan pada fundus). Atau, >dalam satu kasus dijumpai adanya kalsifikasi intrakranial pada pemeriksaan X-ray. > 4.. Infeksi toksoplasmosis kongenital berat, tetapi masih lahir (jika didapatkan >korioretinitis dan kalsifikasi intrakranial pada bayi). > 5.. Meninggal segera setelah dilahirkan. > Risiko infeksi toksoplasma terhadap fetus sangat berhubungan dengan waktu/kapan >infeksi maternalnya muncul. Jika infeksi toksoplasma terjadi pada bulan-bulan >terakhir dari kehamilan, umumnya parasit tersebut akan ditularkan ke fetus, tetapi >infeksi yang terjadi umumnya subklinis pada saat kelahiran. Jika ibu hamil terjangkit >lebih awal, sebagai contoh, pada bulan ketiga kehamilan, transmisi ke fetus umumnya >lebih jarang. Di lain pihak, bila terjadi umumnya menghasilkan penyakit yang berat. >Untuk lebih jelasnya dapat dilihat di tabel 2. > > Epidemiologi > > Hingga saat ini, studi epidemiologi pada penderita AIDS yang terjangkit infeksi >Toxoplasma gondii boleh dikatakan tidak ada. Hanya ada beberapa laporan kasus yang >dipublikasi. Oleh sebab itu, studi epidemiologi yang ada umumnya mengenai >toksoplasmosis kongenital. Studi yang berskala sangat besar yang dipublikasi pada >1998 adalah studi Jenum dkk. yang melihat insidensi infeksi Toxoplasma gondii pada >35.940 wanita hamil di Norwegia sejak 1992 hingga 1994. Dari 32.033 wanita hamil yang >sebelumnya tidak terinfeksi, didapatkan 30 wanita (0,094%) terjangkit pada trimester >pertama, 7 wanita (0,022%) terjangkit pada trimester kedua, dan 10 wanita (0,031%) >terjangkit pada trimester ketiga. Sebanyak 3.907 wanita hamil (10,87%) dinyatakan >seropositif terhadap infeksi toksoplasmosis pada pemeriksaan pertama2. > > Data epidemiologi dari negara-negara lain sangatlah bervariasi antara satu dengan >lainnya, seperti digambarkan pada tabel 3 dan grafik 1. > > Sidiq, pada 1997, melakukan penelitian serologi toksoplasma pada ternak babi di >rumah potong hewan Kotamadya Malang. Pada penelitian tersebut, didapati bahwa 23 dari >60 subjek yang diteliti (38,3%) positif terinfeksi toksoplasmosis11. Di Indonesia, >parasit T. gondii tersebar luas dengan angka prevalensi zat anti T gondii pada >manusia 2--63%, kucing 35--73%, anjing 75%, babi 11--36%, kambing 11--61%, dan >sapi/kerbau kurang dari 10%12. > > Prevalensi zat anti T. gondii pada wanita hamil di RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta >adalah 14,313 dan pada 50 kasus abortus 67,8%14. Pada wanita dengan riwayat abortus >atau lahir mati, prevalensi ini sebesar 21,5% dan 22,8%15. Pada orang dewasa dan >anak-anak dengan retinokoroiditis, prevalensi antibodi 60%, sedangkan pada pasien >dengan penyakit mata lain prevalensinya 17%16. > > Penelitian Hartono terhadap kasus keguguran spontan yang dilakukan di RS Dr. Cipto >Mangunkusumo Jakarta dan RS Hasan Sadikin Bandung menemukan 81 dari 101 (80,2%) >sampel plasenta yang diinokulasi pada mencit menunjukkan hasil positif mengandung >kista toksoplasma. Sedangkan hasil tes ELISA dari seluruh sampel sebanyak 178 >memperlihatkan 52,25% positif. Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa penyebab >keguguran spontan terbesar adalah infeksi Toxoplasma gondii17. > > Diagnosis dan Penatalaksanaan Infeksi Toksoplasmosis > > Diagnosis dari infeksi akut toksoplasma dapat dilakukan melalui isolasi T. gondii >dari darah atau cairan-cairan tubuh, menemukan kista pada plasenta atau jaringan >fetus atau bayi yang baru lahir, mendeteksi antigen dan/atau organisme pada bagian >atau preparat jaringan dan cairan-cairan tubuh, melihat dari antigenemia dan antigen >di serum serta cairan-cairan tubuh, atau dengan tes serologi1. > > Berikut adalah standar baku yang biasa dilakukan di Eropa: Skrining awal untuk >diagnosis infeksi maternal umumnya dilakukan tes serologi menggunakan spesimen darah >untuk melihat keberadaan IgG dan IgM spesifik terhadap toksoplasma. Jika IgM spesifik >terhadap toksoplasma terdeteksi dan/atau pada kajian berikutnya dijumpai IgG spesifik >terhadap toksoplasma (hasil positif titer ≥ 6 IU/ml), spesimen dianalisa dengan tes >tambahan yang lebih spesifik. Direct agglutination assay for IgG (Toxo-Screen DA IgG >[hasil dianggap positif bila titer ≥ 40]), Immunosorbent agglutination assay for >IgM (Toxo-ISAGA IgM, hasil dianggap positif bila indeks ≥ 9), dan tes pewarnaan >(hasil positif, ≥ 6 IU/ml)2. > > Diagnosis segera dari infeksi fetus dapat ditegakkan bila infeksi T. gondii maternal >sudah dipastikan. Penderita tersebut biasanya dijelaskan secara terperinci mengenai >infeksi toksoplasmosis dan segala risiko yang dapat terjadi. Pemeriksaan USG untuk >melihat fetus segera dilakukan, dan wanita tersebut akan dianjurkan untuk melakukan >amniosentesis sesegera mungkin sebelum 12 minggu masa gestasi. Cairan amnion (10 >hingga 20 ml) akan disentrifuge, dan pelet diendapkan ulang lalu diinokulasi secara >intraperitoneal pada tikus untuk deteksi viabel. Cairan amnion (1,5 ml) juga >diperiksa dengan PCR (Polymerase Chain Reaction) untuk mendeteksi adanya DNA (gen B1) >toksoplasma. Pengobatan dengan menggunakan antiparasit kepada wanita hamil dilakukan >dengan menggunakan spiramycin (sebelum minggu ke-18 masa gestasi) dan/atau >pyrimethamine, sulfonamide, dan asam folat (setelah minggu ke-18 masa gestasi) sesuai >dengan panduan yang telah ditentukan, yang direkomendasi untuk seluruh wanita2. > > Dalam menginterprestasikan hasil dari tes anti-toksoplasma IgM haruslah >berhati-hati. Dianjurkan oleh FDA (Food and Drug Administration) di Amerika agar >tidak bergantung terhadap hasil tes tunggal, karena dijumpai pada beberapa tes dapat >terjadi hasil positif palsu (false-positive). Hal ini dapat menghasilkan diagnosis >yang keliru dan menghasilkan pengobatan yang sebenarnya tidak diperlukan atau bahkan >terminasi dari kehamilan. Tabel 4 adalah panduan dari FDA terhadap interprestasi dari >tes serologi Toxoplasma gondii9. > > Pengobatan Toksoplasmosis > > Sulfonamida19 > > Sulfonamida diklasifikasikan menjadi 5 kelompok berdasarkan waktu paruh dan >absorbsinya sebagai berikut: > > > 1.. Sulfonamida dengan masa kerja pendek: Sulphaurea (tidak ada di Indonesia). > 2.. Sulfonamida dengan masa kerja medium: Sulphadiazine, sulphamethoxazole. > 3.. Sulfonamida dengan masa kerja panjang: Sulphamethoxydiazine (tidak ada di >Indonesia). > 4.. Sulfonamida dengan masa kerja sangat panjang: Sulphadoxine. > 5.. Sulfonamida yang sulit diabsorbsi: Sulfaguanidine. > Mekanisme kerja: bakteriostatik dengan menghambat sintesa asam folat memblokade >enzim yang membentuk asam folat dari PABA (para-aminobenzoic acid). Sebagian >menginaktivasi enzim-enzim lain bakteri seperti dehydrogenase atau carboxylase yang >berperanan pada respirasi bakteri. Karena beberapa bakteri mempunyai cara tertentu >untuk menyuplai asam folat, biasanya mula kerja dari sulfonamida akan selalu lambat. >Golongan sulfonamida adalah obat antiparasit yang sangat lemah, tetapi mempunyai efek >antiparasit sinergistik yang cukup baik dengan pyrimethamine. > > Efek samping yang paling sering adalah reaksi alergi, kerusakan ginjal karena >deposit dari kristal sulfonamida yang sukar larut dalam air, gangguan >gastrointestinal, risiko hiperbilirubinaemia pada kelahiran prematur, abnormalitas >jumlah darah, cyanosis, dan cholestatic jaundice (jarang). > > Pyrimethamine20 > > Pyrimethamine merupakan antiparasit yang secara kimiawi dan farmakologi menyerupai >trimetropim. Mekanisme kerja: pyrimethamine mengganggu metabolisme parasit seperti >sulfonamida. > > Untuk terapi infeksi toksoplasma, dosis oral untuk dewasa secara umum 50--75 mg per >oral sekali sehari, dikombinasi dengan 1--4 gram per hari sulfonamida, selama 1 >hingga 3 minggu. Kemudian kurangi dosis setiap obat setengah dosis dari yang >sebelumnya dan terapi dilanjutkan selama 4 hingga 5 minggu. > > Efek samping yang paling sering adalah kerusakan sel-sel darah, khususnya jika >diberikan dalam dosis tinggi. Kekurangan asam folat akan memicu agranulocytosis. >Urtikaria dapat timbul selama terapi dengan pyrimethamine dan dapat menjadi tanda >awal dari efek samping yang lebih serius yaitu, Sindroma Stevens-Johnson. >Pyrimethamine harus digunakan sangat hati-hati pada kehamilan (katagori kehamilan >tipe C). Pada hewan percobaan, dijumpai adanya efek teratogenik dan mutagenik. >Pyrimethamine dapat menurunkan derajat fertilitas. > > Spiramycin (RovamycineR) > > Spiramycin merupakan antibiotika makrolida yang paling aktif terhadap toksoplasmosis >di antara antibiotika lainnya yang mempunyai mekanisme kerja yang serupa, seperti >Clindamycin, Midecamycin, dan Josamycin21. Mekanisme kerja Spiramycin menghambat >pergerakan mRNA pada bakteri/parasit dengan cara memblokade 50s Ribosome. Dengan >begitu, sintesa protein bakteri/parasit akan terhenti dan kemudian mati. Spiramycin >merupakan antibiotika yang paling banyak digunakan untuk menangani kasus >toksoplasmosis di Eropa karena: > > > 1.. Aktivitas intraselularnya yang sangat tinggi. > 2.. Konsentrasi di plasenta yang sangat tinggi (6.2 mg/L), sehingga dapat mencegah >infeksi maternal infiltrasi ke janin. > 3.. Aman bagi fetus. Spiramycin sedikit sekali kadarnya yang dapat masuk ke janin. >Oleh sebab itu, pada janin yang sudah terinfeksi toksoplasma, efek terapi Spiramycin >tidak akan maksimal. Spiramycin tidak dapat mencegah kerusakan yang sudah terjadi >pada janin sebelum terapi Spiramycin dimulai. > 4.. Ditoleransi dengan baik oleh ibu hamil. > 5.. Studi-studi pendukung yang sangat banyak sebagai evidence based medicine22. > Dosis Spiramycin untuk profilaksis toksoplasmosis kongenital 3 kali sehari 3 juta >Internasional Unit (3 MIU) selama 3 minggu, lalu diulang setelah interval 2 minggu >hingga saat partus. Pengobatan harus terus dilakukan sepanjang kehamilan untuk >mencegah terjadinya infeksi primer Toxoplasma gondii pada kongenital23,24,25,26. > > Penutup > > Toxoplasma gondii merupakan coccidian, ubiquitous, dan mempunyai beberapa ujud >bentuk. Di antaranya, ookista, bentuk resisten yang berada di lingkungan luar, >trofozoit, bentuk vegetatif dan proliferatif, dan kista, bentuk resisten yang berada >di dalam tubuh manusia serta hewan. Hingga saat ini, tidak ada satupun obat yang >sanggup untuk mengeradikasi toksoplasma dalam bentuk kista. Berdasarkan data >epidemiologi, angka ibu yang berisiko terkena infeksi toksoplasma ini snagat besar. >Dampak klinis dari infeksi ini, khususnya pada janin, sangat merugikan, baik materil >maupun moril. Karena infeksi ini terkadang asimtomatis, pemeriksaan berkala/skrining >pada ibu hamil perlu dilakukan agar tindakan antisipasi dapat dilakukan sedini >mungkin. Pengobatan menggunakan pyrimethamine yang dikombinasikan dengan Sulfa untuk >mengatasi beberapa bentuk klinis toksoplasmosis cukup efektif, tetapi penggunaan >selama kehamilan sebaiknya dihindari. Ini disebabkan efek samping hematologikal dan >efek teratogenik yang kurang menyenangkan. Spiramycin merupakan antiparasit yang >cukup efektif untuk mencegah masuknya Toxoplasma gondii ke janin. Dosis Spiramycin >yang dianjurkan untuk profilaksis kongenital toksoplasmosis 3 kali sehari 3 juta >Internasional Unit (3 MIU) selama 3 minggu lalu diulang setelah interval 2 minggu >hingga saat partus. Hal ini sudah dibuktikan secara luas dengan menggunakan metode >yang sangat beragam, termasuk studi meta-analisis. > > Daftar Pustaka > > > 1.. Remington, J.S., Mcleod, R., Desmonts, G. Toxoplasmosis, in Remington, J.S., >Klein, J.O. (eds.): Infectious Diseases of the Fetus and Newborn Infant, 4th edition, >Philadelphia, W.B. Saunders 1995:140-267 > 2.. Jenum PA, Stray-pedersen B, Kjetil K, Kapperud G, et al. Incidence of >Toxoplasma gondii infection in 35.940 pregnant women in Norway and pregnancy outcome >for infected women. Journal of Clinical Microbiology Oct 1998;36(10):2900-6. > 3.. Murray RP, Drew LW, Kobayashi GS, Thompson JH. Blood and tissue protozoa. >Medical Microbology book 1990;34:369-389. > 4.. Dubey JP. Toxoplasma Gondii. Medical Microbiology 4th Edition Baron S >1999;4:1-12. > 5.. Feldman HA and Miller LT. Congenital human Toxoplasmosis. Ann N. Y. Acad. Sci >1956;64:180-4. > 6.. Sabin AB, Eichenwald H, Feldman H, Jacobs L. Present status of clinical >manifestations of toxoplasmosis in man. Indications and provisions for routine >serologic diagnosis. JAMA 1952;150:1063-9. > 7.. Garcia AGP. Congenital Toxoplasmosis in two successive sibs. Arch Dis Child >1968;43:705-9. > 8.. Desmonts G and Couvreur J. Toxoplasmosis in pregnancy and its transmission to >the fetus. Bull. NY. Acad Med 1974;50:146-59. > 9.. Burlington DB. Limitations of Toxoplasma IgM Commercial Test Kits. FDA Public >Health Advisory - Letter to physicians 25 July 1997:1-3. > 10.. Remington JS, Desmonts G. "Toxoplasmosis". In: Remington JS, Klein JP Eds: >Infectious diseases of the fetus and newborn infant. Philadelphia. WB. Saunders Co >1976:191-332. > 11.. Sidiq M. Sigi serologis Toxoplasmosis pada babi di rumah potong hewan >kotamadya malang. Medika 1997;2(23):109-13. > 12.. Gandahusada S. Penanggulangan toksoplasmosis dalam meningkatkan kualitas >sumber daya manusia. Majalah Kedokteran Indonesia Juni 1995;45(5):365-70. > 13.. Sayogo, Gandahusada S. Survei titer zat anti T gondii pada wanita hamil >trimester terakhir di RSCM. Majalah Kedokteran Indonesia 1980;30:237-41. > 14.. Samil RS. Toksoplasmosis pada ibu hamil dan bayi. Seminar sehari >penyakit-penyakit manusia yang ditularkan oleh hewan peliharaan, Jakarta, 31 Oktober >1988. > 15.. Gandahusada S. Hubungan zat anti T gondii dengan riwayat abortus. Seminar >parasitologi Nasional IV Yogyakarta 1985. > 16.. Gandahusada S. Toxoplasma antibodies in ocular disease in Jakarta, Indonesia. >Proc. Of the 25th SEAMEO Tropmed Seminar 1982:133-8. > 17.. Hartono T. Penemuan Toxoplasma gondii dari wanita keguguran di rumah sakit >cipto mangunkusumo dan rumah sakit hasan sadikin. Majalah Kesehatan Masyarakat >Indonesia 1994;12(22):793-9. > 18.. Dubey JP, and Beattie CP. Toxoplasmosis of animals and Man. CRC Press, Baca >Raton, Florida 1988:52. > 19.. Simon C, Stille W, Wilkinson PJ. Chemotherapeutic agents: Sulphonamides. >Antibiotic Therapy 2nd ed book 1993;14(a):215-20. > 20.. Pyrimethamine. Clinical Pharmacology 2000 - Gold Standard Multimedia >2001;1-10. > 21.. Garin JP, Paillard B. Experimental Toxoplasmosis in mice. Comparative >effectiveness of: clindamycin, pyrimethamine-sulfadoxin and >trimethoprim-sulfamethoxazole (In French). Ann. Pediat 1984;31(10):841-5. > 22.. Wallon M, Liou C, Garner P, Peyron F. Congenital Toxoplasmosis: systemic >review of evidence of efficacy of treatment in pregnancy. BMJ June 1999;318:1511-4. > 23.. Chevrel B. Traitement de la toxoplasmose par la spiramycine. Med Chir Dig >1984;13:375-6. > 24.. Couvreur J. Actualiti de la toxoplasmose. Concours Med 1978;100(29):4721-8. > 25.. Daffos et al. Prenatal management of 746 pregnancies at risk for congenital >toxoplasmosis. The New England Journal of Medicine 1988;318(5):271-275 > 26.. McCabe R, Remington JS. Toxoplasmosis: The time has come. The New Engl J of >Med 1988;318(5):313-5. > >
>> Kirim bunga ke kota2 di Indonesia dan mancanegara? Klik, http://www.indokado.com/ >> Info balita, http://www.balita-anda.indoglobal.com Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]