Sekedar bacaan penambah wawasan ,semoga bermanfaat dan maaf jika kurang berkenan. Salam,
---------------------------------------------------------------------~-> http://www.sinarharapan.co.id/iptek/kesehatan/2002/01/04/kes02.html <http://www.sinarharapan.co.id/iptek/kesehatan/2002/01/04/kes02.html> IQ Tinggi Bukan Jaminan Diasuh Oleh Tim Dokter RS Mediros Tanya : Anak laki-laki saya berumur 11 tahun duduk di kelas 5 Sekolah Dasar. Nilai rapornya pada Catur Wulan petama ini menurun lagi dibandingkan dengan nilai-nilai rapor sebelumnya. Memang anak saya tidak pernah masuk ranking di kelasnya, namun saya tetap berharap agar nilainya bisa lebih baik dari biasanya. Beberapa bulan lalu diadakan tes IQ di sekolah anak saya itu. Menurut wali kelas, anak saya termasuk sangat cerdas karena IQ-nya 129 itu tergolong superior. Yang saya herankan, mengapa nilai-nilai sekolahnya tidak sesuai dengan taraf kecerdasannya.. Perlu saya jelaskan bahwa anak ini tidak pernah tekun belajar. Kalau dibandingkan dengan kakak-kakaknya dulu sewaktu SD yang cara belajarnya diulang-ulang dan selalu mau kalau saya bantu belajar dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan, anak ini kalau belajar cukup sekali baca. Tampaknya dia lebih suka menghabiskan waktu untuk kegiatan-kegiatan ekstra kurikulernya (olahraga) dan bermain dengan kawan-kawan sebayanya daripada memegang buku pelajaran sekolah. Setiap tahun ajaran saya selalu waswas karena setiap Cawu pertama pasti nilainya pas-pasan. Cawu ke-2 nilai-nilainya tetap rata-rata sekitar 61/2. Saya selalu khawatir kalau waktu kenaikan kelas nilai turun dan tidak naik kelas. Kalau saya minta untuk mengurangi kegiatan ekstra kurikuler atau mengurangi waktu bermain, baca buku dan nonton tv, dia akan 'ngambek'. Untuk membiarkannya dengan gaya belajarnya saya khawatir. Tetapi kalau dikerasi, dia malah lebih banyak menghabiskan waktu bersama teman-temannya bermain bola kaki, bersepeda keliling kompleks, atau main play station di rumah teman walaupun temannya itu sedang belajar. Kadang-kadang anak ini belajar bersama temannya, tapi temannya masih belajar dia sudah main, atau baca buku. Nah, ini juga yang membuat saya pusing, kalau diajak pergi selalu minta dibelikan buku bacaan, majalah atau cerita bergambar. Sekali beli tidak pernah kurang dari 3 buku, tapi belum sehari sudah selesai dibaca. Majalah dan buku bacaannya ini disimpan di rak dan akan dibacanya lagi berulang-ulang. Koleksi buku bacaannya memang banyak, jadi kalau dimarahi dia akan 'bertapa' di kamarnya baca buku-buku itu. Di sekolah anak saya ini sering dipindahkan oleh guru dari tempat duduknya sendiri ke bangku dekat guru hampir di bawah papan tulis agar anak ini tidak bercanda dengan teman-teman sekitarnya. Bila guru menerangkan, kadang-kadang dia tidak tampak menyimak karena sambil menggambar, namun bila dikageti dengan pertanyaan oleh guru anak ini bisa menjawab dengan baik apa yang sudah diterangkan oleh guru. Mohon advis bagaimana saya harus bersikap terhadap anak ini ? Ny. Wijaya, Bekasi Ny. Tresno, Yogyakarta (dengan pertanyaan yang mirip) Jawab : IQ 129, menurut Skala Stanford Binet tergolong taraf kecerdasan superior. Seseorang dengan tingkatan inteligensi demikian diharapkan dapat mengikuti pendidikan tanpa kesulitan yang berarti. Namun, intelligensi tinggi saja belum menjamin keberhasilan seseorang dalam mengikuti kegiatan akademis, karena perkembangan dan kematangan sosial serta emosionalnya juga berperan. Selain itu, pola kepribadian anak juga ikut memberi pengaruh pada sikap anak terhadap tugas. Dalam lingkungan belajar, di samping kecerdasan, anak harus bisa memusatkan perhatian pada pusat informasi, apakah itu berupa penjelasan guru atau buku yang dibacanya, untuk suatu jangka waktu tertentu guna menyerap informasi tersebut dengan baik. Kemudian proses yang terjadi dalam diri anak adalah menyimpan informasi yang diterimanya dalam memory-nya dan kemudian menuangkan kembali isi ingatannya tadi, misalnya waktu kuis, ulangan dsb. Bila anak masih menampilkan suasana bermain dalam dirinya, suasana belajar pun dianggapnya sebagai arena bermain, maka hasil yang diharapkan kemungkinan besar tidak sesuai dengan harapan orang tua maupun gurunya. Masalahnya di sini adalah harapan orang tua dan guru menjadikan anak cerdas menduduki ranking atas di sekolah yang tidak sesuai dengan pengembangan pribadi si anak yang masih ingin menikmati suasana bermain semasa kanak-kanak. Orang tua pada umumnya akan bangga mempunyai anak yang cerdas dan dibuktikan dengan nilai rapor yang tinggi dan anak termasuk ranking atas di sekolah, kemudian setelah lulus suatu jenjang sekolah akan mudah diterima di sekolah lanjutannya, terutama sekolah favorit. Kekhawatiran Ibu bisa dimengerti, namun hendaknya Ibu mencoba untuk bersikap lebih persuasif agar maksud baik Ibu jangan malah ditolak oleh anak. Sebaiknya Ibu dengan tenang menelaah dahulu satu persatu kondisi yang ada pada anak Ibu. Pertama : apakah anak Ibu tidak peduli bila mendapat nilai buruk ? Tampaknya tidak, karena melihat nilai-nilai yang sebetulnya cukup stabil membuktikan bahwa anak Ibu juga tidak masa bodoh dengan prestasi skolastiknya. Ia tetap berusaha agar di sekolah dia tidak dimasukkan kelompok anak yang kurang pintar. Berarti anak ini sebetulnya mengerti mengenai kewajiban atau tanggung jawabnya. Hanya saja tidak diperlihatkannya dalam bentuk kepatuhan dan disiplin yang diharapkan orang tua dan guru. Diharapkan dengan bertambahnya usia, dan dengan kegiatannya berolahraga anak ini belajar berkompetisi secara sehat dengan kawan-kawannya, juga dalam menampilkan prestasi sekolah. Mungkin karena anak Ibu daya tangkap dan daya ingatnya baik, maka dia merasa kurang perlu untuk mengulang-ulang belajar atau terus-menerus 'memelototi' guru yang di depan kelas. Tetapi dengan caranya sendiri dia tetap mempertahankan nilai-nilainya tidak jatuh ke kelompok 'minus'. Memang anak akan menjadi bosan bilamana kegiatan yang diikutinya tidak lagi memberi tantangan dan sudah kurang daya tariknya sehingga dia mengalihkan perhatian pada kegiatan lain. Kalau kita berpikir positif, maka ini adalah nilai inisiatif pada si anak, tetapi masalahnya adalah perbedaan persepsi antara anak dan orang dewasa yang ada di sekitarnya. Kedua : apakah anak Ibu selalu murung, takut ke sekolah, tidak suka bergaul karena kurang percaya diri ? Jawabannya juga tidak, anak Ibu tergolong aktif dengan sosialisasi yang baik. Bahkan di kelas pun dia terbawa teman-temannya untuk bercengkerama sehingga guru perlu memisahkannya dari lingkungan karena anak Ibu bila dirangsang oleh kawan-kawannya akan lupa bahwa dia berada dalam suasana belajar yang mestinya tertib dan tidak ribut atau bercanda. Anak Ibu termasuk anak yang disukai teman-temannya sudah merupakan hal yang baik dalam perkembangan sosialnya. Masih ada segi-segi lain yang baik pada anak Ibu, namun melihat pada kedua hal di atas saja, sebetulnya Ibu tidak perlu terlalu risau karena justru anak ini menampilkan profil kepribadian yang seimbang dalam segala aspeknya, ia juga tampak menikmati masa keemasan anak secara normal. Mungkin ada baiknya bila Ibu lebih banyak berbicara dengan anak, bukan mendesak terus-menerus untuk belajar, tetapi misalnya membahas kehidupan yang lebih luas, seperti kerasnya persaingan dalam bekerja karenanya seseorang perlu membekali diri dengan ilmu dan keterampilan serta mungkin gelar kesarjanaan agar dapat menang dalam persaingan. Atau membicarakan seorang tokoh yang sukses, bukan sekadar mengagumi, tetapi ada bahasan mengenai latar belakang pendidikan dan upaya sang tokoh mencapai suksesnya. Selain itu Ibu bisa memberikan dukungan moral bagi kegiatan-kegiatan yang dilakukannya saat ini dan menyisipkan bekal norma-norma kehidupan, agar anak ini merasa diperhatikan dan diterima oleh orang tua. Dan yang tidak kalah pentingnya, tanpa menunggu prestasi yang spektakuler, Ibu sesekali dapat menyatakan kebanggaan kepada anak Ibu akan prestasi yang sudah dicapainya, agar dapat memotivasinya untuk meningkatkan upayanya di kemudian hari. Bila anak Ibu dengan kemauannya sendiri belajar, tanpa desakan atau tekanan dari lingkungan diharapkan tumbuh rasa tanggung jawab dan kompetisi yang sehat, dan dengan bekal taraf inteligensinya yang superior akan mudah baginya mencapai keberhasilan. Dra. Grace A. Lumenta, Psi. Psikolog >> Kirim bunga ke kota2 di Indonesia dan mancanegara? Klik, http://www.indokado.com/ >> Info balita, http://www.balita-anda.indoglobal.com Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]